PRIA berambut gondrong itu terduduk menyelonjor. Baju dan celananya terkoyak, dan darah mengucur dari seluruh tubuhnya. Ia tampak kaget ketika sebuah lampu senter polisi menyoroti wajahnya. Namun, tatapan matanya nanar dan bengong. Ledakan keras bom di Atrium Plaza, Senen Rabu malam lalu, rupanya membuat sekujur tubuh Doni lunglai.
Kini, Doni alias Dani, 30 tahun, tengah dibidik polisi. Polisi mencurigai lelaki yang—berdasarkan kartu tanda penduduknya (KTP)—tinggal di Kebagusan Kecil, Pasarminggu, Jakarta Selatan, itu mengetahui asal-muasal ledakan di pintu utama pusat perbelanjaan tersebut. Namun, walaupun menaruh curiga, polisi masih belum berani menunjuk Doni sebagai tersangka atas ledakan yang menyebabkan enam orang luka parah itu.
Alasan polisi, sampai saat ini Doni belum diperiksa, seperti kata Kepala Direktorat Reserse Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Adang Rochjana. Ia masih menjalani perawatan intensif di ruang gawat darurat (ICU) Rumah Sakit Polri R. Soekanto di Kramatjati, Jakarta Timur, bersama dua korban lainnya, Surjadi dan Drajat alias Iwan. Di rumah sakit, ketiga saksi kunci itu dijaga ketat Tim Reserse Polda Metro Jaya.
Kecurigaan polisi kepada Doni berawal dari temuan Tim Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Mabes Polri. Di dekat tempat Doni ditemukan tergeletak, polisi menemukan banyak paku dan serpihan kain jins berwarna biru. ”Bomnya meledak terlalu dini. Ada kemungkinan salah satu dari korban adalah pelaku,” ujar Kepala Puslabfor, Brigjen Pol. M. Hamim Soerjaamidjaja.
Hal senada juga dikatakan Adang. Menurut Adang, Doni sangat mencurigakan karena dia memiliki selongsong peluru pistol, membawa obeng, dan di tubuhnya tertancap banyak paku. Kecurigaan lain, setelah polisi melacak tempat tinggalnya berdasarkan KTP di Jalan Kebagusan Kecil, Pasarminggu, nama Doni tidak tercatat sebagai warga di situ. ”Dia sangat mencurigakan dan paling dekat dengan sumber ledakan,” katanya mantap.
Berdasarkan penelitian Puslabfor, ledakan yang membuat kocar-kacir pengunjung plaza itu berasal dari bom rakitan yang berdaya ledak tinggi (high explosive) yang terbuat dari TNT (trinitrotoluene). Polisi juga mencatat bahwa ledakan di Plaza Atrium sama persis dengan ledakan di Gereja Santa Anna, Durensawit, Jakarta Timur, 22 Juli lalu. Kesamaannya, menurut Hamim, dengan melihat ditemukannya—setelah diteliti di laboratorium—serpihan jins warna biru dengan bahan yang persis sama. ”Mungkin jins itu menjadi tas berisi bom,” tutur Hamim.
Dari kesimpulan itu, Polda Metro Jaya kemudian bergerak cepat. Polda langsung memindahkan ketiga saksi kunci yang sebelumnya dirawat di Rumah Sakit Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta Pusat, ke Rumah Sakit Polri di Jakarta Timur. Agaknya, polisi tidak ingin kecolongan lagi—seperti yang terjadi pada tiga tersangka pengebom Gedung Bursa Efek Jakarta, yang kabur dari tahanan Pomdam Jaya dan LP Cipinang. Evakuasi para saksi pun dilakukan dengan pengawalan ekstraketat.
Di rumah sakit polisi, Doni, yang sebelumnya telah diamputasi kaki kanannya, juga mendapatkan perlakuan istimewa. Tiga polisi bersenjata selalu menunggui lelaki berambut kribo dan berhidung mancung itu. Ketika TEMPO menemuinya di ruang ICU, Doni terlihat merintih menahan sakit, sementara selang infus NHCL menggelantung tidak jauh dari tempatnya berbaring. Namun, polisi melarang TEMPO mewawancarainya.
Polisi sampai saat ini mencurigai bahwa anasir Gerakan Aceh Merdeka (GAM) berada di belakang aksi teror bom di Jakarta. ”Paku dan gotri (butiran baja sebesar kelereng) adalah modus bom Aceh,” kata Adang. Tidak berselang lama setelah ledakan Atrium, Ketua SIRA Jakarta, Faisal Saifuddin, ditangkap Reserse Polda Metro Jaya. Menurut Adang, penangkapan aktivis itu dilakukan karena sudah tiga kali Faisal mangkir dari panggilan polisi.
Faisal terkait dengan bom Atrium? Nanti dulu. Faisal memang pernah diperiksa polisi berkaitan dengan meledaknya Asrama Mahasiswa Iskandar Muda, Guntur, Setiabudi, 10 Mei lalu. Namun, ia ditangkap bukan berkaitan dengan kasus bom Atrium, melainkan dalam kasus unjuk rasa di depan Kantor Perwakilan PBB, Jakarta, tahun lalu.
Selain menangkap Faisal, Jumat dini hari Tim Gabungan Polda Metro Jaya dan Polres Metro Jakarta Selatan juga langsung men-jalankan perintah Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Sofjan Jacob, menggerebek pedagang Pasarminggu yang berasal dari Aceh. Ada 57 pedagang ditangkap atas tuduhan terlibat GAM. Dalam penggerebekan itu, polisi tidak mendapatkan satu bom pun. Namun, polisi tidak terlalu kecewa. Mereka masih menemukan 50 butir peluru, puluhan senjata tajam, daun ganja, dan selebaran yang mengajak bersimpati kepada GAM.
Tudingan polisi tentu saja dibantah pihak GAM. Menurut Panglima Operasi GAM Wilayah Aceh Rayeuk, Ayah Sofyan, GAM tidak memiliki anggota dan agenda di Jawa. Menurut Ayah, tudingan polisi itu sangat tendensius-politis. ”Polisi Indonesia sering membuat kambing hitam. Saat ini, GAM adalah sasaran paling mudah dijadikan kambing hitam,” katanya.
Soal siapa tersangka pengeboman itu, Polisi sendiri masih harus bekerja ekstrakeras untuk membuktikan tudingannya. Apalagi tidak Jakarta saja yang dilanda ledakan bom dalam bulan-bulan terakhir. Bom juga mengguncang kota-kota besar di Jawa. Belakangan, bom meledak di Semarang dan Surabaya.
Edy Budiyarso, Tomi Lebang, Setiyardi, J. Kamal Farza (Banda Aceh) Beberapa Kasus Bom di Jakarta Selama Tahun 2001
19 Januari
Bom TMII Jakarta (Dinamit, TNT)
Pelaku: Elize M. Tuwahatu, Ny. Sonya Tuwahatu
Keterangan: Kasus pengadilan
13 Maret
RS Carolus, Jakarta Pusat (Granat tangan)
Keterangan: Dalam penyelidikan polisi
17 Maret
Jembatan kereta api, Cisadane, Serpong, Tangerang
Keterangan: Penyelidikan polisi
10 Mei
Asrama Mahasiswa Iskandar Muda, Guntur Setiabudi
Pelaku: Taufik Abdullah, dkk. 4 tersangka
Keterangan: 2 orang tewas, kasus dalam penyidikan polisi
10 Mei
Pancoranmas, Depok
Pelaku: Ucok dkk, 3 tersangka
Keterangan: Kasus kejaksaan
18 Juni
Cikoko, Pancoran, Jakarta Selatan
Pelaku: Edi Susilo, kabur
Keterangan: Penyelidikan polisi
11 Juli
Perempatan Slipi, Jakarta Barat (Granat tangan Bentuk nanas)
Keterangan: Korban puluhan luka-luka
15 Juli
Perempatan Mampang (Granat tangan)
Keterangan: Korban 4 luka-luka
22 Juli
Gereja HKBP Durensawit, Jakarta Timur (TNT) Keterangan: 5 luka-luka, kasus dalam penyelidikan polisi
22 Juli
Gereja Santa Anna, Pondokbambu, Jakarta Timur (TNT)
Keterangan: 64 luka-luka, kasus dalam penyelidikan polisi
23 Juli
Jl. Semarang, Menteng, Jakarta Pusat (Bom rakitan)
Keterangan: 1 luka parah
1 Agustus
Plaza Atrium Senen, Jakarta Pusat (Bahan peledak TNT)
Keterangan: 6 luka parah, kasus dalam penyelidikan polisi
Sumber Puslabfor Mabes Polri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini