Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Temuan dari autopsi ulang, ada empat luka tembak pada tubuh Brigadir Yosua.
Jaringan otak Yosua sudah tak berada di rongga kepala, melainkan dipindahkan ke rongga dada.
Kebiasaan dokter forensik di Indonesia adalah mengembalikan bagian otak ke rongga kepala setelah autopsi.
JAKARTA – Kuasa hukum keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Kamaruddin Simanjuntak, membeberkan temuan awal dari autopsi ulang jenazah Brigadir Yosua. Temuan awal tersebut semakin menguatkan kejanggalan kematian pemuda berusia 28 tahun tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kamaruddin memperoleh temuan awal itu dari dua orang perwakilan keluarga yang menjadi anggota tim autopsi ulang jenazah Yosua. Keduanya adalah Herlina Lubis, seorang magister di bidang kesehatan, dan Martina Aritonang. Kamaruddin mengatakan tim dokter menemukan empat luka tembak di tubuh Yosua, yaitu lubang di belakang kepala yang menembus ke hidung, di rahang kiri, dada kiri, dan di tangan kiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di samping luka tembak, ada juga luka lainnya yang belum dipastikan penyebabnya. “Ada luka di bawah kantung mata, bahu kanan, serta jari kelingking dan jari manis. Kenapa juga pergelangan tangan patah? Apakah karena peluru?" kata Kamaruddin, Senin, 1 Agustus 2022.
Ada juga luka pada lipatan paha kiri dan di pergelangan kaki Yosua. Kaki kanan Yosua juga tak lurus lagi. "Pada saat dilahirkan dan masuk polisi, kondisinya sempurna. Padahal yang mengalami kekerasan kan di kaki sebelah kiri. Harus ada penjelasan ilmiah soal ini," kata dia.
Informasi lain, kata Kamaruddin, jaringan otak Yosua sudah tak berada di rongga kepala saat diautopsi ulang. Jaringan otak yang sudah terbungkus plastik itu dipindahkan ke rongga dada. "Jadi, otak ada di dada. Apakah ini standar forensik? Saya enggak paham," kata dia.
Polisi mengangkat peti jenazah Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat saat upacara pelepasan secara kedinasan setelah autopsi ulang di Sungai Bahar, Muarojambi, Jambi, 27 Juli 2022. ANTARA/Wahdi Septiawan
Autopsi ulang terhadap jenazah Yosua berlangsung pada 27 Juli 2022. Autopsi ulang ini melibatkan sejumlah dokter forensik, termasuk perwakilan keluarga Yosua. Ada dua dokter dari perwakilan keluarga yang terlibat dalam proses autopsi ulang tersebut.
Proses autopsi ulang dilakukan untuk memastikan penyebab kematian Brigadir Yosua yang disebut-sebut terjadi di rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri (nonaktif), Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, yang berada di Kompleks Polri, Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan, pada Jumat, 8 Juli 2022.
Versi kepolisian, Yosua meninggal akibat baku tembak dengan Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E di rumah dinas Ferdy sekitar pukul 17.30 WIB. Saat konferensi pers pada 12 Juli lalu, kepolisian menyebutkan insiden baku tembak antara Yosua dan Eliezer terjadi di lantai satu rumah. Penyebabnya adalah Yosua disebut-sebut melecehkan Putri Chandrawathi, istri Ferdy, yang beristirahat di kamar lantai satu.
Eliezer, yang berada di lantai dua, mendengar teriakan minta tolong. Ia lantas bertanya kepada Yosua, tapi direspons dengan tembakan. Eliezer membalas tembakan tersebut. Yosua tewas tertembak dalam insiden ini. Sedangkan Eliezer sama sekali tak terluka. Polisi menyebutkan ada tujuh luka tembak yang masuk ke tubuh Yosua.
Pihak keluarga ragu akan versi kepolisian tersebut. Sebab, banyak luka di tubuh Yosua yang ditengarai bukan karena luka tembak. Pengacara keluarga menduga Yosua disiksa, lalu dibunuh. Dugaan pembunuhan berencana ini sudah dilaporkan ke Bareskrim Polri.
Kuasa hukum keluarga (almarhum) Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Johnson Panjaitan (tengah), memberi keterangan menjelang pelaksanaan autopsi di RSUD Sungai Bahar, Muarojambi, Jambi, 27 Juli 2022. ANTARA/Wahdi Septiawan
Dokter forensik Rumah Sakit Universitas Indonesia, Oktavinda Safitry, berpendapat, posisi bagian otak yang diletakkan tidak pada tempatnya ini bisa saja terjadi. Namun, ia menyebutkan, tak ada aturan baku mengenai hal tersebut.
Di luar negeri, misalnya, standar yang dilakukan biasanya adalah tidak mengembalikan bagian otak ke rongga kepala karena khawatir akan membuat bekas autopsi di kepala basah dan mengeluarkan cairan.
"Jadi, memang prosedur standarnya mereka masuk ke rongga dada atau perut. Biar cakep, karena kalau di luar, umumnya enggak langsung dikubur," kata Oktavinda, kemarin.
Di tempat Oktavinda bekerja, standar yang dilakukan adalah mengembalikan otak ke rongga kepala demi alasan etik. Langkah tersebut lumrah dilakukan di Indonesia. Tapi menempatkan bagian otak di rongga dada tidak berarti melanggar etik.
"Ketika teknisi memasukkan otak ke rongga perut karena terdesak waktu, misalnya karena korban harus segera dibawa. Sementara kalau harus sesuai rongga-rongga, kan agak ribet menjahitnya, takut malah ketinggalan pesawat. Maka tidak ada pelanggaran," ujar Oktavinda.
Ia menegaskan, langkah tersebut tidak akan mengubah laporan hasil autopsi secara umum. Pasalnya, proses mengembalikan bagian tubuh ke jenazah adalah proses terakhir yang dilakukan setelah pemeriksaan selesai. "Tak ada hubungannya sama interpretasi hasil," kata Oktavinda.
Tim forensik independen yang ditugaskan untuk mengautopsi ulang jenazah Yosua belum mau membuka hasil temuan mereka. Tim forensik menjanjikan hasil autopsi ulang akan diketahui sekitar empat minggu setelah autopsi.
Ketua tim forensik independen dari Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI), Ade Firmansyah Sugiharto, mengatakan pemeriksaan terhadap sampel-sampel jenazah Yosua masih dilakukan di laboratorium patologi anatomik di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta Pusat.
Hingga kemarin, tim sudah berhasil membuat slide mikroskopik untuk pemeriksaan. Slide ini merujuk pada sampel-sampel dari jenazah Brigadir Yosua yang disimpan dalam kaca preparat. "Saat ini sudah ada 45 slide. Masih mungkin bertambah bila diperlukan," kata Ade, kemarin.
EGI ADYATAMA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo