Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Sejumlah lembaga pemantau pemilihan umum mengecam putusan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) di daerah yang meloloskan bekas narapidana korupsi sebagai bakal calon anggota legislatif. Hadar Nafis Gumay, pendiri Constitutional and Electoral Reform Center-salah satu anggota koalisi sipil untuk pemilu bersih-mengatakan putusan Ba-waslu tersebut merusak kualitas Pemilu 2019. "Kami mendesak Bawaslu mengoreksi putusan-putusan ini," kata dia ketika mendatangi kantor Bawaslu, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hadar mengatakan pu-tusan Bawaslu dan Panitia Pengawas Pemilu daerah mengabulkan gugatan bakal calon anggota legislatif eks koruptor keliru sekaligus melanggar kewenangan dan kode etik. Menurut dia, pengabulan tersebut bertentangan dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018. Ia mengingatkan, PKPU yang melarang bekas koruptor menjadi calon anggota legislatif tersebut masih berlaku.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini, sudah ada delapan bakal calon legislator yang dikabulkan gugatannya oleh Bawaslu daerah. Mereka adalah mantan narapidana korupsi yang akan maju dalam pemilihan calon anggota legislatif tingkat pusat maupun kabupaten dan kota. Anta-ra lain mantan Gubernur Aceh Abdullah Puteh dan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Muhammad Taufik.
Hadar melanjutkan, se-harusnya Bawaslu berpegang pada PKPU Nomor 20 Tahun 2018 dalam memutuskan gugatan para bakal calon anggota legislatif. Bawaslu, ujar dia, juga tak boleh menafsirkan sendiri PKPU yang telah diundangkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada Juli lalu. "Jika Bawaslu tak setuju peraturan ini, seharusnya mereka mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung," kata dia.
Sekretaris Jenderal Transparansi Internasional Indonesia, Dadang Trisasongko, menilai masuknya bakal calon legislator mantan narapidana korupsi berdampak buruk. Apalagi lembaga legislatif sejauh ini menjadi institusi yang memiliki sistem pengawasan antikorupsi lemah. "Mantan narapidana ko-rupsi kalau terpilih berpotensi melakukan perbuatan yang sama."
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Fadli Ramadani, me-ngatakan, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Bawaslu memiliki kewenangan untuk mengoreksi putusan Bawaslu di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Dia juga mendesak Bawaslu menggunakan kewenangan itu.
Dia mengingatkan Bawaslu tidak memiliki kewenangan menilai apakah PKPU larangan eks koruptor bertentangan dengan undang-undang. Selain itu, aturan larangan mantan narapidana korupsi menjadi calon anggota dewan tidak mungkin multitafsir. "Jangan sampai Bawaslu mendelegitimasi eksistensi PKPU," ujar dia.
Anggota Bawaslu, Rahmat Bagja, mengatakan akan menggelar rapat pleno terlebih dulu untuk membahas desakan upaya koreksi terhadap sejumlah putusan lembaganya di daerah. "Nanti kami lihat dulu dalil-dalil mereka seperti apa," kata dia. SYAFIUL HADI | DANANG FIRMANTO
Mantan Koruptor di Panggung Pemilu
Badan Pengawas Pemilihan Umum di sejumlah daerah mengabulkan gugatan bakal calon legislator dari mantan narapidana korupsi. Padahal pendaftaran mereka sebelumnya ditolak oleh KPU. Berikut ini profil mantan narapidana korupsi yang segera melenggang ke panggung pemilihan:
Muhammad Taufik (Bakal calon legislator DPRD DKI Jakarta)
- Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019.
- Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta.
- Divonis 1,5 tahun penjara karena terlibat korupsi pengadaan barang dan alat peraga Pemilu 2004 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 488 juta.
Abdulah Puteh (Bakal calon legislator DPD RI)
- Kader Partai Golkar Provinsi Aceh.
- Gubernur Aceh periode 2000-2004.
- Divonis 10 tahun penjara serta denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan karena terlibat korupsi pengadaan helikopter MI-2 yang merugikan negara Rp 10 miliar.
Syahrial Damapolii (Bakal calon legislator DPRD Sulawesi Utara)
- Kader Partai Golkar Provinsi Sulawesi Utara.
- Ketua DPRD Sulawesi Utara periode 2004-2009.
- Divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 50 juta karena terbukti terlibat korupsi anggaran penjualan Manado Beach Hotel yang merugikan keuangan negara Rp 11 miliar.
Joni Cornelius Tondok (Bakal calon legislator DPRD Toraja Utara)
- Kader Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia Tana Toraja.
- Mantan anggota DPRD Tana Toraja.
- Dihukum 2 tahun penjara karena terlibat korupsi dana pemberdayaan perempuan hingga pengadaan barang dan jasa di DPRD Tana Toraja pada 2002-2003 yang merugikan keuangan negara Rp 2,5 miliar.
Muhammad Nur Hasan (Bakal calon legislator DPRD Rembang)
- Ketua DPC Partai Hanura Kabupaten Rembang.
- Anggota DPRD Kabupaten Rembang periode 2009-2014.
- Divonis 1 tahun penjara karena terlibat kasus korupsi dana hibah pada 2013 yang merugikan keuangan negara Rp 40 juta.
Ramadhan Umasangaji (Bakal calon legislator DPRD Parepare)
- Kader Partai Perindo Kota Parepare, Sulawesi Selatan.
- Mantan Asisten II Sekretaris Daerah Kota Parepare.
- Divonis 1 tahun karena terbukti terlibat kasus pemberian dana tunjangan sewa rumah DPRD Parepare periode 2004-2009 yang mengakibatkan kerugian keuangan negara Rp 332 juta.
Andi Muttamar Mattotorang (Bakal calon legislator DPRD Bulukumba)
- Ketua Partai Berkarya Bulukumba, Sulawesi Selatan.
- Mantan Ketua DPRD Kabupaten Bulukumba.
- Divonis 1,5 tahun karena terbukti terlibat korupsi di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bulukumba pada 2003.
Abdul Salam (Bakal calon legislator DPRD Palopo)
- Kader Partai NasDem
DANANG FIRMANTO | SUMBER: BERBAGAI SUMBER
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo