KEDUA guru itu berpelukan di Pen~gadilan Negeri Probolinggo, Sabtu pekan lalu. Lantas mereka bergantian memeluk penasihat hukumnya. A.Y. Sudaryanto dan Y. Haryono, keduanya guru SMP Katolik Mater Dei, Probolinggo, Jaw Timur, hari itu divonis bebas oleh majelis hakim yang diketuai G.T. Erhansyah, S.H ia bebas dari jeratan Jaksa I Nyoman Sudana, S.H., yang memasang pasal 351 dan 353 KUHP - pasal tentang penganiayaan. Kedua guru itu tak terbukti menganiaya Ronny Agus Jaya, yang saat kejadian ini siswa SMP Mater Dei. Menurut hakim kedua pak guru itu hanya terbukti menampar Ronny masing-masing satu kali sebag~ai peringatan. Memang setelah kejadian itu Ronny dirawat beberapa lama di RS~ Probolinggo dan kemudian dipindahkan ke RSU Dr. Soetomo, Surabaya. ~Menurut keluarga Ronny, biaya yang dihabiskan untuk perawatan sekitar Rp 2 juta. Walaupun visum dokter RSU Dr. Soetomo menyatakan Ronny mengalami neoros~a, histeria, dan amnesia akibat penganiayaan hakim lebih berpegang pada visum yang dibuat dokter RSU Probolinggo. Di situ disebutkan, pusing yang diderita Ronny bukan karena dianiaya, melainkan karena tekanan jiwa. Sebelas saksi yang diajukan ke pengadilan juga tidak ada yang menguatkan terjadinya penganiayaan. Kepala sekolah itu, Suster Pauline, misalnya, tidak melihat Sudaryanto dan Haryono menganiaya Ronny. Bahkan ketika Pauline mengantar Ronny pulang, ia tidak melihat Ronny menunjukkan rasa sakit. Berdasarkan pertimbangan itulah hakim membebaskan kedua guru ini dari segala tuntutan, selain merehabilitasi nama mereka. "Saya hanya bisa mengucapkan syukur," kata Haryono dengan wajah suka cita. Ketika itu, 19 ~Maret 1987, Ronny yang duduk di kelas satu SMPK Mater Dei berangkat ke sekolah dalam kondisi tidak fit. Sejak pagi anak keluarga Bambang Sunaryo itu memang rada meriang. Di kelas ia sering merebahkan kepalanya di bangku, sementara teman-temannya asyik bercanda dan membuat keributan. Mendapatkan kelas itu gaduh, Sucipto, guru bahasa Inggris, membentak Ronny karena mengira anak ini yang jadi gara-gara. Romly kaget dan spontan ia berkata, "Dancuk." Sucipto berang dan ia meninggalkan kelas, melaporkan kelakuan Ronny pada guru BP (bimbingan penyuluhan). Ronny dipanggil ke ruangan guru BP. Di sinilah, kata Ronny, ia dihajar oleh Sudaryanto dan Haryono. Kata Ronny, seperti juga termuat dalam surat dakwaan jaksa, ia dipukul ~dan diinjak-injak. Akhirnya, ia ~diantar pulang oleh kepala sekolahnya. Romly memang mengalami perawatan panjang, 7 hari di RSU Probolinggo dan ~5 hari di RSU Dr. Soetomo~ ~Surabaya. Ia mengalami gegar otak rin~gan. Kasus ini semula akan didamaikan. Pihak ~SMP ~Mater-Dei terutama kedua guru tadi - ~yang mengulurkan cara damai. Namun ~Nyonya Bambang Sunaryo menolaknya dan nemilih melaporkan kasus anaknya itu ke ~polisi. Yang menarik, berkas yang disusun ~kejaksaan pernah ditolak Pengadilan Negeri Probolin~go karena dianggap tak memenuhi syarat. Kejaksaan banding dan Pengadilan tinggi Jawa Timur akhirnya memutuskan ~November lalu bahwa perkara itu bisa diperiksa Pengadilan Negeri Probolinggo. ~Sejak awal persidangan perkara ini mendapat ~perhatian besar. Terhadap putusan bebas itu, Jaksa Nyoman Sudana masih pikir-pikir, banding atau tidak. Tetapi Nyonya Bambang sudah menyatakan ketidakpuasannya. Anaknya, yang ini menjadi murid SMP Katolik Bethel, Suraba~ya, ~dinilainya pendiam dan tidak akal. Lepas dari vonis hakim itu, "tamparan peringatan ' untuk seorang siswa barangkali perlu direnungkan oleh seorang guru, layak atau tidak. Lebih-lebih guru BP.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini