Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi lama berdebat soal sanksi untuk Guntur Hamzah.
Guntur Hamzah mengklaim mengubah putusan setelah mendengar masukan hakim konstitusi lain.
Guntur Hamzah menyalahkan panitera yang tak bertanya kepada semua hakim konstitusi.
BUTUH dua hari bagi Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) untuk memutuskan sanksi kepada hakim konstitusi Guntur Hamzah. Majelis Kehormatan yang dipimpin mantan hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna serta beranggota Sudjito dan Enny Nurbaningsih bahkan baru menyepakati hukuman untuk Guntur dua jam sebelum putusan dibacakan di ruang sidang MK, Senin, 20 Maret lalu.
Palguna membuka rapat yang dihadiri Sudjito dan Enny, keduanya guru besar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pada pukul 09.00. Tiga hari sebelumnya, atau Jumat, 17 Maret lalu, Majelis Kehormatan merampungkan penyusunan berkas pertimbangan. Namun forum itu buntu saat merumuskan sanksi untuk Guntur, yang diduga mengubah putusan Mahkamah Konstitusi setelah dibacakan.
Menurut Palguna, mereka tak kunjung bersepakat soal sanksi yang akan dijatuhkan. “Ada pemikiran dari kami untuk menambahi ragam sanksi kepada hakim konstitusi karena pilihannya cuma tiga,” kata Palguna kepada Tempo, Kamis, 23 Maret lalu. Berdasarkan peraturan MK, hakim yang melanggar dapat diganjar teguran lisan, tertulis, dan pemecatan.
Setelah rapat Senin pagi dibuka, Sudjito meminta pegawai sekretariat mengumpulkan informasi soal sanksi yang berlaku di kalangan pegawai negeri sipil dan hakim Mahkamah Agung. Sudjito hendak memakai data itu sebagai rujukan untuk memutuskan sanksi kepada Guntur. Dia menganggap hukuman yang diatur dalam peraturan MK tak memadai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah di Istana Negara, Jakarta, November 2022. BPMI Setpres/Lukas
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Enny setali tiga uang. Seperti diceritakan Palguna, Enny—kini menjabat hakim konstitusi—menganggap level sanksi yang tersedia tak proporsional. Palguna pun menyebutkan seharusnya ada gradasi antara teguran tertulis dan pemberhentian. Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana, Bali, ini mengusulkan Majelis Kehormatan menambah jenis sanksi untuk hakim konstitusi.
Baca: Cara Pemerintah Mengakali Putusan MK soal UU Cipta Kerja
Menjelang pukul 10.30, MKMK mengambil putusan. Mereka urung merumuskan sanksi baru di luar peraturan MK. Pun tak ada satu dari tiga anggota Majelis Kehormatan yang mengusulkan pemecatan untuk Guntur. “Kami menganggap sanksi pemberhentian tak berimbang ketika sudah menemukan fakta di lapangan,” ujar Palguna.
Rapat berakhir karena Enny juga harus menghadiri pelantikan Anwar Usman dan Saldi Isra sebagai Ketua dan Wakil Ketua MK. Setelah pelantikan rampung, MKMK membacakan hasil pemeriksaan dan putusan selama tiga setengah jam, yaitu Guntur Hamzah terbukti melanggar kode etik dengan mengubah isi putusan uji materi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi.
Namun Majelis Kehormatan hanya memberikan teguran tertulis untuk Guntur. Sanksi itu diberikan kurang dari empat bulan sejak Guntur dilantik oleh Presiden Joko Widodo pada 23 November 2022.
•••
MAJELIS Kehormatan dibentuk guna mengusut pengubahan putusan uji materi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Putusan itu merupakan hasil gugatan yang diajukan advokat Zico Leonard Djagardo Simanjuntak. Dalam putusan itu, MK menolak semua permohonan Zico, termasuk menangguhkan tindakan pergantian hakim konstitusi di luar prosedur.
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) I Dewa Gede Palguna bersiap memimpin sidang pleno pembacaan putusan terkait dugaan pengubahan putusan di Gedung MK, Jakarta, 20 Maret 2023. Antara/Sigid Kurniawan
Hakim konstitusi Guntur Hamzah disebut merevisi isi putusan uji materi itu. Ia mengoreksi frasa “dengan demikian” menjadi “ke depan” di halaman ke-51 dokumen putusan itu sehingga berbeda dari yang dibacakan hakim Saldi Isra dalam sidang yang berlangsung pada 23 November 2022.
Sejak 11 Februari lalu, Majelis Kehormatan menelusuri perkara pengubahan isi putusan uji materi Undang-Undang MK. Berkantor di lantai 11 dan 14 gedung Mahkamah Konstitusi, Ketua Majelis Kehormatan I Dewa Gede Palguna dan dua koleganya dibantu beberapa pegawai sekretariat.
Palguna bercerita, pegawai sekretariat diminta bersumpah menjaga kerahasiaan saat bergabung dengan Majelis Kehormatan. Namun Palguna tetap merahasiakan sejumlah rapat dari stafnya. Salah satunya rapat perumusan sanksi pada Senin pagi, 20 Maret lalu. “Saya meminta kalau ada alat perekam di ruangan tolong disingkirkan dulu agar tak menimbulkan kecurigaan,” ucapnya.
Majelis Kehormatan memeriksa 12 saksi dan 9 hakim konstitusi. Memperkuat bukti, mereka juga mengumpulkan rekaman kamera pengawas dan memerintahkan Mahkamah Konstitusi membuka transkrip rapat permusyawaratan hakim yang bersifat rahasia. Majelis Kehormatan pun meminta pendapat sejumlah ahli.
Baca Opini Tempo: Mengapa Anwar Usman Harus Mundur Setelah Menikahi Adik Jokowi
Pengubahan frasa bermula ketika hakim Wahiduddin Adams membaca putusan. Guntur Hamzah menyimak Wahiduddin sambil membaca berkas putusan yang dipegangnya. Tiba-tiba Guntur memanggil panitera, Muhidin, agar mendekat. Ia lalu menunjuk dokumen di hadapannya. “Ada gestur lambaian tangan dari Pak Guntur ke panitera yang tertangkap kamera,” kata Palguna.
Saat diperiksa MKMK, Guntur mengaku memanggil panitera untuk mengusulkan perubahan frasa “dengan demikian” menjadi “ke depan” pada halaman ke-51 dokumen putusan. Menandai catatan koreksinya, Guntur mencoret “dengan demikian” pada berkas. Dia meminta Muhidin menanyakan usulan perubahan itu kepada hakim lain, termasuk hakim Arief Hidayat.
Guntur mengaku menyebut nama Arief secara khusus karena ia menganggap bekas Ketua MK itu sebagai hakim senior. Soal perubahan frasa, Guntur teringat pernyataan hakim Suhartoyo dalam rapat hakim yang diadakan sejam sebelum pembacaan putusan. Saat itu Guntur baru empat jam menjadi hakim konstitusi. Ia menggantikan Aswanto, yang dicopot Dewan Perwakilan Rakyat.
Dalam rapat hakim, Suhartoyo mengingatkan pemberhentian hakim seperti yang dialami Aswanto tak boleh terjadi lagi di masa depan. Dalam berkas putusan yang dibaca Tempo, Suhartoyo menyebutkan rapat hakim pada 23 November 2022 pukul 13.30 digelar mendadak. Pertemuan itu hanya menyempurnakan kalimat pada berkas sebelum sidang putusan dimulai.
Adapun Guntur mengaku mengusulkan revisi isi putusan karena ingin menegaskan pernyataan hakim di rapat permusyawaratan hakim. “Saya hendak menyelaraskan maksud hakim yang saya pahami dalam rapat,” ujar Guntur lewat pesan WhatsApp pada Jumat, 24 Maret lalu.
Majelis Kehormatan mencecar Guntur tentang motif itu saat pemeriksaan. Ketua Majelis Kehormatan I Dewa Gede Palguna bercerita, Guntur berdalih putusan MK tak berlaku surut sehingga tak menguntungkan dia sebagai hakim konstitusi yang dilantik sebelum keluar putusan uji materi Undang-Undang MK. Menurut Palguna, Guntur berkukuh usul itu dipengaruhi pernyataan kolega hakim saat rapat.
Setelah mendapat perintah dari Guntur, panitera Muhidin berjalan ke kursi hakim Arief Hidayat. Pergerakan Muhidin terekam kamera pengawas di ruang sidang. Kepada Majelis Kehormatan, Muhidin menyebut Arief tak mempersoalkan usul Guntur dengan berkata, “Oke, silakan.” Tapi, versi Arief, dia tak berkata begitu.
Dalam wawancara tertulis dengan Tempo pada Jumat, 24 Maret lalu, Arief membenarkan bila Muhidin disebut mendatanginya saat hakim Wahiduddin Adams membacakan putusan. Muhidin memang meminta pendapat soal pengubahan frasa. Kepada Muhidin, Arief berkata, “Terserah saja, bagaimana sikap hakim yang lain karena saya tak ikut memutus perkara ini.”
Kepada Majelis Kehormatan, Arief menyatakan tak hadir dalam tiga rapat permusyawaratan hakim yang digelar dalam rentang 16-21 November 2022. Saat itu, ia sedang berdinas ke luar negeri. Pada rapat 21 November itu, tujuh hakim konstitusi sudah menyelesaikan putusan uji materi Undang-Undang MK. Tapi Arief datang dan ikut membacakan putusan Undang-Undang MK dua hari kemudian.
Mendapat jawaban dari hakim Arief, panitera Muhidin ngacir ke meja panitera pengganti. Dia tak mendatangi hakim lain, termasuk Saldi Isra, yang akan membacakan halaman ke-51 yang terdapat perubahan frasa. Di meja panitera pengganti itu ada dua laptop. Satu komputer untuk mengoreksi berkas, satu lagi untuk disorot ke layar raksasa.
Muhidin dan panitera pengganti hanya mengubah frasa “dengan demikian” menjadi “ke depan” pada komputer koreksi, tapi tidak pada komputer penayangan. Karena itu, hakim Saldi tetap membaca frasa “dengan demikian” seperti draf awal. Pengakuan panitera Muhidin kepada Majelis Kehormatan, dia baru tahu ada dua komputer dalam sistem administrasi sidang.
Majelis Kehormatan menilai keterangan Muhidin janggal. Ketua Majelis Kehormatan I Dewa Gede Palguna mengatakan sempat mendalami pengakuan itu karena Muhidin dianggap sudah berpengalaman mengikuti sidang. Muhidin disebut sudah bekerja di MK lebih dari lima tahun. “Dia tetap menyatakan benar-benar tidak mengetahui sistem itu,” tutur Palguna.
Baca: Dugaan Barter di Revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi
Muhidin juga memerintahkan panitera pengganti menyampaikan perubahan isi draf kepada korektor. Pegawai ini bertugas menerima hasil koreksi dari hakim dan panitera selama persidangan berlangsung. Korektor ini yang menyimpan perubahan frasa dalam file putusan akhir.
Menurut dokumen putusan, petugas risalah juga memakai file akhir ini untuk menyusun laporan sidang pengucapan putusan dan mengunggahnya ke situs resmi Mahkamah Konstitusi. Dalam sidang pengucapan putusan, petugas risalah disebut tak mengetik laporan berdasarkan transkrip verbatim hakim konstitusi, tapi langsung mencomot dari file akhir yang memuat koreksi.
Pelaksanaan Sidang Perkara Nomor 103/PUU-XX/2022, di Gedung MK, Jakarta, 15 November 2022. Youtube Mahkamah Konstitusi
Setelah sidang putusan rampung, Muhidin menyambangi ruangan Guntur Hamzah di lantai 11 gedung Mahkamah Konstitusi. Muhidin melaporkan perubahan frasa “ke depan” sudah disetujui. Tapi ia tak menyebut nama hakim yang menyepakati usul Guntur. “Saya mengucapkan terima kasih tanpa menanyakan siapa hakim yang menyetujui,” tulis Guntur dalam dokumen setebal 16 halaman.
Di kalangan internal hakim konstitusi, perubahan isi putusan baru heboh sehari setelah persidangan atau 24 November 2022. Hakim Saldi Isra mengetahui ada perbedaan antara risalah dan rekaman sidang dari pemberitaan surat kabar. Saldi dan hakim Enny Nurbaningsih memanggil Muhidin dan panitera pengganti untuk mempertanyakan perbedaan itu.
Saldi juga mengusulkan untuk menggelar rapat permusyawaratan hakim. Namun agenda itu tak pernah terlaksana sampai Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman mengumumkan pembentukan Majelis Kehormatan. “Para hakim baru kalang kabut setelah muncul pemberitaan di media,” ujar Ketua Majelis Kehormatan I Dewa Gede Palguna.
Mendapat sanksi teguran tertulis dari Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, Guntur Hamzah mengaku merasa dirugikan. Dia melemparkan kesalahan pengubahan putusan kepada panitera yang seharusnya meminta persetujuan hakim konstitusi lain. Guntur menyatakan hakim konstitusi berwenang mengusulkan perubahan putusan. “Semua kelalaian dibebankan kepada saya sendiri,” katanya.
HUSSEIN ABRI DONGORAN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo