MUTU buku bacaan untuk siswa SD diragukan. Menurut Yayasan Buku
Utama (YBU), tidak ada yang pantas diberi hadiah. YBU baru saja
untuk pertama kali menilai buku bacaan SD (penerbitan 1981).
Kenapa tidak ada yang menang? "Kebanyakan mempunyai kalimat
panjang-panjang, kurang cocok untuk anak-anak." kata Ketua Juri,
I)r Satiall ajono. Anggota juri lain menyatakan kelemahan
tampak terutama pada jalan cerita yang tidak urut, sedang isi
cerita banyak mengandung hal yang kebetulan.
Bila itu benar, memang menyedihkan. Sebab minat baca anak-anak
sedang meningkat. Perpustakaan di lantai II Taman Ismail
Marzuki, misalnya, tiap hari dikunjungi sekitar 150 anak,
berusia 6-15 tahun. Di hari libur lebih banyak lagi. Di Toko
Buku Gunung Agung, Jakarta, bagian yang paling dipadati
pengunjung adalah tempat bacaan anak-anak. Juga Perpustakaan
Balai Pustaka di lantai IV Pusat Perdagangan Senen, selalu ramai
dikunjungi anak-anak.
Bacaan anak-anak yang ideal, kata Ny. Satiah Sajono pula, "ialah
yang menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan isi cerita
mengandung unsur edukatif, juga moral." Memang ada buku bacaan
anak-anak kini yang memenuhi syarat itu, menurut ibu yang belum
lama meraih doktor di IKIP Jakarta itu. Tapi "cerita yang
memberikan kesan kok mulai berkurang." Ia membandingkannya
dengan bacaan anak-anak yang kini boleh dikata menjadi klasik:
Petualangan Tom Sawyer, Pondok Paman Tom, (keduanya
terjemahan), Kawan Bergelut dan Si Jamin dan Si Johan.
Tentang kurangnya kesan itu Arswendo Atmowiloto setuju. Pemimpin
Redaksi majalah Hai itu juga menulis cerita anak-anak, dan baru
saja jadi pemenang YBU untuk buku fiksi 1981 (lihat Buku).
Telah ada Inpres buku bacaan anakanak sejak 1973. Ada segi
positifnya, ada pula segi negatifnya. "Lantas bermunculan
nama-nama yang tidak dikenal dengan tulisan yang tergolong kelas
tiga. Dengan masuk Inpres, buku mereka dicetak banyak, dan
mereka mendapat pula bak uang," kata Arswendo, penulis buku
serial Keluarga Cemara, cerita anak-anaknya yang terbaik.
Tapi Arswendo berpendapat buku Perjalanan Bersabaja karangan
Soekanto S.A. sepantasnya terpilih oleh YBU. "Buku itu bagus
sekali, benar-benar diolah untuk anak-anak dengan data yang
benar," tambahnya. Bila kriterianya tidak hanya isi dan gaya
cerita, tapi juga perwajahan buku, ia bisa mengerti. Gambar
kulit, tipografi, bentuk buku sering diabaikan.
Sementara itu ada penelitian perihal buku bacaan SD yang
dilakukan IKIP Yogyakarta, Juli sampai November tahun lalu.
Penelitian itu antara lain menjumpai banyak hal yang dimasukkan
dalam bacaan anak-anak, untuk merangsang pembentukan pribadi
mereka. Seperti nilai religius, sosial, dan nilai kasih sayang.
Hanya mengambil sampel yang ada di perpustakaan delapan SD di
Yogyakarta, kalangan IKIP itu memilih 20 buku yang terbanyak
dibaca para Siswa.
Beberapa hal yang disimpulkannya menarik. Misalnya, Drs. Suminto
A. Sayuti, 26 tahun, seorang dosen yang ikut dalam penelitian
tersebut menyayangkan "banyaknya titipan pesan yang ada dalam
buku bacaan anak-anak sekarang." Maksudnya, buku-buku yang
terlalu memberi petuah mana yang buruk, mana yang baik, mana
yang patut dicontoh, mana yang tidak. "Itu akan mengurangi
kreativitas anak-anak," katanya.
Tentang itu Arswendo pun sependapat. Banyak hal yang bersifat
pesan, katanya, "seperti cerita anak-anak yang sukses membentuk
koperasi, tanpa susah payah, dan kemudian mendapat hadiah dari
pak lurah", bisa dibaca dalam buku bacaan anak-anak kini. Cerita
seperti itu memang jauh bedanya bila dibandingkan dengan bacaan
yang kini digemari di Perpustakaan Anak-anak TIM. Buku yang
digemari di situ antara lain serial Imung, Kiki dan Komplotannya
dan beberapa buku terjemahan: seri Rumah Kecil karya Laura
Ingals (yang difilmserikan untuk televisi dan pernah diputar
TVRI) dan serial Lima Sekawan.
Benar, dalam buku-buku yang digemari ini ditokohkan anak-anak
yang lasak, cerdas, inovatif, suka berpetuaang, bisa membuat
suasana kelas menjadi semarak.
Yus Rusamsi, seorang direktur di PT Dunia Pustaka Jaya, juga
pengarang cerita anak-anak, berkata: "Bacaan anak-anak yang
ideal itu yang juga bisa dibaca orang dewasa. Seperti Tom
Sawyer dan Pinokio." Dan siapa pun tahu tokoh Tom Sawyer suka
menipu bibinya, suka mencuri kue dari lemari, suka membohongi
teman-temannya. Tapi dialah jagoan yang bila bermain selalu
menang, berani membela temannya yang tidak bersalah, penuh
imajinasi dan sebetulnya cerdas.
Cermin betapa anak-anak menyukai hal yang bebas, tidak penuh
larangan ini-itu, diceritakan Sarwoko, Kepala SD Ungaran I,
Yogyakarta. Dulu, ceritanya, siswa yang mau meminjamnya harus
berhubungan dengan guru pembimbing. Tak seorang pun anak yang
berminat meminjam. Sementara Sarwoko mengetahui di antara
muridnya berlangsung pinjam-meminjam buku.
Kemudian kepala sekolah itu membuat ruang perpustakaan. Para
siswa dipersilakan mengambil buku sendiri. Ajaib, semua buku
yang ada telah pernah dipinjam dan dibaca para siswa. "Jadi
anak-anak itu tidak suka terhadap hal-hal yang formal,"
tuturnya. "Lihat saja sekarang, mereka lebih suka bersantai di
lantai daripada duduk membaca di kursi."
Minat baca anak-anak kini memang meningkat. Banyak bacaan yang
bermutu berupa terjemahan. "Tentu lebih baik bila diimbangi
dengan buku karangan pengarang kita sendiri," kata Suminto dosen
IKIP Yogya itu. "Bukan mustahil bila tanpa imbangan itu,
anak-anak cenderung mengabaikan lingkungan sendiri."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini