KASUS Isnaeni ternyata berbuntut juga. Pekan lalu, tepat
sehingga setelah pemilihan pimpinan DPR/MPR, tiba-tiba Marsoesi
(43) muncul di Jakarta ia adalah ketua DPD PDI Jawa Timur yang
tahun lalu gagal dibekukan oleh DPP PDI. Seperti sudah diatur,
selama tiga hari di Jakarta, ia sempat bicara dengan pers di
restoran Ria Loka Senayan - diantar olehl Mh. Isnaeni.
Marsoesi berseru agar Usep, Saban Sirait dan da Costa
(calon-calon PDI untuk wakil ketua DPR/MPR) mengundurkan diri
dan memberi kesempata kepada pimpinan DPR/MPR untuk bekerja. Ia
juga mendesak segera diselengarakannya Kongres Luar Biasa PDI
"untuk merombak DPP, mengakhiri situasi konflik dan kembali
bersatu menghayati fusi." Ia pun mendukung Isnaeni.
Kongres yang ia sarankan dilangsungkan di Jawa Timur itu,
katanya aka menelan biaya sekitar Rp 100 jua. Da mana uang
sebanyak itu? Di hotel Ma eopolo, Jakarta tempat ia menginap.
Marsoesi hanya tertawa menjawab pertanyaan itu. Menurutnya,
konflik dalam tubuh PDI sekarang ini "sudah semrawut dan
parah." Apalagi, katanya, ada orang DPP yang "memperjuangkan
mission yang bertentangan dengan Pancasila." Yang ia maksud
adalah TAM Simatupang, yang beberapa hari sebelumnya pernah
menyarankan agar Declaration of Human Rights (Deklarasi Hak
Azasi Manusia PBB) "dapat dikukuhkan berlakunya melalui TAP
MPR." Lalu Marsoesi juga menuding ketua umum DPP PDI Prof.
Sanusi Hardjadinata. "Meskipun pernah menjadi Menteri Dalam
Negeri dan Gubernur Jawa Barat, tapi ia tidak punya pengalaman
memimpin partai. Ia tak punya pengaruh," katanya.
Tentang Prof. Usep Ranuwijaya? "Dialah yang tahun lalu berusaha
menggeser saya dari kepemimpinan DPD PDI Jawa Timur," kata
Marsoesi. "Akhir bulan Mei lalu usaha itu masih juga ia coba
dengan menemui Pangdam Jawa Timur," tarnbahnya. Mendengar suara
Marsoesi seperti itu -- juga dukungan atas Isnaeni dari DPD PDI
Jakarta Usep menjelaskan duduk soalnya.
Ia menilai 'gerakan' yang dilancarkan oleh beberapa oknum DPD
Jakarta dan Jatim itu ' hanya bikinan, dan tidak dilandasi oleh
legalitas partai." Itu tak berarti bahwa Usep tak setuju adanya
kongres. Lebih dari Marsoesi yang mellgharapkan kongres bisa
kembali mempersatukan, Usep menginginkan adanya kristalisasi,
"sebagai perombakan dari bawah." Tapi kongres tak bisa hanya
diusulkan oleh DPD seperti keinginan Marsoesi. "Yang berhak
adalah cabang-cabang," tambah Usep.
Daftar Hitam
Celakanya, menurut Marsoesi, selama ini belum ada pedoman untuk
menyelenggarakan konperensi cabang. "Dan inilah salah satu
kelemahan DPP," katanya. Tentang ini, Usep ada mengharapkan
goodwill dari daerah dan esbang untuk merancang pedoman
tersebut. Terlambatnya penyusunan rancangan pedoman konperensi
cabang itu, kata Usep "biasanya karena ada yang merongrong."
Ketua Fraksi PDI di DPR ini juga membantah ia pernah berusaha
menjatuhkan seseorang seperti Marsoesi dari kepemimpinan PDI.
"Itu bohong besar. Selama hal itu tidak bisa dibuktikan, itu
merupakan isapan jempol" katanya jengkel. Tentang penurunan
nama Marsoesi dari daftar calon anggota DPRD, "itu wewenang
DPP, bukan perbuatan saya." Meski begitu, Marsoesi ydng mengaku
"bebas dari tekanan mana pun" masih saja menyoroti Usep.
Menurut Marsoesi, ada 10 orang (antara lain Achmad
Sukamladidjaja, Djon Pakan, Abdul Madjid, Anjar Siswoyo) di
antara 29 anggota DPP yang tidak mendukung Usep sebagai calon
wakil ketua DPR/MPR. Bahkan katanya juga terjadi manipulasi pada
formulir paket usul hingga terjadi angka 26 bagi Usep. Maka Usep
pun menjawab: "Saya ingin agar orang yang mengalakan itu tetap
mengakuinya, agar dapat dituntut di dengan pengadilan. Itu
fitnah besar."
Sampai minggu lalu Usep masih menganggap ada ketidakjujuran
dalam pengangkatan Isnaeni. "Saya merasa kedaulatan PDI
diinjak-injak," katanya. Apalagi setelah tawaran PDI berupa 12
nama anggota DPP lainnya sebagai calon Wakil Ketua DPR juga
ditolak. Maksud PDI mengajukan calon dari orang DPP adalah
"untuk memudahkan komando. Dan menurut sejarahnya, pimpinan
DPR/MPR lari unsur partai selalu orang DPP ."
Menyadari mungkin pribadinya tidak disukai, Usep berkata: "Kalau
misalnya saya dianggap anti Dwifungsi ABRI, OKlah. Tapi
janganlah 12 orang DPP lainnya juga masuk black list (daftar
hitam)." Mengaku sebagai "demokrat" yang akan berjuang memerangi
"unsur anti demokrasi " Usep mengingatkan bahwa setiap kekuatan
sosial politik seperti PPP, Golkar dan ABRI bisa memperjuangkan
aspirasinya. "Tapi mengapa PDI tidak?" tanyanya.
Adakah kericuhan dalam partai kecil yang tampaknya semakin tajam
ini, akan bisa terselesaikan lewat Kongres Luar Biasa? Itu akan
terjawab, kalau saja ada lampu hijau untuk berkongres. Tapi
banyak orang merasa skeptis, termasuk orang PDI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini