Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat suara azan asar berkumandang, Putri, 8 tahun, bergegas menuju Masjid Baiturrahmi di Pasir Ulak Karang, Kota Padang, Sumatera Barat. Memakai baju kurung putih dengan rok panjang hitam plus jilbab putih, Jumat pekan lalu siswa kelas dua Sekolah Dasar Negeri 08 Ulak Karang ini bergabung dengan teman sebayanya untuk belajar baca-tulis Al-Quran.
Gairah mengaji memang sedang melanda Kota Padang. Setidaknya, Madrasah Diniyah Awaliyah Darul Hikmah, di kompleks Masjid Baiturrahmi, tempat Putri menimba ilmu agama, telah satu tahun ini menjadi harapan para orang tua agar anak-anak mereka menguasai ilmu membaca dan menulis Al-Quran.
Saat ini Madrasah Diniyah Awaliyah menampung 84 siswa sekolah dasar, mulai kelas satu sampai enam. Mereka belajar dalam empat kelas yang dilengkapi papan tulis, kursi, dan meja belajar dari kayu. Setiap hari mereka diasuh empat ustad untuk belajar membaca dan menulis Al-Quran. ”Mereka juga diajari sejarah Islam,” kata Jamaris, salah satu ustad Darul Hikmah.
Semangat anak-anak SD belajar Al-Quran tak lain karena diberlakukannya Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2003 tentang Kepandaian Membaca dan Menulis Al-Quran Siswa SD dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Kota Padang. Bagi Sri Rahayu, orang tua Putri, ia sengaja memasukkan anaknya ke madrasah karena ada kewajiban siswa SD bisa baca Al-Quran. ”Agar nilai agamanya tidak jelek” kata Sri Rahayu, yang tinggal di Pasir Ulak Karang, sebuah perkampungan nelayan di Kota Padang.
Dengan diberlakukan Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2003, mulai tahun ini pendidikan membaca dan menulis Al-Quran adalah pelajaran wajib yang harus diikuti setiap siswa SD dan MI. ”Tapi tidak perlu katam Al-Quran,” kata Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kota Padang, Bambang Sutrisno.
Penilaian kemampuan membaca dan menulis Al-Quran dilakukan guru kelas dan guru agama tiap sekolah. ”Kalau nilai merah, dia tidak bisa diterima di SMP,” kata Bambang. Menurut dia, agar mampu membaca dan menulis Al-Quran, siswa juga diwajibkan belajar di taman pendidikan Al-Quran atau madrasah. ”Daripada anak-anak berkeliaran, kan lebih baik belajar agama,” kata Bambang kepada Tempo.
Adalah bekas Wali Kota Padang, Jueini Rais, yang menggagas lahirnya program wajib baca-tulis Al-Quran. Sejak tujuh tahun silam, Jueini telah mempersiapkan program ini dengan membuat program SD plus, yaitu SD yang mempunyai program pendidikan membaca dan menulis Al-Quran.
Untuk menyukseskan program itu, Pemerintah Kota Padang telah melatih guru agama dan mengirimkan para instruktur dari Sekolah Tinggi Ilmu Al-Quran ke sejumlah SD. Februari lalu, Wali Kota Padang Fauzi Bahar, pengganti Jueini Rais, juga menjadikan tahun ini sebagai pencanangan diberlakukannya Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2003.
Saat ini, kata Kepala Seksi Pendidikan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar Dinas Pendidikan Kota Padang, dari 462 SD, sudah 350 SD yang telah menjalankan program wajib baca-tulis Al-Quran. Tahun ini Pemerintah Kota Padang juga mengucurkan dana Rp 30 juta untuk menatar 150 guru agama dan penyediaan buku belajar Al-Quran.
Pemberlakuan wajib belajar Al-Quran bagi siswa SD dan siswa MI tersebut, menurut Fauzi Bahar, dimaksudkan agar warga Kota Padang terbebas dari buta aksara Al-Quran. ”Kita tidak hanya mengisi otak mereka, tapi juga mengisi dada mereka dengan keimanan,” kata Fauzi.
Wajib membaca dan menulis Al-Quran bagi siswa SD tersebut, kata Fauzi, juga aktualisasi adat Minang, adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah—adat berpedoman pada syariah, syariah berpedoman ke kitab Allah. ”Ini pelaksanaan adat untuk kembali ke surau,” kata Fauzi.
Kata Fauzi, saat ini banyak masyarakat Padang yang buta aksara Al-Quran. Tahun lalu, misalnya, ada seribu dari 5.833 pasangan pengantin di Padang yang tidak bisa baca-tulis Al-Quran saat dinikahkan. ”Jika hal itu dibiarkan, sulit melahirkan generasi muda yang cerdas dan berakhlak mulia,” kata Fauzi.
Itulah sebabnya, Fauzi bertekad, peraturan daerah wajib bisa baca Al-Quran itu nanti akan diterapkan bagi pasangan yang hendak menikah. Di depan penghulu, mereka akan diminta membaca Al-Quran. Jika tidak bisa, pernikahan mereka bisa tidak dicatatkan.
Di lapangan, pelaksanaan wajib pandai membaca dan menulis Al-Quran nyaris tanpa hambatan. Sebab, kata Dahlius Dahlan, Kepala Sekolah Dasar 47 Karong Gadang, pelaksanaan program wajib baca-tulis Al-Quran tersebut hanya mengganti pelajaran muatan lokal Tulis Arab Melayu dengan muatan lokal Baca-Tulis Al-Quran.
Untuk mempraktekkan pelajaran tersebut, sekolahnya pernah kecipratan proyek SD plus berupa bantuan buku dan instruktur dari Pemerintah Kota Padang. Sayangnya, bimbingan untuk 50 siswa tersebut hanya berjalan satu kali dari tiga kali pertemuan yang dijadwalkan.
Selain dibantu instruktur, kata Dahlius, setiap pagi siswa kelas empat sampai kelas enam diwajibkan menghafalkan surat-surat pendek Al-Quran seperti An-Nas atau surat Al-Ikhlas. Pihaknya juga memberi tambahan dua jam pelajaran belajar Al-Quran selama sepekan seperti yang diwajibkan di peraturan daerah. ”Saya jamin siswa bisa menulis dan membaca Al-Quran,” katanya.
Bukti kelancaran baca-tulis Al-Quran siswa itu nantinya harus dicantumkan di daftar nilai ujian akhir sekolah (UAS). Selain menambah jam pelajaran, peraturan wajib belajar Al-Quran tersebut juga mengharuskan siswa belajar Al-Quran di lembaga pendidikan Al-Quran.
Sedangkan siswa yang akan melanjutkan ke SMP atau Madrasah Tsanawiyah (MTs) juga diwajibkan mengantongi ijazah kelulusan membaca dan menulis Al-Quran dari lembaga pendidikan Al-Quran, semacam taman pendidikan Al-Quran atau madrasah, yang telah diakreditasi Departemen Agama.
Dari berbagai kewajiban ini, sejumlah pasal di Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2003 terkesan saling tumpang tindih. Akibatnya, guru kebingungan tentang ”keabsahan” bukti kemampuan membaca Al-Quran para siswa, misalnya apakah cukup dengan menunjukkan ijazah sekolah atau ijazah dari lembaga pendidikan Al-Quran. ”Saya masih bingung,” kata Dahlius.
Walau guru masih bingung, peraturan wajib belajar Al-Quran di Padang juga mengilhami Kabupaten Padang Pariaman untuk menerbitkan peraturan serupa. Oktober lalu, pemerintah dan DPRD Padang Pariaman telah meminta ulama setempat agar mempelajari rancangan peraturan tersebut. Nantinya, wajib belajar Al-Quran ini akan diberlakukan kepada siswa SD, SMP, hingga calon pengantin yang akan menikah.
Ide wajib belajar Al-Quran di Padang Pariaman muncul dari DPRD setelah mereka bertemu dengan para ulama. ”Kami ingin mengaktualkan lagi kembali ke surau seperti yang dilakukan nagari pada masa lalu,” kata Ahyardi, Wakil Ketua DPRD Padang Pariaman.
Peraturan daerah wajib baca Al-Quran, kata Ahyardi, juga merupakan syarat agar pemerintah daerah mau mengeluarkan anggaran untuk memberikan gaji kepada guru mengaji di taman pendidikan Al-Quran. ”Jika perda ini disetujui, tahun depan guru mengaji bisa digaji pemerintah,” kata Ahyardi.
Zed Abidien, Febriyanti (Padang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo