Para mullah memprotes pertandingan olahraga yang menyertakan atlet wanita ditonton umum. Ini bukan terjadi di PON XII di Jakarta pekan lalu, tapi di Pakistan. Mereka minta agar pemerintah melarang kaum lelaki menyaksikan pertandingan olahraga yang menyertakan wanita Pakistan. Alasannya, melihat wanita yang bukan muhrimnya, tanpa penutup tubuh yang lengkap, dilarang dalam Islam. Bahkan, televisi juga tidak boleh menyiarkan acara yang, menurut anggapan sebagian mullah di sana, mempertontonkan aurat kaum hawa. Untuk pertama kalinya -- setelah sekitar 10 tahun lalu Pakistan melarang atlet wanita ikut bertanding -- dalam Pesta Olahraga Asia Selatan ke-4 yang, Jumat pekan lalu, dibuka di stadion Jinnah, Islamabad, Pakistan menurunkan atlet wanitanya. Dulu, atlet wanita Republik Islam ini memang dilarang bertanding dalam arena terbuka dan umum sifatnya, untuk menghindarkan ditonton oleh pria (yang bukan muhrimnya). Begitulah peraturan yang dikeluarkan oleh penguasa waktu itu, yakni Presiden Zia ul Haq. Tapi kini, ketika pemimpin pemerintahan dipegang oleh seorang wanita, Benazir Bhutto, larangan itu diabaikan. Juga protes para mullah tidak dihiraukan. Atlet wanita Pakistan tetap turun gelanggang, dan pesta olahraga itu tetap saja untuk umum dan disiarkan televisi. Memang, panitia kemudian tak membiarkan para atlet wanita bercelana pendek. Mereka memberikan kostum untuk atlet wanita, dalam lomba lari misalnya, celana panjang dan blus yang menjurai-jurai sampai ke lutut. Demikian juga atlet tenis meja. Tapi, sampai kini, tak diberitakan bagaimana bentuk seragam atlet wanita di cabang renang dan senam. Eloknya, para mullah tidak keberatan bila yang berpakaian olahraga itu adalah atlet wanita bangsa lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini