KESABARAN 400 santri pesantren Budi di Desa Janguet itu sudah pada puncaknya. Sore Jumat dua pekan lalu mereka mengamuk. Yusliman, 17, petugas bioskop Roda Jaya, Lamno, 85 km selatan Banda Aceh, nyaris melayang nyawanya. Kepalanya dihantam botol limun dan badannya digebuki kayu. "Kayu itu patah dua," katanya, bangga. Kepalanya memang tak sempat mengeluarkan darah. Tapi, dari dialah berpangkal sebab. Biasanya, Yus. bersama dua temannya, mengarak poster film yang mau diputar malamnya, menjelang sore. Dengan mobil Daihatsu BL 4020-A mereka menyusur jalan raya Banda Aceh -- Meulaboh. "Jika mereka lewat di jalan depan pesantren, mobil halo-halo itu selalu membuka pengeras suaranya besar-besar," kata Teungku Ibrahim Ishaq, 49, pimpinan Budi. Ini jelas sangat mengganggu belajarnya para santri. "Malah suara itu ikut mengganggu ketika kami salat asar," ujar M. Kasim, 18, murid kelas II. Surat protes dari Ibrahim kepada pemilik bioskop, Buchari Aziz, 40, pada 3 September lalu pernah dilayangkan. Seminggu kemudian, Camat Jaya, Anwar Husin, minta pula agar kegiatan mobil keliling itu dihentikan. Tapi, Yusliman tak menggubris. Sementara itu, Buchari, yang juga Ketua KNPI Kecamatan Jaya, lebih sering di Banda Aceh -- karena rumahnya di sana. Ejek-mengejek antara Yus dan para santri, kalau dia lewat di sana, rupanya sudah lama berlangsung. Tapi Yus tak tahan. Dasar pernah berandalan (seperti dikatakan Buchari), lewat pengeras suara tadi, anak muda yang pernah mencuri ayam Kapolsek ini memaki para santri. Pada hari ketiga, setelah Yus memaki-maki dalam bahasa Aceh itu, 19 September mobilnya disetop Anwar Nurdin, guru di Budi. Tapi remnya blong. Daihatsu itu baru berhenti setelah dihadang sejumlah santri. Ketika tanya jawab soal "kok tak mau berhenti" antara Anwar dan Yus itulah mendadak muncul 45 santri mengeroyok anak muda ini. Yus, yang duluan kena botol di kepalanya, bersama dua temannya berhasil menyelamatkan diri. Tapi susulannya lumayan juga. Mobil diobrak-abrik, kaca mobil hancur, poster film Dendam Dua Jagoan yang dibintangi Advent Bangun dengan Barry Prima, 2 x 5 meter, dibakar. Sedangkan ampli, mikrofon, dan pengeras suara berantakan dibikin para santri yang menyusul dari pondok. Sisa-sisa barang itulah yang dilihat Yus setelah ia datang kembali dengan polisi, di tempat kejadian. Yus berhasil lari kencang 5 km ke Polsek Lamno. "Kenapa tak kau ambil parang, kau cincang saja mereka satu orang," kata seorang polisi dengan panggilan Aji, kepada Yus. "Kami sakit hati mendengar anjuran petugas itu," kata Ibrahim. Teungku ini, ketika kejadian, sedang tak di pesantren. "Saya ke pasar Lamno," kata Ibrahim. Tak ada yang menganjurkan agar para santri itu unjuk gigi kepada Yus dan perangkatnya. "Kami hilang kesabaran karena ia senang memaki-maki kami lewat pengeras suara," kata Ramli, santri kelas I. Pesantren Budi punya santri 700 orang, putra-putri. "Menghina pesantren berarti menghina agama," kata Ketua MUI Kecamatan Lamno, Tungku Abdullah, 47. Katanya, sejak ada bioskop itu kenakalan remaja makin meningkat di sana. Bioskop PHR, yang hanya menyetor Rp 30 ribu sebulan ke kas kecamatan itu, menurut kalangan di sana merajalela memasang poster yang dianggap porno. "Maunya poster kayak begitu jangan dipasang," kata Abdullah. Dengan modal Rp 6 juta, dan sekarang masih berutang Rp 2 juta, PHR itu dibuka dua tahun lalu oleh Buchari. "Kawan-kawan melarang saya menutup bioskop, karena di Lamno ini tak ada tempat hiburan." Menurut bekas mahasiswa FH Unsyiah Bmda Aceh ini, "kawan-kawan" itu adalah petugas Polsek, Koramil, dan pegawai kecamatan setempat. Ke mana Yus? "Sementara dia saya berhentikan. Sampai ada perdamaian pada 29 September ini," kata Buchari. Sedangkan kerugian yang Rp 230 ribu itu ditanggung bersama dengan Teungku Ibrahim -- yang menurut Buchari adalah familinya sendiri. Kapolda Aceh, Kolonel Abdoellah Moeda, 53, menganggap kejadian di Lamno itu tak berlatar politik. "Tapi kedua pihak juga salah," kata Pak Camat. "Kalau disuruh tutup, bioskop itu akan saya tutup," tambah Buchari, pengusaha yang punya empat anak itu. Setelah amukan santri, Roda Jaya masih jalan terus, kendati pada Minggu malam lalu sebuah film "panas", The Woman in Red, bebas ditonton anak-anak di bawah umur. "Ih, tidak malu dia. Tetek dan pantatnya tampak," komentar seorang gadis cilik ketika melihat adegan ranjang dalam film itu. "Tidak ada yang porno. Semua film yang diputar di sini sudah lolos sensor," kata Anwar, sang camat. Sementara itu para santrinya tak ada yang ditahan. Bioskopnya memang tak mereka bakar. Z.M.P.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini