Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PLANG bertulisan “Dewan Pimpinan Wilayah Partai Keadilan Sejahtera” yang terpacak di depan rumah bercat hitam dan kuning di Jalan Tukad Yeh Ho, Denpasar, Bali, kini tiada. Pada Kamis pekan lalu, yang tersisa hanyalah empat tiang penyangganya.
Pagar rumah terkunci rapat. Tak ada tanda-tanda penghuninya berada di dalam. Padahal, sebelumnya, markas Dewan Pimpinan Wilayah PKS Bali ini ramai dengan kegiatan partai. Bekas Ketua PKS Bali, Mu-djiono, mengatakan kantor tersebut kosong setelah dia dan sejumlah pengurus lain mengundurkan diri pada akhir September lalu. “Papannya kami copot setelah kami mundur. Sekarang kantor itu dikosongkan saja,” ujar Mudjiono, Rabu pekan lalu.
Rumah itu sempat menjadi rebutan antara pengurus PKS yang mundur dan pengurus baru. Dalam akta kepemilikan, kata Mudjiono, namanya tercatat sebagai pemilik bangunan. Menurut dia, kantor itu dibangun dengan keringat para pengurus yang mundur. Akhirnya, pengurus anyar hengkang dari sana dan menggunakan rumah Ketua PKS Bali pengganti Mudjiono, Hilmun Nabi, sebagai sekretariat.
Perebutan aset di Bali merupakan buntut dari pemecatan kader PKS di daerah oleh pengurus PKS pusat. Sehari sebelum Mudjiono menyatakan mundur, ia dan lima pengurus lain diberhentikan tanpa alasan. Proses pemberhentian itu, menurut Mu-djiono, di luar prosedur karena dilakukan secara sepihak oleh pengurus pusat. Pada 27 September lalu, Mudjiono hanya menerima pesan WhatsApp dari seorang pengurus yang menyatakan sudah ada ke-pengurusan baru.
Tak terima dicopot, Mudjiono memilih mundur sehari kemudian. Ia mengklaim ada seratusan kader PKS di Bali yang -mengikutinya. Pengunduran diri ramai-ramai itu disertai aksi melepas jaket berlambang padi dan bulan sabit di kantor PKS Bali di Jalan Tukad Yeh Ho pada 28 September lalu.
Menurut Mudjiono, ia disingkirkan pengurus pusat yang dipimpin Presiden PKS Sohibul Iman karena dianggap dekat dengan Anis Matta, pendahulu Sohibul. Sejak terpilih sebagai Presiden PKS pada 2015, Sohibul disebut meminggirkan orang-orang Anis Matta, baik di pusat maupun di daerah. Mudjiono menyangka penyingkiran tersebut bagian dari konflik “Osan-Osin” di PKS yang muncul sejak pergantian kepeng-urusan pada 2015.
Saat itu, Sohibul Iman terpilih sebagai Presiden PKS menggantikan Anis. Adapun Salim Segaf menjadi Ketua Majelis Syura menggeser Hilmi Aminuddin, yang sudah sepuluh tahun duduk di posisi tersebut. Sejak itu, muncul faksi “Osan” dan “Osin”.
Istilah tersebut tertera dalam dokumen berjudul Mewaspadai Gerakan Mengkudeta PKS yang beredar terbatas. “Osan” merupakan singkatan dari “orang sana”, yang merujuk pada kubu Anis, yang bermarkas di kawasan Kuningan, Jakarta. Adapun “Osin” kependekan dari “orang sini” alias kepengurusan Sohibul, yang berkantor di Jalan T.B. Simatupang, Jakarta.
Setelah mundur dari kepengurusan atau dipecat oleh pusat, mereka bergabung dengan organisasi Gerakan Arah Baru Indonesia (Garbi) yang dibentuk Anis Matta. Dalam dokumen Mewaspadai Gerakan Mengkudeta PKS, kelompok tersebut mula-mula diidentifikasi sebagai Arah Baru Ikhwan. Deklarasi Garbi di Bali dilakukan pada awal Oktober lalu di Lapangan Barat Monumen Bajra Sandhi, Denpasar, yang dihadiri ratusan pendukung. Mudjiono didaulat sebagai penasihat Garbi Bali.
Setelah di Bali, Garbi terbentuk di Sumatera Selatan pada 14 Oktober lalu. Deklarasi itu dihadiri Fahri Hamzah dan beberapa pegawai negeri sipil Sumatera Selatan. Menurut mantan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah PKS Sumatera Selatan Erza Saladin, dari 12 ribu kader di Sumatera Selatan, hampir 50 persen bergabung dengan Garbi. “Tapi saya meyakini jumlahnya akan terus bertambah dan menyasar semua lapisan masyarakat,” ujar Erza.
Erza bernasib sama dengan Mudjiono. Ia dipecat melalui pesan WhatsApp pada April lalu oleh pengurus pusat. Erza mengaku tak mengetahui alasan pencopotannya. Tapi, kata dia, semua kader yang terafiliasi ke Anis diberangus. Selain memecat pengurus wilayah, pengurus pusat meminta kader yang ingin maju sebagai calon anggota legislatif meneken surat penyataan pengunduran diri tanpa tanggal, yang diartikan Erza dan kawan-kawan bahwa mereka bakal diberhentikan sewaktu-waktu.
Di Sulawesi Selatan, pembentukan Garbi tak lepas dari peran langsung Anis Matta. Menurut Taslim Tamang, bekas Sekretaris PKS Sulawesi Selatan, beberapa hari sebelum Garbi Sulawesi Selatan dibentuk pada awal September lalu, sejumlah kader dari berbagai daerah yang dipecat berkumpul di Jakarta bersama Anis di sebuah rumah di kawasan Jakarta Selatan. Pertemuan tersebut menyepakati pembentukan Garbi. Sepulang dari Jakarta, Taslim dan kawan-kawan segera mendaftarkan Garbi sebagai organisasi kemasyarakatan.
Sejak itu pula Garbi bergulir di sejumlah wilayah lain. Di Sumatera Utara, ketuanya Wakil Wali Kota Binjai Timbas Tarigan. Di DKI Jakarta, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Sutriyono, didapuk sebagai ketua. Sutriyono mengatakan Garbi akan menggelar konsolidasi nasional tak lama lagi. “November ini rencananya.”
Pejabat teras PKS pusat tak ambil pusing dengan banyaknya kader di daerah yang pindah haluan. Ketua Dewan Pengurus Pusat PKS Mardani Ali Sera mengatakan kader PKS yang hengkang hanya sekitar lima persen. “Kami berfokus pada pemenangan untuk di DPR dan pilpres saja,” ujarnya.
Presiden PKS Sohibul Iman menyatakan menghormati keputusan kader yang keluar dari PKS. Tapi dia meminta mereka yang hengkang tak membuat kegaduhan. “Kalau baik, jangan gaduh. Jangan memaksa,” ucapnya.
Terbelahnya PKS tak luput dari pantauan kubu pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Di Sulawesi Selatan, misalnya, pengurus NasDem, partai pendukung Jokowi-Ma’ruf, mengajak pengurus Garbi setempat mendukung pasangan nomor 01 dalam pemilihan presiden 2019 itu.
Pendeklarasian Gerakan Arah Baru Indonesia Bali di Kota Denpasar, 6 Oktober 2018. -ANTARA
Ketua NasDem Sulawesi Selatan Rusdi Masse mengatakan telah bertemu dengan Ketua Garbi Sulawesi Selatan Syamsari Kitta di kantor NasDem tiga pekan lalu. Kepada Syamsari, Rusdi menyatakan setuju terhadap ide soal arah baru Indonesia yang dicetuskan Anis Matta. Bahkan Rusdi mengaku telah bergabung dengan Garbi. “Ini kan ormas, jadi siapa pun bisa ikut,” ujar Rusdi.
Syamsari, yang menjabat Bupati Takalar, mengakui adanya ajakan dari Rusdi. Tapi, kata Syamsari, Garbi belum menentukan arah dukungan politik.
Di Jakarta, partai penyokong Jokowi-Ma’ruf dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menjalin komunikasi dengan pentolan Garbi, Fahri Hamzah. Politikus PKS yang juga inisiator Garbi, Mahfudz Siddiq, menyebutkan Fahri Hamzah pernah bertemu dengan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto. “Lebih ke hubungan pertemanan,” ujarnya. Anis dan Fahri juga, kata Mahfudz, pernah bertemu dengan Prabowo di Kertanegara, kediaman keluarga Prabowo di Jakarta.
Fahri Hamzah tak membantah atau membenarkan cerita Mahfudz. Fahri mengatakan memang banyak yang menanyakan dia bakal mendukung siapa. “Saya bilang saya masih ada tugas dengan teman-teman di PKS, termasuk bergerak membangun kekuatan baru,” ujarnya. Adapun Hasto Kristiyanto menyiratkan telah berbicara dengan Fahri. “Sekalipun sikap politik sering berbeda, dalam perbedaan komunikasi tetap jalan.”
ROFIQI (BALI), DIDIT HARIYADI (MAKASSAR), DEVY ERNIS, CHRISTY
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo