Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Titi Anggraini mengecek sejumlah salinan dokumen formulir model C-hasil, lalu membandingkannya dengan data perolehan suara partai politik pada Pemilu 2024 yang diunggah di Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap). Hasil analisis pakar kepemiluan dari Universitas Indonesia itu mendapati adanya pola perpindahan suara yang janggal, khususnya perolehan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pola itu berupa pengurangan suara tidak sah di sejumlah tempat pemungutan suara pada formulir model C-hasil ketika diunggah di Sirekap. Pada saat yang sama, terjadi kenaikan perolehan suara signifikan PSI di aplikasi tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tipologi perpindahan suaranya bukan lagi kesalahan sistem atau aplikasi dalam membaca, melainkan sudah mengarah pada kesengajaan,” katanya, Senin, 4 Maret 2024.
Titi mengatakan kenaikan suara PSI ini belum dapat dikategorikan penggelembungan suara ketika KPU segera mengoreksinya. Kenaikan tersebut akan masuk kategori penggelembungan suara ketika data penambahan suara PSI di Sirekap sejalan dengan hasil rekapitulasi di tingkat panitia pemilihan kecamatan, yang disalin dalam formulir D-hasil kecamatan.
“Kita perlu membandingkan antara data angka yang ada di Sirekap dan dokumen D-hasil kecamatan. Kalau tidak ada perubahan, jelas sudah terjadi tindak pidana penggelembungan suara,” ujarnya.
Menurut Titi, meski penyelenggara pemilu mengoreksi pergeseran suara tidak sah ke suara partai politik tersebut, KPU tetap harus membuka kepada publik ihwal penyebab perpindahan suara itu. “Sebab, pergeseran suara yang memindahkan suara tidak sah ke suara partai ini bukan lagi sebagai suatu kesalahan sistem, melainkan kuat dugaan sebagai suatu kesengajaan.”
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep menyampaikan orasi politiknya saat kampanye di Malang, Jawa Timur, 1 Februari 2024. ANTARA/Irfan Sumanjaya
Forum IT Bandung—gabungan sejumlah pakar teknologi informasi dari berbagai kampus—juga menganalisis anomali lonjakan suara PSI di Sirekap. Hasil analisis mereka mendapati tiga periode anomali itu sejak 1 Maret lalu.
Mereka menemukan lonjakan suara PSI hingga mencapai 20 persen. Lonjakan suara PSI ini sangat tinggi dibanding suara berbagai partai politik lainnya. Tempo memperoleh dokumen kajian mereka, yang di dalamnya terdapat bukti perbandingan kenaikan suara PSI di Sirekap dan formulir model C-hasil. Mereka mengambil sampel di 33 TPS.
“Dari 33 contoh data TPS ini, seratus persen diduga perbuatan manusia. Hampir tidak mungkin itu kesalahan AI (artificial intelligence),” kata seorang anggota Forum IT Bandung.
Baca Juga:
Sejak Jumat lalu, perolehan suara PSI tiba-tiba naik signifikan di Sirekap. Kenaikan perolehan suara partai berlambang bunga mawar itu mencapai 3.375 dalam waktu satu jam pada periode 1 Maret 2024. Suara itu berasal dari 56 TPS. Kenaikan suara PSI ini setara dengan 20 persen, dengan asumsi satu TPS terdapat 300 suara.
Sesuai dengan data Sirekap per Senin malam kemarin, perolehan suara PSI secara nasional mencapai 2,4 juta atau setara dengan 3,13 persen. Lonjakan suara PSI yang sangat luar biasa ini berbeda jauh dengan hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei yang dirilis pada 14 Februari lalu, atau beberapa jam setelah pemungutan suara Pemilu 2024. Sesuai dengan hasil quick count sejumlah lembaga, perolehan suara PSI hanya 2,5-2,9 persen, dengan margin of error di bawah 1 persen.
Peneliti senior Populi Center, Usep Saepul Ahyar, memastikan hasil hitung cepat lembaganya ataupun lembaga survei lainnya tidak akan berbeda jauh dengan real count KPU. Ia mengatakan hasil real count KPU nantinya tetap berada dalam margin of error hasil hitung cepat berbagai lembaga survei.
“Hasil quick count dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah,” katanya.
Usep menjelaskan, hasil hitung cepat sesungguhnya berfungsi sebagai alat kontrol terhadap penghitungan suara secara berjenjang di KPU. Jadi, ketika perolehan suara peserta pemilu mengalami lonjakan luar biasa, patut diduga ada manipulasi suara. “Untuk memastikannya, lonjakan suara itu seharusnya diaudit,” katanya.
Anggota KPU Republik Indonesia, Idham Holik, membantah adanya penggelembungan suara PSI. ”Tidak ada penggelembungan suara,” katanya di Jakarta, Senin kemarin.
Ia mengatakan Sirekap hanya sebagai alat bantu penghitungan suara. Sedangkan perolehan suara peserta pemilu secara resmi tetap mengacu pada rekapitulasi secara berjenjang, dari tempat pemungutan suara, panitia pemilih kecamatan, KPU kabupaten-kota, KPU provinsi, hingga KPU RI.
Ketua DPP PSI Andre Vincent Wenas juga membantah adanya penggelembungan suara partainya. Ia menegaskan bahwa PSI mendukung pemilu bersih dari berbagai kecurangan.
Andre juga optimistis partainya akan lolos ambang batas parlemen, atau meraih suara nasional di atas 4 persen. “Proses penghitungan masih terus berlangsung. PSI tetap optimistis lolos,” tuturnya.
Baca Juga Infografiknya:
Presiden Joko Widodo berbincang dengan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep dan kader PSI saat melakukan pertemuan di kawasan Jalan Braga, Bandung, Jawa Barat, 3 Januari 2024. ANTARA/Hafidz Mubarak A
Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie berdalih bahwa penambahan suara partai saat KPU merekapitulasi adalah wajar. Ia pun mengingatkan agar semua pihak tidak tendensius dalam menyikapi penambahan suara partainya.
“Yang tidak wajar adalah apabila ada pihak-pihak yang mencoba menggiring opini dengan mempertanyakan hal tersebut,” katanya, Sabtu pekan lalu.
Salah Hitung di Sirekap Tak Reda
Idham Holik mengakui masih adanya kesalahan data dalam aplikasi Sirekap. Ia berdalih masalah Sirekap saat ini adalah adanya ketidakakuratan optical character recognition (OCR)—teknologi yang mengekstrak teks dari suatu gambar—dalam membaca foto formulir model C1-hasil Pemilu 2024.
"Di sini pentingnya peran aktif pengakses Sirekap untuk menyampaikan telah terjadi ketidakakuratan tersebut," katanya.
Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan sistem IT KPU ini sudah bermasalah sejak awal. Bahkan aplikasi Sirekap berkali-kali mengalami kesalahan sistem yang fatal. Misalnya OCR dan optical mark recognition (OMR)—proses pengumpulan data dari model tertentu—Sirekap salah membaca data.
“Karena itu, sistem IT KPU perlu dievaluasi dan diaudit lebih jauh,” katanya.
Menurut Heru, kesalahan sistem IT KPU tersebut seharusnya tidak terjadi karena KPU sudah menyiapkannya sejak awal. Jadi, ketika Sirekap terus bermasalah, kata dia, bisa saja muncul kecurigaan bahwa aplikasi itu memang didesain untuk menggelembungkan suara peserta pemilu tertentu. “Keraguan-raguan masyarakat inilah yang harus dijawab dengan baik,” ucapnya.
Pakar keamanan siber dan forensik digital dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, juga heran atas kesalahan data berulang yang ditampilkan di Sirekap. “Sistem Sirekap itu program. Jadi, kalau mau diperbaiki, ya, harus programmer-nya yang memperbaiki,” katanya.
Alfons mengatakan KPU mesti memastkan penyebab anomali lonjakan perolehan suara peserta pemilu di Sirekap. Langkah itu untuk memastikan adanya kesalahan sistem atau ada upaya manipulasi suara.
“Apakah memang benar atau tidak benar ada kesengajaan, itulah yang harus diinvestigasi,” katanya. “Kalau ada usaha melanggar hukum, ya, harus ditindak dengan serius.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Eka Yudha Saputra, Defara Dhanya, dan kantor berita Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.