Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Anak-anak Dan Hotel Mewah

Siswa SLP/SLA Menahasa mengikuti wisata remaja ke Bali dan Jawa, dalam masa liburan panjang. Biayanya murah. masyarakat mengecam karena penginapannya di hotel-hotel mewah, dikhawatirkan ekses negatifnya.(pdk)

4 Agustus 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARI libur sudah lampau, tapi pekan lalu rupanya masih ada soal. Yakni perkara liburan para siswa dari Minahasa, yang lain dari yang lain nampaknya. 35 siswa SLP/SLA Minahasa, seperti diketahui, mengikuti wisata remaja ke Bali dan Jawa dalam libur panjang Juni yang lalu. Setelah mereka masuk sekolah kembali, pertengahan Juli lalu, dan menceritakan pengalaman mereka kepada kepala sekolah dan guru, yang didapat hanya komentar yang kurang enak didengar. "Tak ada unsur-unsur pendidikan jika hanya mengunjungi tempat-tempat mewah, foya-foya dan sekedar santai," kata salah seorang kepala sekolah sebuah SMA di Minahasa. Wisata itu diselenggarakan oleh Diparda (Dinas Pariwisata Daerah) Sulawesi Utara, bekerja sama dengan PT Indra Kelana Manado, Garuda dan Kawanua City Hotel. Tujuan menyelenggarakan wisata remaja ini memang baik: mengenal tanah air. Yang kemudian menimbulkan kecaman, ialah karena pihak penyelenggara memilih tempat-tempat menginap yang mewah: Bali Beach di Denpasar, Hotel Ramayana di Surabaya, Ambarukmo Sheraton di Yogyakarta, Hotel Panghegar di Bandung dan Hotel Indonesia Sheraton di Jakarta. "Bagaimana nanti tanggapan masyarakat, apbila sementara pejabat Pemda malah ikut mempertontonkan pola hidup mewah dan boros?", kata salah seorang pejabat teras Pemda Sul-Ut sebagaimana dikutip harian Kompas pekan lalu. Padahal pilihan terhadap penginapan yang mewah belum tentu menjamin kenikmatan penggunaannya. Sebab, dengan hanya menarik biaya Rp 250 ribu per siswa, terpaksa cara berwisata diatur sedemikian rupa hingga kenyamanan sebuah hotel mewah bisa berubah begitu menyebalkan. Cerita Agnes Sumilat, 18 tahun, siswi sebuah SRA di Manado yang ikut dalam wisata remaja tersebut kepada TEMPO: "Terpaksa kamar hotel yang sebetulnya untuk dua orang, ditempati lima orang. Jadi ada yang tidur di karpet." Juga dalam perjalanan mereka ternyata tak sempat memesan satu gerbong kereta api khusus misalnya. "Kami dijejalkan dengan penumpang umum lainnya," keluh Agnes. Dan di hotel gangguan bisa bermacam-macam terutama bagi para siswinya. Cerita Agnes: ketika menginap di hotel sebuah kota di Jawa, dia dengan seorang temannya diajak kencan dengan dua orang oom yang juga menginap di hotel itu. Tahu gelagat, mereka hanya mengangguk saja ketika diajak bertemu lagi di bar hotel. Tentu saja kedua gadis itu tak memenuhi janji. Malahan mereka tak berani keluar kamar, dan telepon yang berdering-dering diserahkan kepada pengawas mereka untuk menjawabnya. Semula dari pihak orang tua memang timbul was-was juga. Kata John Tompodung, pengusaha minyak, yang seorang puterinya ikut berwisata "Bayangkan saja, gadis-gadis remaja menginap di hotel-hotel mewah, pasti muncul sangkaan yang bukan-bukan." Toh akhirnya, setelah mendapat jaminan "keselamatan", puterinya dilepaskannya juga. Rp 325 ribu Lalu apa sebetulnya alasan penyelenggaraan memilih penginapan mewah? Dari John Sondakh, wakil kepala (sementara) Diparda Sul-Ut, hanya diperoleh penjelasan: "Dalam wisata itu kemewahan bukanlah tujuan." Dari pihak Kanwil Dep P & K Sul-Ut didapat keterangan, memang pernah Diparda Sul-Ut mengemukakan ide wisata remaja tersebut. Tapi dari Kanwil P & K tak ada tanggapan apapun. Kini setelah muncul kecaman dari masyarakat terhadap wisata remaja tersebut, kata salah seorang pejabat Kanwil P & K Sul-Ut: "Kalau mau mengisi libur, masih banyak cara yang sifatnya mendidik dan tidak boros, misalnya berkemah, mendaki gunung dan banyak lagi." Kabarnya akhir Juli ini wisata remaja seperti dalam libur panjang yang lalu diselenggarakan lagi, dengan biaya lebih besar Rp 325 ribu. Padahal di Jakarta misalnya, ada penginapan khusus remaja yang lebih cocok kalau maksudnya memang hendak memberikan pendidikan kepada remaja. Misalnya Penginapan Remaja di Ancol, yang mengharuskan remaja-remaja yang menginap di situ mencuci pakaian sendiri. Kamar di sana besar dan paling tidak berisi delapan tempat tidur. Ada kesempatan melatih tanggung jawab hidup berkelompok, juga melatih hidup berdiri sendiri dan sederhana. Tidak seperti di hotel mewah, meski pun bisa mendapat potongan tarip.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus