Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MAJELIS Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan sanksi teguran tertulis kepada hakim konstitusi, Guntur Hamzah, karena terbukti mengubah isi putusan uji materi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Kepada wartawan Tempo, Raymundus Rikang, pada Jumat, 24 Maret lalu, bekas Sekretaris Jenderal MK itu mengaku menghormati putusan tersebut.
Bagaimana Anda merespons putusan Majelis Kehormatan?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saya menghormati, meskipun putusan MKMK tersebut sangat merugikan saya.
Anda berkukuh tak bersalah?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Majelis Kehormatan mengatakan hakim berhak mengusulkan perbaikan putusan. Jika saya berwenang, apa kesalahan saya? Saya juga tak punya motif pribadi dan membangun persekongkolan sebagaimana yang dituduhkan. Selain itu, saya mengusulkan perubahan sebelum putusan tersebut dibacakan. Tidak ada regulasi yang mengatur mekanisme koreksi. Apakah adil menjatuhkan sanksi etik padahal saya tak melanggar ketentuan hukum atau etik?
Siapa yang semestinya bertanggung jawab?
Panitera, bukan hakim yang mengusulkan. Hakim berfokus pada substansi, sementara panitera yang bertugas memintakan persetujuan dari hakim lain.
Panitera itu bertindak atas perintah Anda....
Panitera sebagai pejabat tertinggi di kepaniteraan yang seharusnya memproses sesuai dengan ketentuan dan kebiasaan yang berlaku.
Baca: Kenapa Anwar Usman Harus Mundur Setelah Menikahi Adik Jokowi
Perubahan frasa dalam putusan dinilai menguntungkan Anda. Apa tanggapan Anda?
Keuntungan apa? Putusan MK berlaku prospektif atau sejak putusan selesai dibacakan. Frasa “dengan demikian” atau “ke depan” tak berpengaruh pada status hukum saya sebagai hakim karena putusan dibacakan setelah saya dilantik. Berbeda halnya jika putusan itu dibacakan sebelum pelantikan.
Apa motif Anda mengubah isi putusan?
Saya tak ada motif terselubung. Saya hendak menegaskan pandangan beberapa hakim dalam rapat permusyawaratan hakim sebelum pembacaan putusan. Jika tak ada pembicaraan dalam rapat itu, saya tak mungkin mengusulkan frasa tersebut.
Anda kapok mengoreksi isi putusan setelah kasus ini?
Bukan soal kapok atau tidak. Yang terpenting aturan mainnya jelas. Siapa melaksanakan apa, sehingga penanggung jawab itu juga jelas. Hakim bertugas memeriksa, mengadili, dan memutus perkara. Apakah logis hakim yang menjalankan tugas kekuasaan kehakiman disalahkan karena tak ada prosedur standar. Di mana letak keadilannya?
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo