Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berpaling pada ’Doraemon’

Sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui hak angket Century. Panitia khusus bisa mendesak Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan membuka tujuh lapis rekening. Meski siap membantu, lembaga antipencucian uang itu menyatakan bukan lembaga yang serba bisa.

7 Desember 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lapangan Tenis Indoor, Gelanggang Olahraga Bung Karno, Senayan, Jakarta, mendadak senyap. Dua ribuan guru yang sedang menghadiri perayaan puncak Hari Guru Nasional, Selasa pagi pekan lalu, berhenti bertepuk tangan. Semula mereka riuh mendengar pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang berjanji akan menaikkan tunjangan guru Rp 250 ribu per bulan.

Tapi, saat Presiden menyinggung kasus Bank Century, di luar topik acara tersebut, para pendidik itu langsung terdiam. Presiden prihatin atas beredarnya isu dana penyelamatan Bank Century mengalir ke Partai Demokrat dan tim kampanyenya saat pemilihan umum tahun lalu. ”Berita itu seratus persen tidak benar. Itu fitnah,” katanya dengan suara bergetar. ”Berita itu tidak berlandaskan kebenaran dan sudah keterlaluan.” Saat bertemu dengan para pemimpin redaksi di Istana Negara, Ahad dua pekan lalu, Yudhoyono menyampaikan hal yang sama.

Pembuat heboh ini adalah Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera). Bendera menyebutkan lembaga pemilihan umum dan sejumlah politikus pendukung SBY-Boediono menerima cipratan aliran dana Century. Total jenderal, Komisi Pemilihan Umum dan para penyokong SBY ini menerima Rp 1,8 triliun dari total dana talangan Century sebesar Rp 6,7 triliun.

Bendera menyebutkan KPU menerima Rp 200 miliar, Lembaga Survei Indonesia Rp 50 miliar, kemudian Fox Indonesia Rp 200 miliar, dan Partai Demokrat Rp 700 miliar. Politikus Edhie Baskoro—Ibas, anak bungsu Yudhoyono—dituding menerima Rp 500 miliar, Hatta Rajasa (kini Menteri Koordinator Perekonomian) Rp 10 miliar, Djoko Suyanto (sekarang Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan) Rp 10 miliar, mantan juru bicara kepresidenan Andi Mallarangeng Rp 10 miliar, Rizal Mallarangeng dan Choel Mallarangeng, pemilik Fox, masing-masing Rp 10 miliar, dan pengusaha Hartati Murdaya Rp 100 miliar. Merasa difitnah, mereka melaporkan para aktivis Bendera ke polisi (lihat ”Semut yang Bikin Gatal Cikeas”).

Aksi para aktivis Bendera juga membuat repot Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Maklum saja, hasil temuan lembaga antipencucian uang ini jauh berbeda dengan yang disampaikan Bendera. Dalam jumpa pers yang digelar Selasa pekan lalu, Kepala PPATK Yunus Husein menegaskan belum memiliki informasi data individu penerima aliran dana Century seperti yang dilansir aktivis Bendera. Pusat Pelaporan juga tidak pernah memberikan informasi tersebut. ”Nama kami dicatut,” kata Yunus.

Lembaga antipencucian uang itu baru bisa menelisik lapis kesatu hingga ketiga dari 59 transaksi mencurigakan yang dilakukan 51 nasabah. Transaksi itu masuk kategori mencurigakan karena punya hubungan erat dengan Century. Nilai transaksi oleh 44 nasabah individu dan tujuh nasabah korporat itu mencapai Rp 149 miliar. Besaran setiap transaksinya Rp 39 juta hingga Rp 30-an miliar.

Nasabah korporat yang diketahui menarik dana antara lain PT Cipta Karya Husada Utama, senilai Rp 155 juta. Perusahaan ini punya hubungan erat dengan Robert Tantular, pemilik Century yang divonis hukuman empat tahun penjara. Selanjutnya, PT CIC Futures menarik uang Rp 1,6 miliar, Bank Perkreditan Rakyat Pangkal Pinang senilai Rp 2,38 miliar, dan PT Signature Capital Indonesia Rp 830 juta. Adapun individu yang menarik dananya antara lain Amirudin Rustan, pengusaha asal Makassar, senilai Rp 30,5 miliar. ”Dalam hasil audit investigasi BPK, beberapa nama itu tercantum,” kata sumber Tempo di Jakarta pekan lalu.

Lima puluh satu nasabah itu sebelumnya juga dicurigai oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Mereka menarik uang setelah Century mendapat fasilitas pendanaan jangka pendek Rp 689 miliar dari Bank Indonesia dan suntikan modal sementara Rp 6,7 triliun dari Lembaga Penjamin Simpanan. Bank sentral menyuntik Century pada 14 November dan 18 November 2008. Lembaga Penjamin menyuntik Century mulai 24 November 2008 hingga Juli 2009. Tapi, selama kurun waktu November 2008 sampai 10 Agustus 2009, para nasabah terkait Century ini telah menarik duit Rp 938 miliar. Dalam hasil audit investigasinya, Badan Pemeriksa Keuangan menyebutkan pencairan dana oleh nasabah ini melanggar aturan Bank Indonesia. Terlebih lagi, rekening para nasabah tersebut telah diblokir atas perintah bank sentral dan kepolisian.

Namun, sejauh ini, belum ada nama top individu dan perusahaan yang telah menarik dana dari Century. Sampai saat ini, kata Yunus, juga belum ditemukan aliran dana Century ke kantong partai politik, politikus, ataupun tim sukses calon presiden. Temuan ini sudah disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan.

Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan Firdaus Djaelani juga menjamin tak ada dana penyertaan modal sementara untuk Century yang diselewengkan ke partai politik. Duit yang keluar dari Century selama November-Desember 2008 hanya sekitar Rp 4 triliun. Perinciannya: Rp 2,2 triliun untuk membayar 8.280 nasabah kecil (simpanan di bawah Rp 2 miliar) dan Rp 1,8 triliun untuk membayar 328 nasabah besar. Sisa dana penyelamatan Rp 2 triliun disimpan dalam surat berharga negara untuk keperluan memenuhi rasio kecukupan modal (CAR) delapan persen.

Saat pencairan dana Rp 4 triliun itu, papar Firdaus, kebanyakan nasabah melakukannya dengan cara transfer dan kliring via real time gross settlement, dan hanya sedikit nasabah yang menarik tunai. Misalnya mentransfer dari Century ke rekening bank lain atau memindahkannya dari deposito ke giro. ”Pencairan dana oleh nasabah murni dari rekening satu ke rekening lainnya,” katanya kepada Tempo di Jakarta pekan lalu. ”Di situ clear tak ada nama partai. BPK juga tahu.”

Seandainya ada nasabah Century memindahkannya ke rekening di bank lain, lalu dana disalurkan ke partai tertentu, menurut dia, tak bisa disebut dana itu berasal dari Century. ”Itu kan campur dengan duit yang sudah ada di rekening bank lain,” ujarnya.

Menurut sumber Tempo, di antara nasabah besar yang menarik dana ada Budi Sampoerna, senilai Rp 300 miliar. Pencairan dilakukan tiga tahap. Pencairan pertama pada November 2008-Maret 2009 sebesar Rp 50 miliar. Lalu mantan presiden komisaris produsen rokok HM Sampoerna itu mencairkan depositonya pada April-Mei 2009 sebesar Rp 50 miliar, dan terakhir pada April-Juli 2009 sebesar Rp 200 miliar. Dana-dana itu dipindahkan ke Bank Mandiri, BCA, dan BRI.

Belum terungkapnya aliran dana Century hingga lapis ketujuh mengecewakan sejumlah anggota Dewan. Beberapa anggota parlemen merasa PPATK kurang bekerja optimal menelisik aliran dana Century. ”Saya menduga ada faktor X,” kata Bambang Soesatyo, anggota Komisi Hukum dari Partai Golkar, kepada Tempo di Jakarta pekan lalu.

Bambang mendesak PPATK membuka rekening nasabah Century di atas Rp 2 miliar pada periode November-Desember 2008. Dia juga meminta lembaga itu melakukan uji validasi rekening nasabah yang mengambil uang tunai miliaran rupiah pada periode November 2008 sampai April 2009 atau menjelang pemilihan umum. ”Diduga ada yang tak lazim."

Harapan Bambang bisa saja terwujud lantaran pekan lalu sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui hak angket Century. Panitia khusus beranggotakan 30 orang dari semua fraksi di Senayan sudah terbentuk. Mereka akan bekerja selama dua bulan menelisik kasus Century. Panitia khusus hak angket berhak memanggil semua pejabat yang terlibat penyelamatan dan pengucuran duit ke Century. Panitia ini juga bisa meminta pengadilan memaksa PPATK membuka temuan rekening yang mencurigakan.

Pusat Pelaporan sebenarnya siap membantu Dewan membuka aliran dana Century. Masalahnya, untuk membuka aliran dana hingga tujuh lapis, perlu waktu lama dan proses panjang. Tujuh lapis aliran dana berarti tujuh kali perpindahan dana dari satu bank ke bank lainnya. Pada perpindahan kedua dan selanjutnya bisa jadi bercabang, sehingga bisa lebih dari tujuh bank/penyedia jasa keuangan. Padahal, untuk mendapatkan satu lapis aliran dana saja, permintaan data kepada penyedia jasa keuangan memerlukan waktu beberapa minggu. ”PPATK juga tidak memiliki akses online terhadap database penyedia jasa keuangan,” kata Yunus.

Tak ayal, Yunus mengaku khawatir lantaran masyarakat berharap banyak kepada lembaga pencucian uang. Seolah, kata dia, lembaga ini bisa melakukan apa saja seperti Doraemon. Tokoh kartun rekaan komikus Jepang, Fujiko F. Fujio, ini punya kantong ajaib yang bisa menyelesaikan semua masalah.

Anggota Dewan dari Komisi Keuangan, Andi Rahmat, mengatakan memang sulit menelusuri aliran dana hingga lapis ketujuh. Tapi dia yakin PPATK bisa melakukannya karena masih dalam bingkai perbankan. Dengan hak angket, panitia khusus juga akan menarik benang merah yang bisa menghubungkan pelaku kriminal Century di hulu dengan orang-orang di hilir yang telah menerima dananya. ”Kami akan terus mengoreknya apakah ada hubungannya dengan kekuasaan,” ujarnya.

Pertanyaannya: apakah para nasabah besar, termasuk Budi, mentransfer dana ke partai politik tertentu? Secara logika, kata sumber Tempo, ini hampir mustahil karena akan mudah ditelusuri. Artinya, jika menyumbang ke partai, itu akan dilakukan secara tunai. Kalau sudah begitu, pasti akan sulit ditelusuri.

Padjar Iswara, Nieke Indrietta, Anton Aprianto, Gunanto, Amirullah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus