POT bunga di jalanan bukan lagi drum bekas. Bendera merah-putih
sudah pada nongol. Gubuk-gubuk liar pada dibabat. Spanduk dan
gapura ramai mencorong, seperti puluhan neng geulis berlebaran.
Hanya tak lupa pesan sponsornya. Sebuah spanduk di alun-alun
misalnya berbunyi: "Selamat HUT KAA ke-25." Tapi yang lebih
terlihat ialah merk dagang SANYO.
Bandung memang tak bisa kembali ke seperempat abad yang lampau,
dalam menyambut "HUT KAA ke-25" (yang terjemahannya ialah: Hari
Ulang Tahun Konperensi Asia-Afrika ke-25) pekan ini. Tapi
panitia setempat nampak bersungguh-sungguh menyiapkan diri --
biarpun acara yang akan terselenggara cuma berlangsung 3 jam
(mulai 11.00 pagi).
Dan biarpun acara ini sederhana saja. Dari biaya yang Rp 200
juta, sebanyak Rp 150 juta habis dipakai buat pemugaran Gedung
Merdeka, yang dulu jadi tempat bersejarah itu. Makan siang bagi
tamu yang diperkirakan 1000 orang -- terdiri dari pejabat dan
para dutabesar -- tak ada. Hotel harus dibayar sendiri. Untuk
transpor dalam kota saja disediakan bis, sebanyak 20.
Kesederhanaan memang ciri Asia-Afrika, begitulah kata orang
sekarang -- meskipun 25 tahun yang lalu Konperensi di Bandung
itu bisa dianggap megah. Setidaknya, meskipun solidaritas
Asia-Afrika sejak sehabis 1955 agak berantakan, Konperensi
Bandung sudah masuk buku sejarah. Juga cukup membekas dalam
kenangan banyak politisi dan intelektual Indonesia yang ikut
mengalaminya.
"Ditunggangi"
Tak heran bila di luar panitia pusat yang ditangani pemerintah,
ada panitia dari kalangan masyarakat untuk ikut bikin
peringatan. Pemrakarsanya adalah sejumlah tokoh, antara lain
Manai Sophian, pemimpin PNI dulu dan bekas Dutabesar di Uni
Soviet, Frans Seda, pemimpin Partai Katolik yang kini juga
anggota Dewan Pertimbangan Agun, Ny. Supeni, bekas Dutabesar
Keliling yang diangkat Bung Karno, Ny. Walandouw, anggota DPR
dari Fraksi PDI dan Let.Jen. Mokoginta, bekas dutabesar di
Mesir.
Mereka ini kemudian membentuk panitia, yang diketuai Manai
Sophian. Sekretarisnya ialah Karna Radjasa, Wakil Rektor
Universitas 17 Agustus, putra tokoh Konperensi Asia-Afrika Ali
Sastroamidjojo. Karna Radjasa tahun lalu juga pernah
menyelenggarakan acara Triwindu Konperensi A-A -- jadi cukup
berpengalaman.
Tapi acara swasta untuk hari Kamis itu pekan lalu tiba-tiba
dinyatakan batal. Panitia sendiri rupanya yang memutuskan untuk
tak meneruskannya. Alasannya tak jelas -- atau setengah jelas.
Pagi harinya, menurut Karna Radjasa kepada TEMPO, mendadak ada
telepon dari Komando Daerah Kepolisian (Kodak) Jakarta Raya,
agar surat permohonan izin diperbarui. Sorenya ada telepon lagi:
Wakil Presiden Adam Malik berhalangan hadir.
Panitia jadi lemas, karena tak jelas kenapa semua itu terjadi.
Padahal, menurut Karna Radjasa, baik Adam Malik maupun Menteri
Luar Negeri Mochtar Kusumaatmadja disebut sebagai pelindung dan
ketua kehormatan panitia. Juga acara sudah diatur supaya jangan
berbenturan dengan yang diselenggarakan dl Bandung.
Tapi apa lacur sebuah sumber meneyebutkan ada sejumlah pemuda
yang merencanakan "menunggangi" acara resepsi di Gedung Joang,
dengan bikin "pernyataan politik" di depan Wakil Presiden. Bagi
mereka ini kenangan masa lalu nampaknya tak penting. Maklum,
belum tua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini