Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Dan 'Kepercayaan' Itu Ramai Dibahas

Rancangan gbhn dan p-4 masuk dalam sidang badan pekerja mpr. aliran kepercayaan mendapat reaksi keras dari kalangan islam.

22 Oktober 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

'ALIRAN kepercayaan' sekali lagi menjadi topik pembicaraan berbagai kalangan setelah masuknya rancangan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan rancangan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila dalam sidang Badan Pekerja MPR, 8 Oktober lalu. Dipisahkanya kata 'Agama' dan 'Keperayaan kepada Tuhan yang Mahaesa' dalam rancangan itu rupanya mengundang reaksi keras. terutama dari kalangan Islam. "Ketuhanan Yang Mahaesa ialah merupakan inti dari penghayatan keagamaan. Dengan demikian Ketuhanan YME tidak dapat dipisahkan dari agama itu sendiri, sebab tidak ada agama tanpa Ketuhanan YME dan tidak ada ketuhanan YME tanpa agama," demikian Chumaidi Syarif Romas. Ketua Umum HMI, mewakili organisasi Mahasiswa/ Pelajar/Pemuda Islam dalaml acara dengar pendapa dengan Fraksi Persatuan Pembangunan awal pekan lalu. Bagi kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar Islam ini di samping masalah 'aliran kepercayaan' masalah dicantumkannya pembinaan generasi muda dalam wadah KNPT tak luput juga menjadi sorotan mereka. "Sistim pemhinaan generasi muda yang diarahkan dari atas akan mengarahkan satu bentuk keluatan monolitis yang nantinya menjurus ke sistim otoriter, kata mereka. Oleh karena itu mereka menuntut agar pembinaan itu tidak hanya dalam satu wadah tapi juga memberikan kesempatan kepada organsasi kepemudaan untuk membina diri dengan mengembangkan kreatifitas serta sifat-sifat independensi masing-masing. Dua masalah ini: 'aliran kepercavaan' dan KNPI tampaknya menjadi baan pembahasan yang akan meramaikan masa-masa persidangan Badan Pekerja MPR. Sehari setelah dengan pendapat dengan generasi muda Islam, FPP juga mengadakan dengar pendapat dengan Majelis Ulama. "Majelis Ulama menyatakan menolak 'aliran kepercayaan' dimasukkan dalam GHN karena tidah hanya bertentangan dengan Pancasila bahkan menimpang dari makna pasal 29 ayat 2 UUD 45, katanya Hamka, ketua umum Majelis itu. Bahkan lebih jauh lagi Hamka yang hari itu tampak bersemangat menyatakan pula. "Majelis Ulama juga menghendaki rancangan Pedoman penghayatan dan Pengamalan Pancasila dicabut saja karena Pancasila dalam UUD '45 sudah cukup jelas. Baik untuk dihayati maupun untuk dilaksanakan." Tertutup Tak hanya dengan Majelis Ulama, FPP dalam acara dengar pendapatnya juga menemui tokoh Proklamator Bung Hatta. Dalam pertemuan pertam, 13 oktober lalu, Dr. Hatta memheri penjelasan tentang pengertian 'Kepercayaan' yang dicantumkan dalam pasal 29 ayat 2 UUD'45. Menurut Hatta, 'kepercayaan' dalam pasal tersebut maksudnya adalah agama. Dengan kata lain: "Maksudnya adalah kepercayaan kepada agama." Ironis juga di tengah malapetaka kekurangan makan yang melanda berbagai desa, elite politik - Indonesia bersibuk membahas diterima atau tidaknya 'aliran kepercayaan' dalam GBHN. Mungkin itu sebabnya Nuddin Lubis berkata: "Soal perataan pendapatan juga akan jadi pokok perhatian kami dalam menyusun GBHN." Tapi menurut ketua fraksi PP itu, masalah dimasukkannya aliran kepercayaan menjadi setaraf dengan agama tak bisa dibiarkan begitu saja. "Ini sudah menyangkut aqidah (materi keimanan)", katanya. Jusuf Hasjim dari fraksi PP, menanggapi dirumuskannya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, beranggapan "sebenarnya kalau mau dipakai kan lebih baik hasil Panitia 5 yang diketuai Bung Hatta. Atau sekaligus rumusan yang tertuang dalam pidato Bung Karno 1 Juni 1945." Kedua sumber ini menurut Jusuf, "lebih dekat dan lebih jernih, karena lahir dari mereka yang langsung terlibat pada proses lahirnya Pancasila itu." Namun di tengah gigihnya maka pengumpulan pendapat dari FPP - terutama yang menyangkut masalah 'aliran kepercayaan' fraksi lain seperti fraksi Karya tampak secara intensif membahas rancangan-rancangan ini dalam suatu pertemuan tertutup di Wisma Kartika Chandra di Jakarta, JI. Jenderal Gatot Subroto. Sementara itu fraksi PDI baru akan membicarakan rancangan ini di luar fraksi. "Kami sedang mempersiapkan diskusi dengan kalangan muda dan tokoh masyarakat." Kata Sabam Sirait, wakil ketua fraksi PDI. Berbeda dengan FPP, maka fraksi PDI rupanya akan lebih menekankan pembahasannya pada masalah demokrasi. Dan salah satu pokok yang mungkin akan cukup ramai jadi pembahasan adalah yang menyangkut Hak-hak Azasi manusia. "Kami akan memperjuangkan agar Hak-hak Azasi manusia yang tercantum dalam deklarasi PBB dapat dikukuhkan berlakunya melalui TAP MPR," kata TAM Simatupang, wakil ketua Badan Pekerja MPR.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus