Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Yuliandre Darwis mengimbau lembaga penyiaran, khususnya televisi, untuk tidak menayangkan gambar korban ledakan bom gereja di Surabaya, Jawa Timur. “Termasuk menampilkan potongan tubuh manusia yang berdarah-darah, atau kondisi yang mengenaskan,” kata Yuliandre lewat keterangan tertulisnya, Ahad, 13 Mei 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aturan itu, kata Yuliandre, sudah tertulis dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI 2012.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bom meledak di tiga tempat di Surabaya, yaitu di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di Ngagel, Gereja Kristen Indonesia di Jalan Diponegoro, dan Gereja Pantekosta di Jalan Arjuna. Ledakan terjadi dengan interval antar-lokasi sekitar lima menit. Ledakan di Gereja Santa Maria diduga terjadi pada pukul 07.15 dengan bom bunuh diri menggunakan sepeda motor.
Yuliandre mengatakan KPI juga mengimbau lembaga penyiaran, televisi dan radio, untuk mengutip informasi dari narasumber yang tepercaya dan institusi berwenang. Menurut dia, lembaga penyiaran berkewajiban menyiarkan berita yang akurat dan tetap mengedepankan prinsip-prinsip jurnalistik.
“Jangan sampai masyarakat menerima teror berulang, karena munculnya informasi dan berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya,” kata dia.
Yuliandre mengatakan media massa, khususnya televisi dan radio, harus menjadi perekat sosial antarmasyarakat untuk menjaga situasi lebih kondusif.
Sejauh ini, jumlah korban ledakan bom di gereja Surabaya menewaskan tiga orang dan melukai 12 orang lainnya. Juru bicara Kepolisian Daerah Jawa Timur, Komisaris Besar Frans Barung Mangera, mengatakan jumlah korban akan terus bertambah.