Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Asal-usul uang Rp 8 miliar yang diterima Bowo Sidik Pangarso perlahan-lahan terbuka. Kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, politikus Partai Golkar itu membeberkan identitas pemberi uang tersebut kepadanya. Satu di antara pemberi duit yang disebut Bowo itu adalah Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara, Sofyan Basir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, membenarkan informasi bahwa Bowo mengungkapkan nama pemberi uang kepadanya saat diperiksa penyidik. Febri mengatakan penyidik lembaganya sedang mendalami peran orang-orang yang disebut oleh anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat itu. "Sedang kami dalami," kata dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bowo ditangkap penyidik KPK pada 28 Maret lalu. Tim KPK lebih dulu meringkus Indung-orang kepercayaan Bowo-karena menerima uang Rp 89,4 juta dari Asty Winasti, anggota staf pemasaran PT Humpuss Transportasi Kimia. Uang ini adalah pemberian ketujuh untuk Bowo. Nilai total uang yang diterima Bowo dari Asty sebanyak Rp 1,2 miliar.
Pada hari yang sama, KPK menggeledah kantor Bowo, PT Inersia Ampak Engineers, di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Tim KPK menemukan duit Rp 8 miliar dalam enam lemari besi di kantor Inersia. Duit itu sudah dikemas dalam 400 ribu amplop. KPK menduga Bowo akan menggunakan uang tersebut untuk kegiatan "serangan fajar" di Jawa Tengah II-daerah pemilihan Bowo sebagai calon anggota DPR dari Golkar.
Kepada penyidik KPK, Bowo mengaku menerima duit dari Sofyan di Plaza Senayan, Jakarta, sekitar akhir 2017. Saat sedang makan bersama, Sofyan menyerahkan duit Sin$ 200 ribu. Ketika itu, Bowo adalah Wakil Ketua Komisi VI, yang membidangi, antara lain, badan usaha milik negara (BUMN) dan Kementerian Perdagangan. Menurut Bowo kepada penyidik, Sofyan mengatakan duit tersebut untuk membantu biaya kampanye Bowo sebagai calon legislator 2019. (Baca: "Tersengat Nyanyian Bowo Sidik", majalah Tempo edisi 29 April-4 Mei)
Pengacara Bowo, Saut Edward Rajagukguk, yang dimintai konfirmasi, mengatakan bahwa uang itu di antaranya berasal dari Direktur BUMN. "Ada dari Direktur BUMN," kata Saut. Pengacara Sofyan, Soesilo Ariwibowo, membantah informasi ini. Ia mengaku sudah menanyakan informasi tersebut kepada kliennya dan Sofyan menjelaskan tidak pernah memberikan uang kepada Bowo. "Saya sudah menanyakan terkait dengan isu uang Rp 2 miliar, itu tidak pernah ada," kata Soesilo.
Soesilo mengakui Sofyan dan Bowo sudah lama saling mengenal. Namun, ia menegaskan, Sofyan terakhir kali bertemu Bowo sekitar dua tahun lalu. "Menurut klien saya, sudah lama tidak ketemu Bowo, lebih dari dua tahun," ujar dia.
Saut Edward Rajagukguk juga membocorkan identitas pemberi uang lainnya kepada Bowo, yaitu seorang menteri. Tapi ia masih merahasiakan identitas lengkap menteri tersebut. Saut mengatakan menteri itu memberikan uang sebesar Rp 2 miliar kepada Bowo sebagai ucapan terima kasih pada 2017. "Setelah rapat dengar pendapat pada 2017, diberikanlah uang sebagai tanda terima kasih," ujar Saut.
Belakangan diketahui menteri yang dimaksud Bowo itu diduga adalah Enggartiasto Lukita, Menteri Perdagangan. Uang itu diberikan untuk mengamankan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16/M-DAG/PER/3/2017 tentang Perdagangan Gula Kristal Rafinasi Melalui Pasar Lelang Komoditas, yang akan berlaku akhir Juni 2017. Saat itu Bowo merupakan pemimpin Komisi VI DPR. Enggar meminta bantuan Bowo karena peraturan Menteri Perdagangan itu dipersoalkan sebagian anggota Dewan.
Enggartiasto belum bisa dimintai konfirmasi. Pada 18 April lalu, Enggar menerima tim majalah Tempo selama satu setengah jam di ruangannya di Kementerian Perdagangan. Ia bercerita banyak hal, tapi meminta seluruh penjelasannya tidak dikutip. M. ROSSENO AJI | REZKI ALIVIONITASARI | RUSMAN PARAQBUEQ
Dari Berbagai Sumber
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo