JALANAN berlumpur akibat hujan yang belakangan ini terus
mengguyur membuat kendaraan bermotor tidak bisa mencapai
sebagian besar desa Angsana, Kabupaten Pandeglang, Banten. Tapi
itu tidak membuat penduduk Angsana berkecil hati. Ini hal yang
biasa buat mereka. Ada hal yang malahan membuat mereka
belakangan ini gembira Kedatangan tim Opstib Pusat pimpinan
Kolonel Mohamad Isya 10 April lalu ke desa ini rupanya telah
memberi harapan baru. Pekan lalu Pangkopkamtib Sudomo mengatakan
kasus Angsana telah dipolitikkan "sementara orang tertentu"
hingga perlu ditangani Opstib Pusat.
"Pemeriksaan tim Opstib memuaskan," cerita Achmad Jaya dkk pada
pembantu TEMPO di Banten pekan lalu. Walaupun pemeriksaan yang
nonstop dari siang sampai dinihari itu cukup membuat penat
mereka. Begitu tim Opstib tiba di Pandeglang, 7 April lalu Ketua
DPD Golkar Pandeglang, Letkoi (Purn.) Ilyas segera memerintahkan
3 anggota DPRD Pandeglang menjemput Achmad Jaya dkk.
Esok harinya, sebelum berhadapan dengan tim Opstib, mereka
sempat mampir ke rumah Ilyas. Kabarnya di sini mereka diminta
menulis beberapa pernyataan. Di antaranya: pernyataan tidak
merasa keberatan dengan pemeriksaan Komres 812 Pandeglang dan
mendapat perlakuan baik selama pemeriksaan. "Tindakan Komres
malahan merupakan pengamanan dan perlindungan terhadap
keselamatan diri kami dalam rangka penyelesaian masalah kasus
yang diadukan ke DPR-RI," tulis mereka dalam pernyataan itu.
Selesai diperiksa tim Opstibpus bertempat di Kodim 0601
Pandeglang, Achmad Jaya dkk kembali ke Angsana bersama rombongan
tim yang ingin bertem Iangsung dengan penduduk desa. Sekitar
1000 orang penduduk desa malam itu berkumpul di SD Inpres
Tarajusari atas permintaan tim Opstibpus. Diterangi cahaya lampu
petromak, banyak penduduk yang sempat langsung berbicara dengan
tim pemeriksa, tak ketinggalan bekas lurah H.M. Askari yang
diperiksa sampai lewat tengah malam. Menurut beberapa saksi,
Askari mengakui segala kesalahannya pada tim yang memeriksanya
malam itu.
Tapi pada TEMPO Askari membantah telah mengakui kesalahannya.
Dia akan terus menuntut Achmad Jaya dkk yang dituduhnya telah
memfitnahnya. Tampaknya ia segan memberi keterangan. "Tanya saja
sama Opstib. Semua sudah saya jelaskan pada mereka," katanya
pekan lalu.
Apakah Askari memang bersalah atau tidak masih belum jelas.
Tapi beberapa tindakannya setelah dia dicopot cukup membuat
orang heran. Pada 11 April lalu misalnya, mendadak Askari
memaksa menyerahkan kembali tanah milik ~Rais bin Soca seluas
7.500 mÿFD dan Arba bin Samara seluas 4. 700 mÿFD yang dulu dibelinya
dengan paksa. Padahal tanah tersebut jelas telah dimiliki
Ny. Masriah, isteri Bupati Pandeglang, sesuai dengan akte jual
beli 11 Maret 1978 dengan saksi antara lain Kepala Kantor Agraria
Pandeglang. Rais sendiri karena tidak mempunyai uang sepeser pun,
menyatakan tidak sanggup membayar kembali Rp 130.000 yang diminta
Askari.
Apa latar belakang tindakan Askari tidak diketahui. Tapi Ny.
Masriah sendiri akhir bulan lalu pada TEMPO mengaku telah
membeli tanah Rais bin Soca seharga Rp 130.000. "Apa salah kalau
tanah itu saya beli secara sah dan tidak memaksa, bahkan
pemiliknya sendiri yang datang menawarkan pada saya," katanya.
Nyonya bupati ini belum sempat menengok tanahnya itu. "Tanah
saya banyak sih, dan tak sedikit orang yang menggadaikan pada
saya," katanya dengan sedikit emosi. Tapi Rais yang buta huruf
bersedia disumpah pocong 7 kali bahwa dia belum pernah
menginjak pendopo kabupaten Pandeglang atau bertemu dengan
isteri bupati itu.
Bodoh
Kasus desa Angsana ini agaknya telah menggegerkan Pandeglang.
Pengaduan Achmad Jaya dkk awal Maret lalu kepada DPR telah
membuat banyak pejabat setempat kelabakan. Hingga Komandan
Kodim 0601 Pandeglang Letkol Sentoi merasa perlu membantah:
"Kepindahan saya dari Pandeglang pada 17 April 1979 jangan
dihubungkan dengan kasus Angsana," katanya di Mesjid Agung
Pandeglang selesai sholat Jumat pekan lalu.
Danrem 064 Maulana Jusuf Banten, Kol. Oyek Suroto, juga segan
menjelaskan perkembangan kasus Angsana. Masalah ini sudah
ditangani langsung oleh Opstib hingga "mulut saya sudah dikunci,"
katanya. DPD Golkar Pandeglang kabarnya juga sudah "ditegur"
DPP Golkar karena sikapnya menangani kasus itu hingga memulai
desas-desus "kasus Angsana dipolitikkan." Fraksi KP di DPR
menurut sekretarisnya, Sarwono Kusumaatmadja, telah
"melimpahkan" masalah ini pada DPRD I Jawa Barat di DPRD II
Pandeglang. "Kasus daerah hendaknya diselesaikan oleh daerah
pula," ujar Sarwono.
Betulkah tuduhan bahwa Achmad Jaya dkk ada yang membiayai?
"Kami pergi ke Jakarta atas kehendak sendiri, bukan karena
suruhan suatu golongan atau karena kepentingan seseorang.
Apalagi dibiayai," kata Achmad Jaya. Mereka berangkat ke Jakarta
naik bis dengan biaya sendiri-sendiri. Diakuinya ada beberapa
orang yang mengantar mereka, untuk memberi nasehat dan penunjuk
jalan. "Kula mah henteu ngarti politik-politikan, jelema bodo
ieu (Saya orang bodoh, tak mengerti politik)," kata Markasim,
rekan Achmad Jaya.
Jadi betulkah kasus Angsana "dipolitikkan"? Pangkopkamtib Sudomo
berjanji akan segera mengumumkan hasil penelitian Opstib. Tapi
keterangan ketua DPR Daryatmo pekan lalu menarik perhatian.
"Bagi saya kasus yang diadukan ke DPR dipolitikkan atau tidak,
bukan itu masalahnya. Yang menjadi masalah adalah agar
masyarakat betul-betul menyalurkan apa yang diingininya langsung
pada wakil-wakil mereka di DPR." Hingga masyarakat tidak memilih
mengambil jalan yang melanggar hukum, sekaligus juga mencegah
kemungkinan frustrasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini