"KEPUTUSAN terakhir tentang pulau yang ditawarkan Indonesia
sebagai pusat pemrosesan pengungsi Vietnam tinggal satu tahap
lagi," kata Menlu Mochtar Kusumaatmadja di Tanjungpinang pekan
lalu. Yang dimaksudnya adalah persetujuan 22 negara termasuk
Vietnam dan Brasilia yang akan membicarakan masalah pengungsi
ini di Jakarta 15-16 Mei mendatang.
Kunjungan Menlu selama 6 jam di Tanjungpinang selain untuk
meninjau para pengungsi, tampaknya juga dimaksudkan untuk
meredakan kekhawatiran serta suara sumbang yang belakangan ini
mengecam "sikap kemanusiaan" pemerintah Indonesia yang mau
menampung pengungsi bahkan menawarkan pulau pusat pemrosesan.
Banyak pengungsi yang memang sengaja mendamparkan diri di Riau.
"Jadi mau diapakan? Mau dibiarkan mereka mati atau tenggelam? Di
mana Pancasila kita?" kata Menlu pekan lalu di Tanjungpinang.
Indonesia sudah menawarkan pulau Rempang sebagai pusat
pemrosesan dan kalau ditolak, pulau Galang disediakan sebagai
penggantinya. Di Riau sendiri, ada kekhawatiran kalau Rempang
yang dipilih. Mengingat pulau seluas sekitar 375 kmÿFD itu
didiami lebih 3000 penduduk dengan kebun kelapa, cengkeh serta
sarana penangkapan ikan milik penduduk.
Kalau Rempang sampai terpilih, apakah penduduk setempat tidak
akan terganggu? Atau haruskah mereka dipindahkan ke tempat lain?
Kekhawatiran ini rupanya menghantui mereka. "Kalau dapat, tak
usahlah," kata sejumlah penduduk Rempang ketika ditanya TEMPO
tentang rencana itu. Mochtar sendiri telah meyakinkan penduduk
bahwa kekhawatiran itu tidak beralasan. "Tidak akan ada penduduk
yang dipindahkan," tegasnya. Ini sesuai dengan penggarisan
Presiden Soeharto bahwa pulau yang ditawarkan sedapat mungkin
tidak ada penduduknya atau kalaupun ada tidak akan mengganggu
kehidupan mereka.
Jika demikian mengapa bukan pulau Galang? Pulau ini memang
sedikit lebih kecil dibanding Rempang (175 kmÿFD), tapi hampir
kosong. Penduduknya hanya sekitar 100 jiwa yang semuanya karyawan
penggergajian kayu PT Mantrust. Kabarnya Galang, di samping
sebagai cadangan Rempang, mungkin akan dipakai sebagai pusat
penampungan sementara pengungsi menggantikan Tanjungpinang dan
beberapa tempat lain. Sekitar 8000 pengungsi saat ini ditampung
di berbagai tempat di Riau. Dipulaukannya pengungsi ini
diperkirakan akan menghilangkan kekhawatiran akan timbulnya
kerawanan dan keresahan akibat ulah pengungsi ini.
Rencana ini tampaknya sudah pasti. Kepastian dipulaukannya mereka
diperoleh setelah Erick Morris, Kepala Perwakilan UNHCR Asia
Tenggara yang menyertai kunjungan Menlu, menyetujui untuk
menanggung biaya pemindahan ini UNHCR, Komisi Tinggi PBB untuk
urusan pengungsi, rencananya juga akan membuka kantor di
Tanjungpinang. "Kita memang perlu petugas tetap di sini," kata
Morris. Semua itu menandakan urusan pengungsi itu rupanya akan
cepat diselesaikan. Apalagi kabarnya biaya bukan lagi masalah
buat UNHCR yang telah disuntik dana cukup besar dari banyak
negara donor. Amerika Serikat misalnya tahun lalu menyumbang
AS$ 120 juta dan tahun depan menjanjikan AS$ 140 juta lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini