Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Antara Boston, Singapura, dan Kuningan

Ratu Atut dan Tubagus Wardana bertemu dengan Akil Mochtar di Singapura. Diduga untuk mengatur putusan sengketa pemilihan Bupati Lebak. Di Harvard, Airin belajar mengelola pemerintahan bersih.

21 Oktober 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEREKA naik pesawat yang sama dari Bandar Udara Soekarno-Hatta menuju Changi, Singapura, pada Sabtu, 21 September 2013. Keduanya, Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, menggunakan Singapore Airlines SQ 953 terbang pukul 08.25 Waktu Indonesia Barat.

Terbang 1 jam 35 menit, Ratu Atut meminta adiknya, Tubagus Chaeri Wardana, menemui Akil di lobi Hotel JW Marriott setiba di Singapura. Chaeri Wardana berada di Negeri Singa sehari sebelumnya. Ia naik pesawat Garuda Indonesia GA 836 pukul 19.17 Waktu Indonesia Barat. "Bu Atut khawatir datang terlambat sehingga meminta Wawan menemui Akil lebih dulu," kata Pia Akbar Nasution, pengacara Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, menjelaskan peristiwa itu, Jumat pekan lalu.

Pertemuan ketiganya berlangsung sembari makan malam pada Sabtu itu. Wawan memakai kaus Red Bull, seragam pembalap Sebastian Vettel yang akan berlaga dalam kejuaraan dunia Formula 1 Singapore Grand Prix esoknya di Sirkuit Marina Bay. Suami Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany ini hendak menonton balapan mobil yang tiketnya berharga Rp 7 juta itu.

Menurut Pia, pertemuan Akil, Wawan, dan Atut hanya berlangsung seperempat jam. Mengutip pengakuan Wawan kepadanya, Pia mengatakan, "Tak ada hal-hal spesifik dibicarakan menyangkut pemilihan Bupati Lebak."

Bagi Komisi Pemberantasan Korupsi, pertemuan akhir pekan itu menjadi penting setelah para penyidik menangkap Akil Mochtar pada 2 Oktober malam di rumah dinasnya. Mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Golkar itu disangka menerima suap untuk menguatkan kemenangan Hambit Bintih dalam pemilihan Bupati Gunung Mas, Kalimantan Selatan, yang sedang dipersoalkan ke Mahkamah Konstitusi.

Akil, 53 tahun, diangkut dari rumah dinas Ketua Mahkamah Konstitusi, Jalan Widya Chandra III Nomor 7, Jakarta Selatan, bersama Chairun Nisa, anggota Fraksi Partai Golkar Dewan Perwakilan Rakyat, dan Cornelis Nalau, pengusaha tambang asal Kalimantan Tengah. Penyidik menyita tiga amplop berisi Sin$ 284.050 dan US$ 22 ribu dari Chairun Nisa.

Wawan ditangkap penyidik hampir bersamaan dengan Akil. Bendahara Golkar Banten ini dituduh menyuap Akil Rp 1 miliar untuk mengabulkan gugatan calon Bupati Lebak Amir Hamzah. Calon Partai Golkar ini mempersoalkan kemenangan Iti Octavia dan menuntut pemilihan ulang. Pada pertemuan di Singapura itu, Akil, Atut, dan Wawan diduga mengatur putusan Mahkamah Konstitusi.

Para penyidik Komisi awalnya tak hirau dengan kabar adanya pertemuan itu. Namun, setelah menghubungkan rangkaian peristiwa sebelum penangkapan, para penyigi dugaan korupsi Akil menganggap pertemuan merupakan penguat skandal ini. "Sekarang fakta pertemuan itu menjadi sangat penting," kata Johan Budi Prabowo, juru bicara Komisi.

Sehari setelah tiba kembali di Jakarta pada 24 September 2013, Akil memimpin sidang gugatan hasil pemilihan Bupati Lebak dengan agenda mendengarkan saksi-saksi. Sepekan kemudian, panel hakim yang dipimpin Akil memutuskan pemilihan Bupati Lebak diulang—cocok dengan tuntutan kubu Atut yang menyokong Amir Hamzah. Hakim konstitusi menilai banyak kecurangan dalam penghitungan kertas suara.

Seorang penegak hukum mengatakan pertemuan Singapura sesungguhnya tak hanya mengatur putusan sengketa hasil pemilihan Bupati Lebak. Mereka juga membicarakan putusan gugatan pemilihan Wali Kota Tangerang dan Serang—dua wilayah di Banten. Di Tangerang, pada pemilihan 31 Agustus, calon Golkar kalah oleh rivalnya dari Demokrat. Adapun hasil pemilihan Bupati Serang, 5 September lalu, perlu diamankan karena pemenangnya adalah adik Gubernur Atut, Tubagus Haerul Jaman. Sengketa dua wilayah ini juga ditangani panel hakim yang dipimpin Akil. Komisi Pemberantasan Korupsi meminta keterangan Haerul Jaman, Jumat pekan lalu.

Otto Hasibuan, pengacara Akil, menyangkal jika bekas politikus Golkar itu disebut ke Singapura untuk bertemu dengan Atut dan Wawan, apalagi mengatur sengketa pemilihan Bupati Lebak. "Itu saya kutip dari pernyataan Pak Akil," ucapnya.

Sekretaris pribadi Akil, Yuana Sisilia, mementahkan sangkalan Otto. Ia mengukuhkan catatan perlintasan Akil di bandara Cengkareng. Yuana membenarkan kabar bahwa bosnya ke Singapura pada Sabtu itu untuk menonton balapan Formula 1. Menurut Ketua Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi Hartono, jika benar ada pertemuan itu, apa pun alasannya, Akil telah menyalahi etika. "Hakim tak boleh bertemu dengan pihak-pihak yang sedang beperkara," katanya.

l l l

Kabar penangkapan Wawan yang mengejutkan publik Banten cepat sampai ke Boston, Amerika Serikat. Di sana, istrinya sedang mengikuti program kelas eksekutif untuk bupati dan wali kota. Ada 20 bupati dan wali kota yang ikut program itu. Mereka belajar mengelola pemerintahan bersih di Harvard Kennedy School of Government.

Airin terpilih karena dianggap sebagai "wali kota terbaik" dalam program pelatihan di dalam negeri pada tahun lalu. Menurut Direktur Jenderal Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan, pengiriman bupati dan wali kota ke Harvard telah berjalan dua tahun terakhir. Pesertanya adalah kepala daerah yang baru terpilih dan dianggap terbaik dalam pendidikan dan latihan yang digelar Kementerian Dalam Negeri.

Kementerian membuat kursus satu bulan itu karena pemilihan langsung menghasilkan kepala-kepala daerah yang berasal dari beragam latar belakang. Tak semuanya paham soal pengelolaan keuangan daerah dan birokrasi. "Pengajarnya macam-macam, termasuk dari KPK untuk mengajari mereka tak korupsi," ujar Djohermansyah.

Biaya pelatihan ditanggung sepenuhnya oleh Rajawali Group. Perusahaan milik Peter F. Sondakh itu menjalin kerja sama dengan Harvard untuk mereka. Di Boston, mereka tinggal di asrama atau apartemen yang disediakan panitia. Airin, misalnya, tinggal di Soldiers Field Park, apartemen yang berjarak 15 menit jalan kaki dari Harvard.

Airin mendapat jatah satu unit apartemen—terdiri atas dua kamar dengan satu dapur dan kamar mandi—berbagi bersama Bupati Sambas Juliarti Djuhardi. Hanya ada dua perempuan kepala daerah yang ikut program ini. Berbeda dengan bupati dan wali kota lain yang datang sendiri, Airin ditemani seorang ajudan. Dia pun menyewa DoubleTree Suites by Hotel Hilton Boston, Cambridge, selama pelatihan.

Selain memperoleh biaya akomodasi dari sponsor, para bupati dan wali kota ini mendapat uang saku dari kas daerah masing-masing. Para bupati mendapat uang saku 30 persen dari gaji jabatannya. Karena itu, uang saku mereka disetarakan dengan uang perjalanan dinas eselon II sebesar US$ 473 per hari.

Menurut Djohermansyah, uang saku itu sudah diatur dalam peraturan Menteri Dalam Negeri yang berlaku umum bagi pejabat yang bepergian ke luar negeri. Juga tak ada larangan kepala daerah membawa ajudan ke Harvard, meski pesertanya hanya bupati atau wali kota dan wakilnya. "Mungkin karena urusan kantor tak berhenti sehingga perlu membawa ajudan," kata Djohermansyah.

Di kelas yang diisi profesor-profesor Harvard, para bupati ini mengikuti kuliah dari pukul 8 hingga pukul 16 dengan kewajiban membuat paper dan membaca buku-buku penunjang. Menurut Djohermansyah, dari Jakarta, mereka ditemani empat fasilitator yang berasal dari dosen Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Hasanuddin. Pengajaran memakai dua bahasa, Inggris dan Indonesia, oleh tiga penerjemah resmi Presiden Amerika Serikat Barack Obama.

Selain belajar di Harvard, para bupati itu berkeliling ke negara-negara bagian di Amerika Serikat dan masuk kelas di universitas setempat. Mereka berdiskusi dengan para wali kota tentang pengelolaan keuangan daerah, transportasi, antikorupsi, dan pembangunan kota. Pada Rabu pagi pekan lalu, rombongan bertolak ke Chicago. "Kami akan berdiskusi dengan ahli-ahli perencanaan kota di North Western Chicago University," ucap Vicky Lumentut, Wali Kota Manado, yang menjadi ketua angkatan 2013.

Mendengar suaminya ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi, Airin menelepon pejabat Kementerian Dalam Negeri. Ia meminta izin pulang lebih cepat. "Sehari setelah ada kabar suaminya ditangkap, saya tak melihatnya lagi di kelas atau apartemen," ujar seorang anggota rombongan. Airin melewatkan kuliah di Chicago University untuk belajar tentang keuangan daerah.

Kamis dua pekan lalu, seminggu setelah Wawan menghuni ruang tahanan komisi antikorupsi di Kuningan, Jakarta Selatan, Airin datang mengunjunginya. Ia tak berucap banyak. Kata dia, "Menurut saya, Pak Wawan tak bersalah."

Bagja Hidayat, Maria Hasugian, Reza Aditya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus