Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia mengatakan, pemilihan kepala daerah atau pilkada 2024 terasa seperti pemilihan kepala desa (pilkades). Hal ini karena dalam Pilkada banyak pihak yang saling menyalahkan. Bahkan, menuduh sejumlah institusi melakukan intervensi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dari kajian partai Golkar. Ada suara muncul. Ini pilkada rasa pilkades," kata Bahlil dalam pidato politiknya pada Puncak Perayaan HUT ke-60 Partai Golkar di Sentul International Convention Center (SICC), Kamis, 12 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bahlil mulanya menyinggung mahalnya biaya yang dikeluarkan untuk Pilkada. Setelah selesai, Bahlil mengatakan, muncul pihak yang saling menyalahkan. Ada yang merasa bersih dan ada yang menuduh pihak lain kotor dalam Pilkada.
"Ada juga yang membawa institusi a dan b ikut intervensi," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia ini.
Bahlil menilai, seharusnya tidak perlu menyalahkan satu sama lain. Menurut Bahlil, bila Pilkada salah itu salah semua pihak. Pun bila benar merupakan kebenaran semua pihak.
"Apalagi hampir semua partai politik besar pernah berada dalam kekuasaan. Ilmunya sama-sama tahu. Cuma ada yang pergi dan ada yang keluar," kata Bahlil.
Dalam keadaan itu, Bahlil meragukan keinginan bangsa untuk menciptakan demokrasi. Ia pun menyinggung Pilkada kali ini seperti pilkades.
"Apakah demokrasi seperti ini yang kita inginkan? Kalau ini yang mau dipertahankan. Mau jadi apa demokrasi ini," kata Bahlil.
Karena itu, Bahlil mengatakan, Golkar akan mencoba membuat formula untuk merumuskan sistem politik rakyat dengan tujuan cita-cita proklamasi. Bagi Bahlil, demokrasi bukan tujuan, melainkan instrumen untuk mensejahterakan rakyat.
Tempo Edisi 6 Desember melaporkan adanya dugaan mobilisasi TNI dan Polri untuk memenangkan salah satu kandidat. Direktur Lokataru Delpedro Marhaen melaporkan, pihaknya menemukan tujuh kasus dugaan pengerahan aparat Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian RI. Misalnya Lokataru menemukan dugaan keterlibatan petinggi Kepolisian Resor Keerom dalam pilkada Papua 2024.
Petinggi itu diduga menginstruksikan petugas pengamanan tempat pemungutan suara (TPS) mendukung salah satu kandidat dalam pilkada Papua. Lokataru mendapat rekaman pertemuan tiga petinggi Polres Keerom yang meminta petugas pengamanan TPS mendukung salah satu calon. Pertemuan itu dilakukan di Distrik Arso, Kabupaten Keerom, Papua, 22 November 2024.
Peristiwa tersebut menjadi salah satu sorotan dalam pelaksanaan pilkada 2024 yang digelar serentak pada 27 November 2024 di 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Selain di Papua, dugaan pengerahan anggota TNI dan Polri untuk memenangkan salah satu kandidat terjadi di Jawa Tengah. Majalah Tempo edisi 10 November 2024 melaporkan bahwa kepala desa di sejumlah daerah di Jawa Tengah diduga ditekan kepolisian dengan ancaman kasus hukum yang berhubungan dengan dana desa dan dana bantuan provinsi.
Para kepala desa diminta membuat alat peraga kampanye untuk mendukung pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen. Kepala desa yang tidak menurut mendapat panggilan polres setempat untuk wawancara klarifikasi perkara. Dua kepala desa memenuhi undangan itu, tapi lagi-lagi ada permintaan untuk mendukung Luthfi.
Ribut Hari Wibowo, yang menggantikan Luthfi sebagai Kepala Polda Jawa Tengah, tak mau menjawab pertanyaan Tempo ketika dihubungi pada 8 November 2024. Ia mempersilakan Tempo datang ke Jawa Tengah dan melihat keadaan di sana. "Nanti datang, lihat, dan rasakan atmosfernya. Saya enggak akan mengarahkan," ujarnya.
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Hariyanto menyatakan lembaganya netral dalam pilkada 2024. Sebab, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia mengatur bahwa prajurit harus netral dalam kehidupan politik. Mereka tidak boleh melibatkan diri dalam kegiatan politik praktis.
Tempo sudah meminta konfirmasi kepada Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho. Namun ia tak merespons pesan Tempo.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengklaim telah memerintahkan bawahannya di daerah menjaga netralitas dalam pilkada serentak 2024. Sigit mengakui masalah netralitas Korps Bhayangkara pasti disorot di tengah pelaksanaan pilkada serentak tahun ini.
"Karena itu, semua personel harus berhati-hati terhadap isu netralitas karena menyangkut kredibilitas di lapangan," tuturnya kepada Tempo melalui jawaban tertulis, Ahad, 10 November 2024.