Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Puluhan warga yang tergabung dalam Aliansi Surabaya Maju mengadakan kampanye untuk memilih kotak kosong dalam Pilkada 2024 di kantor KPU Kota Surabaya pada Senin, 2 September 2024. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap buruknya proses demokrasi dan Pilkada Surabaya 2024, yang hanya diikuti oleh satu pasangan calon, yaitu Eri Cahyadi-Armuji.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, Koordinator Divisi Teknis KPU Kota Surabaya, Bakron Hadi, menyatakan bahwa hingga Kamis, 29 Agustus 2024 pukul 23.59 WIB, hanya pasangan calon wali kota dan wakil wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi-Armuji, yang telah mendaftarkan diri ke KPU Kota Surabaya. Sehingga Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya memperpanjang pendaftaran peserta pemilihan kepala daerah atau Pilkada Surabaya 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia mengatakan, dalam masa perpanjangan pendaftaran ini, KPU Kota Surabaya juga melakukan sosialisasi kepada masing-masing partai politik.
“Mulai hari ini, kami lakukan sosialisasi kepada partai-partai politik di Surabaya dan pengumumannya sudah kita unggah di laman dan media sosial KPU Kota Surabaya," kata Bakron di Surabaya pada Jumat, 30 Agustus 2024.
Bakron mengatakan, jika sampai Ahad, 1 September 2024 tidak ada bakal pasangan calon yang mendaftar lagi, maka bisa dipastikan Eri Cahyadi-Armuji akan melawan kotak kosong pada Pilkada Surabaya 2024.
“(Jika tidak ada yang mendaftar lagi), dipastikan hanya satu pasangan calon dan akan ditetapkan pada tanggal 22 September 2024," katanya.
Dia menyebutkan, dari 18 partai politik yang mengusung Eri Cahyadi-Armuji, 15 partai politik di antaranya adalah partai pengusul, sementara sisanya adalah partai pendukung yang tidak dapat memenuhi kelengkapan syarat untuk menjadi partai pengusul.
Koordinator Aksi, Yanto Ireng, mengungkapkan bahwa proses demokrasi di Kota Surabaya saat ini adalah yang paling memalukan yang pernah terjadi. Ia menilai bahwa sebagai kota besar, Surabaya seharusnya memiliki lebih dari satu calon, bukan hanya petahana.
Yanto mengatakan bahwa jika hanya ada satu pasangan calon yang mengikuti Pilwalkot Surabaya dengan dukungan dari seluruh partai di kota tersebut, mereka khawatir tidak akan ada lagi kontrol kebijakan dari DPRD Kota Surabaya terhadap wali kota terpilih nanti.
Karena alasan tersebut, Yanto menyatakan bahwa pihaknya mengampanyekan pemilihan kotak kosong dalam Pilkada Surabaya mendatang. Mereka siap menerima jika Surabaya dipimpin oleh penjabat atau Pj yang ditunjuk pemerintah pusat, yang mereka yakini akan memberikan kontrol yang lebih baik.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Idham Holik mengatakan pasangan calon tunggal yang nantinya bertarung melawan kotak kosong dalam pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2024 harus memperoleh suara 50 persen lebih untuk dapat ditetapkan sebagai kepala daerah terpilih.
Dia menyebutkan, jika ada calon tunggal yang perolehan suaranya tidak mencapai 50 persen lebih dari total jumlah pemilihnya, maka selama periode pemerintahan sampai pilkada berikutnya daerah itu akan dipimpin oleh penjabat sementara (Pjs).
“Sekiranya pasangan calon tunggal tidak memenuhi syarat ketentuan untuk dinyatakan terpilih, yaitu dengan ketentuan memperoleh suara sah lebih dari 50 persen, ternyata tidak melampaui batas ketentuan tersebut sebagaimana yang diatur dalam Pasal 54 D Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, maka akan diadakan pemilihan pada pemilihan selanjutnya. Kapan pemilihan selanjutnya? Yaitu pada 2029,” kata Idham saat ditemui di Kantor KPU RI, Jakarta pada Jumat, 30 Agustus 2024.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 mengatur Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Idham menuturkan ketentuan mengenai penjabat sementara diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
MYESHA FATINA RACHMAN I SAPTO YUNUS