KEKURANGAN pangan'? Kelaparan? Silang-siur jawaban orang.
Namun pertanyaan itu sedang hidup sebagai akibat hama wereng
melanda sawah rakyat di banyak daerah di Jawa dan musim kering
yang panjang tahun ini. Semula dikira hanya terjadi di Karawang,
tapi minggu lalu 18 kabupaten lainnya di Jawa Barat turut
meminta bantuan pangan, supaya diberi pula droping beras Bulog
atau Dolog. Ternyata cuma Cianjur dari semua 20 kabupaten di
Jabar ini yang belum terkena rawan pangan.
Di Jawa Tengah, Gubernur Soepardjo Roestam menjumpai juga
daerah rawan. Para pejabatnya sudah menumpuk cadangan pangan,
sedang Pemda-nya mempunyai dana Rp 100 juta guna menghadapi
kekurangan pangan. Terdapat juga anc.lman terhadap panen di
sana. Banyak penduduk di Boyolali, Sragen, Karanganyar, Wonogiri
dan Cilacap telah terkena busung lapar sejak tahun lalu.
Sekarang penyakit itu masih berjangkit tapi ini, menurut
gubernur bukan berarti ada bahaya kelaparan di Jateng. Ini
adalah soal "kekurangan gizi," kata Gubernur Soepardjo.
"Orang punya harta pun bisa kekurangan gizi, apalagi
penduduk pedesaan yang sedang menderita."
Pembantu TEMPO di Senarang, Metese Mulyono, minggu lalu
mengunjungi beberapa kabupaten Jateng yang menderita kekurangan
pangan itu. Laporannya:
Demak -- Pada musim paceklik seperti sekarang ini kaum lelaki
terus pergi kabur ke luar daerah ini a.l. ke Semarang dan
Jakarta. Mereka mengirim uang dari rantau. Maka bupati Winarno
pun lega karena katanya, "penduduk daerah kami tidak selalu
menunggu adanya bantuan pangan dari Pemda."
Boyolali -- Hanya kaum pria tentunya yang mencari rezeki di
rantau. Tapi para isteri di desa membolak-balik hasil panen
sorgum, jika masih ada. Bantuan beras cuma-cuma bisa diperoleh
hanya untuk satu-dua hari.
Kudus -- Karena menanam palawija, penduduk kabupaten ini tidak
terlalu kecewa. Persawahan dari kota Kudus ke kecamatan Undaan,
misalnya, tampak hijau dengan sorgum, jagung dan sayursayuran.
Jika menanam padi, mungkin mereka lebih menderita. Kudus tidak
luput dari kekeringan meski tidak seberat tetangganya Demak dan
Pati.
Kiamat
Berbeda dengan Kudus, Karawang di Jabar menolak diversifikasi
tanaman meskipun sudah berulangkali gagal dengan padi. "Sudah
empat kali panen (padi) gagal, kok baru sekarang diambil
tindakan?" anggota DPR Ny. Walandau dari F-PDI bertanya. Dia
meninjau Karawang minggu lalu dan kemudian dalam suatu interpiu
pers mengecam sikap Bupati setempat yang mengabaikan nasehat
DPRD ketika hama wereng melanda pertama kali. Kalau panen
berikutnya masih gagal, Ny. Walandau selanjutnya mengutip
Residen Abubakar dari Purwakarta, "itu berarti kiamat bagi
Karawang."
Diversifikasi tanaman itu rupanya sudah dianjurkan oleh Institut
Pertanian Bogor (IPB) empat tahun lalu. Sejumlah gurubesar IPB,
termasuk Rektor Prof. Dr ir A M Satari, minggu lalu meninjau
pula ke Karawangdan menjumpai betapa rekomendasi IPB tidak
dilaksanakan. Meskipun begitu, Karawang tetap menarik bagi
kalangan IPB untuk dijadikan bahan studi. Ratusan mahasiswanya,
menurut Rektor Satari, ingin dikirim ke Karawang.
Bahwa panen padi akan gagal lagi di Karawang, kini sudah
diketahui sedikitnya di 5 Kecamatan. Hama wereng menyerang
batang padi. Walaupun sekarang kelihatan batangnya berbuah, di
dalamnya kosong.
Pembantu TEMPO, Aris Amirris, melihat persawahan di sana minggu
lalu dijadikan tempat anak-anak main layanglayang. Aris
kebetulan berjumpa dengan Bupati Tata Suwanta Hadisaputra, 56,
selagi mengurus penyaluran bantuan pangan untuk penduduk
Kecamatan Pedes. "Susah, petani terlalu mengandalkan padi," kata
Bupati. Dia sudah melihat urgensi mendorong petani beralih ke
palawija. Untuk itu ia membutuhkan banyak tenaga penyuluh.
Jika begitu, kelestarian Karawang sebagai gudang beras akan
ditinggalkan. Nasib kabupaten itu kini dipandang paling
menderita dibanding banyak daerah lainnya yang diberitakan
kekuranganpangan. Tapi memang benar anggota DPR Rachmat
luljomiseno berkata minggu lalu: Pangan cukup. Yang tidak ada
ialah duit buat membeli beras. Beras memang banyak diimpor oleh
Bulog. Tapi musim kering yang panjang telah membuat para petani
kecil makin melarat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini