Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mesin truk masih menyala ketika sejumlah pria kekar mengerubutinya. Para pria itu langsung naik ke bak truk dan menurunkan semua tumpukan karung yang ada di sana. Dengan menggunakan troli, mereka membawa karung-karung itu ke ruangan belakang sebuah bangunan di Desa Melis, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Trenggalek. Suhu benar-benar panas di ruangan ini, paling panas di antara ruangan lain dari bangunan seluas kira-kira 10 ribu meter persegi itu.
Lalu, tanpa banyak omong, mereka mengeluarkan semua isi karung untuk dimasukkan ke tungku dengan suhu 700 derajat Celsius. Isi karung berupa pecahan panci, antena televisi, velg sepeda motor, pelat nomor kendaraan, dan lain-lain tak mampu menahan panas. Semua barang rongsokan aluminium itu pun lumer, meleleh.
Sedikit demi sedikit, cairan itu kemudian dimasukkan ke cetakan besi berbentuk panci. Hanya berselang 10 detik, panci setengah jadi terbentuk, lalu disiram air untuk mendinginkan suhu menjadi 250-300 derajat Celsius. Berikutnya, panci diambil dengan pengait, lalu ditumpuk. Proses pencetakan panci terbilang singkat: satu menit untuk sebuah panci.
"Harus kuat menahan panas kalau kerja di bagian ini," kata Kusroni, 44 tahun, di sela-sela pekerjaannya mencetak panci, kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Di Melis itulah panci serbaguna bermerek CKA Pot, produksi Usaha Dagang Cipta Karya Abadi, dibuat. Selain panci, tutupnya juga dibuat di sini. Komplet. "Ini tempat peleburan aluminium dan pencetakan panci," kata Ahmad Yani, pengawas di Cipta Karya Abadi sekaligus orang kepercayaan Nur Arifin, si empunya pabrik.
Tentu, sebelum dipasarkan, semua panci dan tutupnya mesti dirapikan dulu. Di sinilah mesin bubut turun tangan. Ruangan ini paling bising, dengan deru mesin bubut plus pukulan palu saat pekerja merapikan bentuk panci. Beres di mesin bubut, giliran panci yang sudah rapi dikemas. Kali ini prosesnya beralih ke tangan pekerja perempuan. Mereka memasukkan panci-panci itu ke plastik, sebelum dikirim ke Surabaya untuk dilengkapi pegangan. Selain membuat panci, Cipta Karya Abadi memproduksi wajan.
Menurut Yani, jumlah pekerjanya saat ini 132 orang, 80 persennya penduduk sekitar pabrik. Dalam sebulan tempat usaha ini mampu memproduksi 13-15 ribu produk, atau 600-700 unit panci, tutup panci, dan wajan per hari. Produksi Cipta Karya dipasarkan melalui sekitar 20 cabang di berbagai kota di Pulau Jawa, baik di Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, dan maupun Banten. Saat ini tengah dirintis jalur pengiriman ke luar Jawa. Kantor pusat usaha ini ada di Jalan Bendul Merisi, Gang Besar Selatan Nomor 44, Surabaya.
Pasar memang masih terbuka luas. Siapa tak butuh panci? Hampir setiap keluarga memerlukannya. Pesaing tentu ada, termasuk serbuan produk dari Cina. Toh, panci buatan Cipta Karya tetap bertahan, bahkan terus berkembang.
"Kendala utama produksi adalah ketersediaan bahan baku," kata Yani. Meski tak terlalu sering, pekerja kelabakan ketika pasokan rongsokan aluminium berkurang atau malah terhenti sama sekali dari pengepul. Jika ini terjadi, mau tak mau, pemilik Cipta Karya terpaksa membeli aluminium batangan (ingit), yang banyak diproduksi di Mojokerto.
Sebatang ingit berbobot empat kilogram harus dibeli dengan harga Rp 19-22 ribu. Harganya lebih mahal bila dibanding rongsokan dari alumunium yang bisa ditebus dengan Rp 18-19 ribu, tergantung jenis rongsokannya, dari pengepul. Jika pasokan sedang lancar, dalam sepekan usaha pembuatan panci dan wajan di sini membutuhkan rongsokan aluminium hingga 15 ton.
Meski harganya lebih mahal dibanding rongsokan, penggunaan ingit jauh lebih efektif. Selain tak menyusut saat dicairkan, tak ada limbah yang terbuang. Terkadang kebutuhan ingit mencapai lima ton dalam sepekan.
Lantaran banyaknya bahan aluminium yang harus dilelehkan, menurut Yani, kebutuhan kayu bakar untuk memanaskan tungku lumayan banyak. Dalam sehari bisa menghabiskan kayu satu truk besar. "Satu truk cukup untuk melelehkan lima ton aluminium," katanya.
UD Cipta Karya Abadi dirintis Mugiyanto. Pria asal Trenggalek ini merantau ke Surabaya. Di kota ini, ia sempat menjadi tukang becak dan tenaga penjualan salah satu produsen panci. Dari hasil pekerjaannya itulah Mugiyanto mengumpulkan modal untuk memulai usaha sebagai distributor panci, kemudian berkembang menjadi perusahaan pembuat panci. Mugiyanto meninggal pada 2007. Kini usahanya diteruskan Nur Arifin, anak pertamanya.
Menurut pemimpin cabang UD CKA Mojokerto, Ismail Masduki, panci serbaguna CKA Pot mulai dipasarkan pada 1990. Disebut serbaguna karena panci ini bisa dipakai untuk menggoreng, mengukus, memanggang, dan mengoven. Satu set CKA Pot terdiri atas 18 item barang, antara lain panci bawah, tutup berupa wajan, tutup kaca, baskom, sendok sayur, dan buku resep.
Ismail mengenal Abah Mugi-begitu Mugiyanto kerap dipanggil-sejak 1994 di Surabaya. Namun ia baru mulai bergabung dengan UD CKA pada 2002. "Abah Mugi orangnya berpikir jauh ke depan dan berusaha agar orang lain punya pekerjaan," katanya.
Ihwal pendirian pabrik di Trenggalek, menurut Nur Arifin, tak lepas dari nilai historis dan ikatan emosional keluarga yang berasal dari Trenggalek. Alasan lain, mereka ingin menyediakan lapangan pekerjaan bagi warga setempat sehingga tak perlu jauh-jauh merantau, apalagi bekerja di luar negeri, dengan risiko yang besar. "Itung-itung membantu warga," katanya.
Harga beli tunai panci serbaguna CKA Pot dipatok Rp 400 ribu. Sedangkan harga kredit atau cicilan menjadi Rp 550 ribu. Produk ini bergaransi lima tahun apabila retak, pecah, atau bocor. Penjualan dengan cara kredit ini mendatangkan keuntungan cukup besar. Sebelumnya, konsumen bisa mencicil hingga 20 kali, tapi sekarang dibatasi 10 kali saja.
"Untuk pembelian kredit, kami menerapkan cara sewa beli," kata Ismail. Dengan cara ini, jika konsumen menunggak cicilan, barang ditarik. Jika cicilan dibayar, barang diserahkan kembali. Begitu seterusnya hingga cicilan lunas. Lantaran menerapkan pembelian kredit, selain punya pekerja di bidang penjualan, Cipta Karya memiliki pekerja di bidang penagihan utang alias debt collector.
Untuk menggaet pembeli, salah satu strateginya adalah mengadakan demo memasak. Dengan demo ini, masyarakat menjadi tahu kualitas dan kegunaan panci serbaguna itu. Sebagai imbalannya, penjual dan penagih mendapat komisi. Tenaga penjualan yang mencetak penjualan tertinggi, kata Arifin, "Kami beri bonus." Saat ini ada sekitar 2.000 tenaga penjual yang bergabung di Cipta Karya.
Setiap cabang diberi target penjualan yang berbeda-beda, disesuaikan dengan potensinya. Menurut Ismail, ada yang ditargetkan 1.000-2.000 panci dalam sebulan. Meski terkadang target tak bisa dicapai, bisa diperkirakan berapa omzetnya per bulan. Angkanya semakin yahud bila dikalikan dengan sekitar 20 cabang kantor pemasaran.
Dengan model dan kualitas yang terjaga, Nur Arifin, juga Ismail dan anak buahnya, optimistis panci CKA Pot berani bersaing, baik melawan produk lokal maupun impor, termasuk dari Cina. "Enggak terlalu berpengaruh," ujar Ismail. "Kami yakin produk panci ini tetap oke dipakai apa pun," kata Nur Arifin.
Dwi Wiyana, Hari Tri Wasono, Ishomuddin, Edwin Fajerial
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo