Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JIKA Rancangan Undang-Undang (RUU) Imigrasi disetujui DPR, Indonesia bakal punya ratusan atase imigrasi lagi di seantero bumi. Tetapi, rencana penambahan jumlah atase imigrasi itu keburu dihadang Komisi I dan Panitia Anggaran DPR RI. Penambahan itu dinilai menghambur-hamburkan uang negara. ”Wong yang ada saja enggak ada kerjaannya,” kata Joko Susilo, anggota Komisi I.
Panitia Anggaran DPR masih memperdebatkan soal penambahan jumlah atase itu, Jumat dua pekan lalu. Soalnya, dalam RUU Imigrasi yang pembahasannya akan dilanjutkan Agustus ini, Dewan melihat banyak kejanggalan. Dalam pasal 5, misalnya, disebutkan di setiap perwakilan RI di luar negeri terdapat tugas dan fungsi keimigrasian yang dijabat pejabat imigrasi.
Dengan pasal itu, Komisi I menilai nantinya di semua perwakilan RI di luar negeri harus ditempatkan atase imigrasi. Jika RUU ini diloloskan, Joko menghitung, ratusan miliar uang negara akan habis untuk membayar atase imigrasi beserta sejumlah asisten dan staf lokalnya.
Tanpa menambah atase baru pun, sebetulnya anggaran Departemen Luar Negeri tahun ini mencapai Rp 4,1 triliun. Sekitar 88,1 persen anggaran itu untuk mengongkosi 673 diplomat di luar negeri, dan hanya 11,9 persen untuk diplomat di dalam negeri. Beban sebesar itu, sekitar Rp 600 miliar, di antaranya untuk mengongkosi 198 atase dari sejumlah departemen.
Departemen Luar Negeri, seperti dikatakan Staf Ahli Menteri Bidang Manajemen Departemen Luar Negeri, Triyono Wibowo, sebetulnya sejak tiga tahun lalu telah melakukan perampingan organisasi, termasuk mengurangi diplomat yang bertugas di luar negeri. Dia memberi contoh, sejak 2003, secara bertahap jumlah 673 diplomat di luar negeri akan dikurangi hingga menjadi 243 diplomat pada akhir 2008. Namun, langkah efisiensi yang dirintis Menteri Luar Negeri Nur Hassan Wirajuda itu tak semulus yang diharapkan.
Setidaknya, anggaran Departemen Luar Negeri tahun depan justru naik menjadi Rp 4,2 triliun. Kenaikan itu tak lain akibat rencana penambahan jumlah atase teknis dan atase pertahanan dari Departemen Pertahanan.
Dari data yang sampai ke meja Komisi I, Departemen Luar Negeri menerima permintaan penambahan 44 atase baru. Usulan itu terbanyak dari Departemen Kehakiman dan HAM (11 atase), disusul Kepolisian RI (10 atase). Dengan usulan itu, nantinya Departemen Kehakiman dan HAM akan menempatkan pejabat dari Direktorat Jenderal Imigrasi sebagai atase imigrasi di sejumlah negara.
Penempatan pejabat diplomatik, termasuk atase, merujuk pada Undang-Undang No. 37/1999 (tentang Hubungan Luar Negeri), seyogianya wewenang Departemen Luar Negeri. Usulan penempatan disampaikan kepada Departemen Luar Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. ”Menlu menyetujui jika sesuai misi dan kebutuhan perwakilan di luar negeri,” kata Triyono.
Namun, tak jarang Departemen Luar Negeri tak mampu menolak atase hasil titipan. Penempatan atase imigrasi di Guangzhou, Cina, tahun ini, misalnya. Kepala Konsulat Jenderal RI di sana akhirnya meluluskan penempatan atase imigrasi di Guangzhou karena pihak imigrasi mempersulit pengiriman blangko visa ke KJRI Guangzhou. ”Itu termasuk menghambat pelayanan masyarakat,” kata Joko.
Tuduhan itu dibantah Direktur Jenderal Imigrasi Departemen Hukum dan HAM, Iman Santoso. ”Jangan asal ngomong,” kata Iman. Menurut dia, pihaknya mengirimkan blangko visa tepat waktu. Iman juga menolak tuduhan Direktorat Imigrasi memaksakan menempatkan pejabat imigrasi di setiap kantor perwakilan RI. ”Kita hanya mengajukan di sembilan perwakilan,” katanya.
Menurut Iman, dari sembilan yang diusulkan itu, pihaknya kemudian hanya mengusulkan penempatan delapan atase baru, yaitu di Seoul, New Delhi, Cape Town, Kairo, London, New York, Buenos Aires, dan Guangzhou. Baru di Guangzhou yang sudah disetujui tahun ini. Menurut dia, penempatan atase di sejumlah negara itu dimaksudkan untuk membangun sistem data keimigrasian.
Dengan memiliki sistem data keimigrasian, pihaknya bisa memantau keluarmasuknya orang asing di Indonesia. Selama ini, kata Iman, hanya sebagian kecil data visa yang dikeluarkan pejabat konsuler perwakilan luar negeri yang dilaporkan ke imigrasi. Karena itu, ia berharap, dengan adanya sistem informasi itu, semua visa yang dikeluarkan perwakilan RI otomatis datanya terkirim ke imigrasi dan bisa terpantau di seluruh bandara di Indonesia. ”Jangan nanti kebobolan orang asing, kita yang disalahkan,” ujarnya.
Tetapi, bagi Joko Susilo, alasan itu terkesan mengada-ada. Menurut dia, pembuatan sistem jaringan informasi imigrasi tidak harus dengan menempatkan pejabat imigrasi di luar negeri. ”Sistemnya saja dibuat. Yang menjalankan biar petugas konsuler,” kata anggota Dewan dari PAN ini. Cara yang sama juga dilakukan Kedutaan Amerika Serikat, dengan mengembangkan sistem informasi keimigrasian tanpa harus menempatkan pejabat imigrasi di suatu negara.
Menurut Joko, jika Pasal 5 RUU Imigrasi diloloskan, ada kesan Direktorat Jenderal Imigrasi ingin menempatkan orang sebanyak-banyaknya di luar negeri. Menurut dia, sebelum mengajukan usulan atase baru, Direktorat Jenderal Imigrasi juga telah menempatkan 22 atase imigrasi dan asisten atase imigrasi di 16 negara. Tugas utama mereka melayani pemberian visa, yang semestinya bisa ditangani bidang counsellor perwakilan RI.
Permintaan ”jatah” atase bukan hanya monopoli Direktorat Jenderal Imigrasi. Selain Departemen Pertahanan dan Badan Intelijen Negara (BIN), Departemen Perdagangan dan Kepolisian RI juga menempatkan atasenya di sejumlah negara.
Departemen Perdagangan saat ini mempunyai 25 atase. Penempatan ini, kata Sekjen Departemen Perdagangan, Hatanto Reksodipoetro, harus melewati seleksi ketat. ”Mereka dari pejabat eselon III,” katanya.
Meski bukan dari bagian atase pertahanan, Polri juga menempatkan sembilan atase di berbagai negara, termasuk di Malaysia, Thailand, dan Papua Nugini. Tahun ini Polri mengusulkan menambah sepuluh atase untuk Dili, Timor Leste; Port Moresby, Papua Nugini; dan Washington DC, Amerika Serikat.
Seberapa penting Polri mempunyai atase di suatu negara? ”Akan saya cari dulu informasinya,” kata Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Polisi Aryanto Budihardjo, kepada Mochamad Nafi dari Tempo.
Penempatan atase dan pegawai di luar negeri sering tak jelas alasannya. Departemen Agama, misalnya, tahun lalu mengusulkan penempatan semua penghulu di tiap KBRI. Karena melihat banyak yang mubazir, Joko mengusulkan agar 168 atase yang ada saat ini dikurangi menjadi separuhnya. ”Biar negara tidak bangkrut,” kata mantan wartawan yang pernah tinggal lama di London, Inggris, itu.
Zed Abidien, Maria Ulfah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo