PAK Harto bicara tentang lembaga kepresidenan. Bicara di Tapos, di depan peserta kursus reguler Lemhanas angkatan XIX yang mengunjungi peternakan Tri S itu antara lain Presiden menjamin tak akan ada presiden seumur hidup. Menurut konstitusi kita, presiden dipilih untuk melaksanakan GBHN, dan GBHN berlaku untuk lima tahun," katanya hari Minggu pekan lalu. Pernyataan Presiden, yang dikatakan dalam pidato tanpa teks selama dua jam itu, tampaknya dimaksudkan untuk turut menjernihkan soal di sekitar lembaga kepresidenan yang pernah diramaikan empat bulan lalu. Waktu itu antara lain diusulkan agar sistem pergantian pimpinan nasional dibicarakan dalam sidang Sidang Umum MPR 1988 mendatang. Sebab, "Kita memang belum memiliki pola yang baku ihwal regenerasi kepemimpinan nasional," ujar Suhardiman, Ketua Bidang Politik FKP di DPR. Menurut Suhardiman waktu itu, periode 1988-1993 adalah periode akhir masa bakti generasi pembebas. Pada 1993 kelak, secara total tongkat kepemimpinan diserahkan pada generasi pengganti. "Agar estafet itu berjalan mulus, perlu dipersiapkan mekanisme yang punya landasan yuridis yang kuat yaitu ketetapan MPR," ucap Suhardiman lagi. Mengapa? Karena pengalaman historis, katanya, menunjukkan pergantian presiden di waktu lalu berlangsung kurang mulus. Selain pergantian presiden, lamanya masa jabatan presiden juga dipersoalkan waktu itu. Prof.Dr. Sri Soemantri, Dekan FH Unpad, Bandung, berpendapat memang, "perlu adanya suatu pembatasan masa jabatan kepala negara". Pasal 7 UUD 45, katanya, sesungguhnya telah menyebut pembatasan masa jabatan, tapi tak menyebut berapa kali seorang presiden dapat dipilih kembali. Bagi Sri Soemantri, kalaupun dipandang perlu membikin pembatasan masa jabatan, ancer-ancernya ialah kepentingan nasional jangka panjang. "Kita punya Repelita. Dari situ kita bisa merujuk berapa tahapan suatu kepemimpinan nasional dianggap selesai," ucap Sri. Persoalan masa jabatan presiden memang menjadi menarik karena muncul menjelang pemilu tahun depan. Namun, toh masalah juga menjadi jelas, setelah Pak Harto sendiri ikut memberikan keterangan pekan lalu itu. Mekanisme kepemimpinan nasional yang berdasarkan konstitusi, ujar Presiden, perlu terus dibudayakan. Rakyat harus diberi kesempatan untuk memilih wakil-wakilnya. Rakyat yang menentukan kehendaknya selama lima tahun, setelah itu memilih salah satu dari warga negaranya untuk melaksanakan GBHN yang dikontrol oleh DPR dan hanya bertanggung jawab kepada MPR. Presiden tak bisa diganggu gugat oleh DPR, begitu sebaliknya. Bila ada konflik, MPR yang akan mengatasinya. Kasus konflik itu, menurut Presiden, pernah terjadi tahun 1967 ketika terjadi konflik antara wakil rakyat dan Bung Karno. Waktu itu terus terang ada kekuatan partai politik yang meminta ABRI segera mengambil oper, atau kasarnya dengan perebutan kekuasaan. "Tapi, Alhamdulillah saya tetap berpegang teguh, bahwa jangan meninggalkan lembaran hitam dengan perebutan kekuasaan," kata Presiden. Sehingga kita bisa menunjukkan kepada rakyat bahwa pada waktu perubahan pemerintahan itu bukan terjadi perebutan kekuasaan, melainkan karena pertanggungjawaban presiden sebagai mandataris MPR dicabut mandatnya dan MPR mengambil langkah-langkah lain. "Mekanisme ini yang harus dibudayakan, sehingga tak perlu khawatir bahwasanya akan ada presiden seumur hidup," ucap Presiden.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini