Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Reka Ulang Mengulik Peran Para Tersangka

Penyidik Polri menggelar rekonstruksi kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Reka ulang untuk memperjelas peran masing-masing pelaku dalam kasus pembunuhan Yosua.

31 Agustus 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Mantan Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo beserta istri Putri Candrawathi saat mengikuti rekonstruksi kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J atau Yosua Hutabarat di rumah dinasnya di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta, 30 Agustus 2022. TEMPO/Febri Angga Palguna

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Polisi menggelar rekonstruksi kasus pembunuhan Brigadir Yosua.

  • Kelima tersangka merekonstruksi 78 rangkaian adegan kasus pembunuhan tersebut.

  • Tersangka yang merasa tidak melakukan adegan itu boleh mengajukan keberatan.

JAKARTA – Penyidik Badan Reserse Kriminal Mabes Polri menggelar rekonstruksi kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Lima tersangka pembunuhan, yakni Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Brigadir Kepala Ricky Rizal, Kuat Ma’ruf, dan Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu, diminta memperagakan 78 rangkaian adegan pembunuhan terhadap Brigadir Yosua.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri, Brigadir Jenderal Andi Rian Djajadi, mengatakan rekonstruksi ini diperlukan untuk memperjelas peran masing-masing pelaku dalam kasus pembunuhan Yosua. Ini merupakan mekanisme standar sebagai upaya tim penyidik melengkapi berkas perkara para tersangka. “Dalam SOP (prosedur operasional standar) rekonstruksi, pihak tersangka yang merasa tidak melakukan adegan itu boleh mengajukan keberatan,” ujar Andi di Jakarta, Selasa, 30 Agustus lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia mencontohkan, jika seorang tersangka menepis tuduhan, dia harus dapat memberikan sanggahan melalui rekonstruksi versi si tersangka. Bila tersangka lain enggan mengikuti adegan tersebut, kepolisian menyiapkan pemeran pengganti. Sebaliknya, polisi juga menyiapkan pemeran pengganti bagi saksi yang merasa adegan dari tersangka tidak sesuai dengan fakta.

Mantan Kepala Divisi Propam, Inspektur Jenderal Ferdy Sambo (rompi), mengikuti rekonstruksi kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat di rumah dinasnya, di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta, 30 Agustus 2022. TEMPO/Febri Angga Palguna

Dalam kesempatan tersebut, Andi juga sempat menjelaskan ihwal munculnya barang bukti pisau di tempat kejadian perkara. Menurut dia, pisau itu ditemukan dalam rangkaian peristiwa di Magelang, Jawa Tengah. Pisau tersebut merupakan milik Kuat Ma’ruf, asisten rumah tangga Ferdy Sambo, yang turut menjadi tersangka kasus pembunuhan berencana  terhadap Brigadir Yosua.

Ferdy Sambo sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka utama dalam pembunuhan terhadap Brigadir Yosua di rumah dinasnya, di Kompleks Polri Duren Tiga, pada Jumat, 8 Juli lalu. Bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri itu dibantu istrinya, Putri Candrawathi, bersama dua ajudannya, yakni Brigadir Kepala Ricky Rizal dan Bharada Richard Eliezer. Kuat Ma’ruf juga terseret karena ikut membantu Ferdy Sambo mengeksekusi Yosua.

Konstruksi Perkara dalam Surat Dakwaan

Kelima tersangka kasus pembunuhan Brigadir Yosua dijerat dengan pasal pembunuhan berencana sesuai dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hanya Bharada Richard Eliezer yang tidak dijerat dengan Pasal 340 KUHP. Berkas perkara mereka lantas dikirim ke Kejaksaan Agung untuk proses pelimpahan sebelum akhirnya ke pengadilan. Tim jaksa peneliti mengembalikan berkas tersebut dan meminta polisi melengkapi kekurangan.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Fadil Zumhana, dalam keterangannya pada Senin, 29 Agustus lalu, mengatakan berkas perkara atas nama Ferdy Sambo, Ricky Rizal, Richard Eliezer, dan Kuat Ma’ruf dikembalikan ke penyidik kepolisian karena belum lengkap. “Harus ada yang diperjelas oleh penyidik tentang anatomi kasusnya, tentang kesesuaian alat bukti,” ujar Fadil.

Sumber Tempo di Kejaksaan Agung menyebutkan status pemberkasan masih P18—kode formulir perkara yang menjelaskan bahwa berkas perkara belum lengkap. Menurut sumber ini, berkas perkara empat tersangka sebenarnya memenuhi syarat pembuktian karena sudah ada dua alat bukti, bahkan ada pengakuan dari si tersangka.

Namun jaksa harus menyiapkan dan membangun konstruksi perkara atau anatomi kasus yang akan dituangkan dalam surat dakwaan. Karena itu, perlu kesesuaian alat bukti untuk membangun konstruksi perkara. Istilahnya, anatomi perkara yang dibangun harus sesuai dengan alat bukti yang ada. Karena itu, jaksa meminta penyidik kepolisian menggelar rekonstruksi perkara terhadap peran kelima tersangka. Hal kedua, menurut sumber ini, rekonstruksi diperlukan untuk memastikan motif pembunuhan. Dalam surat dakwaan, motif menjadi penting sebagai bagian dari konstruksi perkara.

Dia juga sempat menceritakan permintaan rekonstruksi setelah tim jaksa peneliti menggelar rapat pada pekan lalu. Tim jaksa melapor kepada Fadil Zumhana dan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin ihwal berkas perkara yang belum lengkap dan perlunya kesesuaian alat bukti, walaupun sudah ada pengakuan dari tersangka. Selepas rapat tersebut, jaksa peneliti memberi petunjuk agar polisi segera menggelar rekonstruksi.

Sumber ini juga menceritakan ihwal potensi dakwaan menggunakan Pasal 340 subsider 338 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP. Menurut dia, dengan mencantumkan jeratan penyertaan yang sesuai dengan Pasal 55 dan 56 KUHP, unsur berencana sudah terpenuhi. Sebab, ada keterlibatan orang lain dalam pembunuhan tersebut.

Ketika nanti berkas dilimpahkan ke pengadilan, Kejaksaan Agung juga menyiapkan sidang yang dibuat semi-terbuka dan tertutup. Bila saksi yang dihadirkan menyangkut persoalan sensitif, sidang akan digelar tertutup untuk umum. Sebaliknya, bila saksi yang bicara berhubungan dengan pembunuhan, sidang akan dibuat terbuka untuk umum. Namun semua itu bergantung pada majelis hakim yang akan menilai sidang. 

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, tak berkomentar banyak ketika menjawab permintaan konfirmasi Tempo ihwal kendala-kendala yang dihadapi jaksa dalam mengusut perkara pembunuhan Brigadir Yosua. Dia mengatakan berkas perkara masih diteliti oleh jaksa penuntut umum. “Nanti penuntut umum yang menyaksikan langsung dan meneliti berkas perkara. Mereka yang lebih tahu,” ujarnya.

Adapun Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo, mengatakan rekonstruksi yang mereka gelar kemarin membutuhkan waktu lebih dari 7,5 jam dengan memerankan 78 adegan. Puluhan adegan dibagi ke dalam tiga lokasi, yakni rumah Magelang 16 adegan, rumah Saguling III 35 adegan, dan rumah dinas Kompleks Polri Duren Tiga sebanyak 27 adegan. “Kami juga menghadirkan para pihak. Ada pengacara tersangka, komisioner Komnas HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia), Kompolnas (Komisi Kepolisian Nasional), dan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban),” kata Dedi.

Reka ulang pembunuhan Brigadir Yosua.

Pelibatan berbagai pihak tersebut merupakan bagian dari komitmen Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang menghendaki transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengusutan kasus pembunuhan Yosua. Persoalannya, sempat terjadi insiden pengusiran tim kuasa hukum keluarga Brigadir Yosua yang hadir di lokasi kejadian. “Yang wajib hadir dalam proses reka ulang atau rekonstruksi adalah penyidik, jaksa penuntut umum (JPU), juga para tersangka dan saksi beserta kuasa hukumnya,” kata Andi.

Anggota Komnas HAM, Choirul Anam, mengapresiasi cara kepolisian menyusun rekonstruksi. Terutama ketika polisi mengakomodasi masing-masing pengakuan para tersangka dan saksi kunci dalam setiap adegan pembunuhan. “Ada perbedaan pengakuan antara A dan B, tapi masing-masing pengakuannya diuji, dikasih kesempatan juga oleh penyidik untuk melaksanakan rekonstruksinya,” ucap Anam.

Menurut dia, polisi memberikan ruang seluas-luasnya kepada para tersangka untuk melakukan pembelaan melalui proses rekonstruksi. Cara ini, kata Anam, efektif untuk mengungkap kasus pembunuhan Brigadir Yosua menjadi jelas dan terang sehingga masing-masing keterangan diuji secara mendalam. “Jika nanti masih ditemukan perbedaan keterangan, akan diuji melalui mekanisme di pengadilan,” kata Anam.

AVIT HIDAYAT | EKA YUDHA | SUKMA LOPPIES
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Avit Hidayat

Avit Hidayat

Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo sejak 2015 dan sehari-hari bekerja di Desk Nasional Koran Tempo. Ia banyak terlibat dalam penelitian dan peliputan yang berkaitan dengan ekonomi-politik di bidang sumber daya alam serta isu-isu kemanusiaan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus