SUHU perdebatan tentang harta karun masih terus berlanjut. Dan ini mungkin akan berlangsung terus, hingga dicapai kata sepakat dari kedua belah pihak, Indonesia dan Belanda. Untuk mencapai kata sepakat itulah, tampaknya, yang sulit diramalkan saatnya. Apalagi setelah minggu lalu, Kedutaan Belanda di Jakarta melalui siaran persnya membantah kepemilikan Indonesia atas harta karun VOC yang tenggelam di Kepulauan Riau, 234 tahun lalu itu. "Kamilah yang berhak atas warisan VOC," kata Dr. Frans van Dongen, Duta Besar Belanda untuk Indonesia. Itu bukan pernyataan yang pertama, memang. Sebelumnya, Juli lalu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Belanda, Te B. Oekhorst, juga mengemukakan hal yang sama kepada TEMPO. Tapi dengan adanya penegasan dari Van Dongen, semakin tipislah harapan pemerintah Indonesia melakukan klaim. Kendati Oekhorst pernah mengatakan, "Jika pemerintah Indonesia hendak mengadakan tuntutan, ya, pada pemerintah Belanda." Dan tim peneliti lokasi harta karun sudah menetapkan bahwa De Geldermalsen tenggelam di perairan Indonesia. Lebih sial lagi, soal posisi tenggelamnya kapal itu sama sekali tidak disinggung oleh pihak Kedutaan Besar Belanda. Bahkan siaran pers itu meragukan kebenaran harta karun itu diambil dari bangkai De Geldermalsen, dengan menyebutkan, "Partai tersebut (maksudnya harta karun yang dilelang di Singapura) kemungkinan besar berasal dari kapal VOC De Geldermalsen." Itulah sebabnya, pada 28 Januari pemerintah Belanda telah mengirimkan surat pemberitahuan pada Indonesia, dan langsung mengadakan kontrak kerja dengan Michael Hatcher. Tapi tetap saja keraguan masih tampak pada siaran Kedubes itu. Sebab, siaran itu juga menyebutkan adanya kemungkinan pihak yang secara hukum lebih berhak untuk menguasai harta karun itu. Juga keraguan tampak dengan adanya pernyataan bahwa saat ini pemerintah Belanda sedang melakukan perundingan dengan Indonesia. Tentang surat pemberitahuan yang dikirimkannya sebelum lelang terjadi, sebenarnya tidak bisa diulang sebagai alasan oleh pihak Kedubes. Sebab, ketika surat itu dikirimkan, Januari 1986, pihak Indonesia belum melakukan penyelidikan apa pun. Tapi anehnya isi surat itu, sudah tegas-tega menyatakan, De Geldermalsen tenggelam di perairan internasional. Hal ini juga diakui Oekhorst. "Surat itu tidak bernomor, karena hanya sekadar pemberitahuan bahwa pemerintah Belanda telah menemukan sebuah kapal peninggalan VOC di perairan internasional," tuturnya ketika itu. Maka, ketika pers Belanda menyebut-nyebut, De Geldermalsen ditemukan di perairan Indonesia, Oekhorst membantah keras. "Itu tidak begitu jelas, karena berdasarkan hukum internasional, tidak ada yang bisa memastikan sejauh mana batas wilayah perairan Indonesia," kilahnya. Nah, apakah alasan itu masih bisa berlaku? Padahal, tim peneliti dari Indonesia jelas menunjukkan De Geldermalsen tenggelam pada posisi 00 36' 25' LU-105 08' 50''T, yang berarti termasuk ke dalam wilayah perairan Indonesia. Banyak yang bisa dibantah, memang. Tapi pihak pemerintah Indonesia tampaknya sangat hati-hati menanggapi pernyataan Kedubes Belanda tersebut. "Itu hak Belanda untuk bicara, kita Lembaga masih mempelajarinya," kata seorang pejabat di Departemen Luar Negeri. Tapi sumber ini tetap berpegang pada hasil penelitian, yang jelas-jelas membuktikan, harta karun De Geldermalsen milik pemerintah RI. Sumber Departemen Luar Negeri juga menyebutkan, Indonesia punya alasan kuat mengklaim harta karun itu. Sebab, secara hukum, benda-benda kuno yang ditemukan di perairan Indonesia adalah milik RI. Itulah sebabnya, ketika harta karun ramai dibicarakan, pemerintah Indonesia sudah mengirimkan surat pada pemerintah Belanda. Isinya menyatakan: Barang-barang yang secara ilegal diangkat dari perairan Indonesia, pihak Indonesia berhak mengklaim. Dan rupanya surat inilah yang telah memaksa Belanda mau melakukan perundingan. Tapi bagaimana jika Belanda tetap mengklaim harta karun itu sebagai miliknya? "Pemerintah Indonesia tetap akan menuntut berdasarkan hukum yang berlaku," jawab sumber tadi. Pendirian yang patut dibanggakan, memang. Tapi sayangnya, sampai saat ini, secara resmi RI belum juga menyatakan klaimnya atas harta karun itu. Padahal, entah sudah di mana porselen kuno dan emas batangan itu bersembunyi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini