Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bukan Basa-Basi?

Meski belum ada aturannya, Presiden Abdurrahman mau diperiksa polisi dalam kasus dana Bulog. Tapi pemeriksaan itu dianggap cuma manuver politik menjelang sidang MPR.

25 Juni 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BUKAN Presiden K.H. Abdurrahman Wahid, agaknya, kalau tak menciptakan sensasi baru. Tilik saja, dibandingkan dengan tiga presiden Indonesia sebelumnya, cuma Gus Dur yang bisa diperiksa polisi. Pemeriksaan untuk kasus manipulasi dana Badan Urusan Logistik (Bulog) senilai Rp 35 miliar itu berlangsung pada Jumat malam pekan lalu di Istana Negara. Kalau pemeriksaan itu berkepanjangan, tidak perlukah Gus Dur dinonaktifkan sebagai presiden? Bukankah tuntutan pemberhentian sementara juga terlontar tatkala Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin diperiksa secara intensif oleh Kejaksaan Agung akibat kasus Bank Bali? Tunggu dulu. Tentu analogi pidana begitu tak bisa dipukul rata pada presiden, yang punya jabatan terhormat di republik ini. Apalagi, menurut kepolisian, Gus Dur masih diperiksa selaku saksi. Jadi, bukan sebagai tersangka seperti pada preseden Syahril. Menurut Kepala Dinas Penerangan Mabes Polri, Brigjen Dadang Garnida, pemeriksaan Gus Dur berlangsung selama tiga jam. Yang memeriksa tak tanggung-tanggung, empat petinggi kepolisian, mulai dari Kapolri Jenderal Rusdihardjo sampai mantan Kepala Direktorat Reserse Kepolisian Jakarta, Kolonel Alex Bambang Riatmojo. Sayangnya, Dadang Garnida enggan menjelaskan hasil pemeriksaan Gus Dur, yang waktu itu didampingi Sekretaris Kabinet Marsilam Simanjuntak. Apalagi soal kepastian terlibat-tidaknya Gus Dur dalam kasus Bulog. ''Itu wewenang pengadilan, bukan kompetensi polisi," ujar Dadang. Yang jelas, pemeriksaan itu sekadar melengkapi keterangan para saksi sebelumnya. Entah bagaimana kelanjutan pemeriksaan itu, termasuk akan diperiksa lagi-tidaknya Gus Dur. Demikian pula kemungkinan akibat hukum pemeriksaan terhadap posisi Gus Dur sebagai presiden. Persoalannya sekarang, apa dasar hukum polisi memeriksa presiden yang kepala pemerintahan dan berada jauh di atas kepolisian. Kapolri Rusdihardjo mengakui bahwa sampai saat ini memang belum ada perangkat hukum tentang tindakan kepolisian terhadap presiden. Meskipun demikian, aturan pokok tentang supremasi hukum dan kesamaan di muka hukum pada Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 agaknya bisa dijadikan landasan. Berdasarkan itu, perlakuan hukum terhadap presiden tak berbeda dengan orang biasa. Tinggal masalah teknis pemeriksaannya. Karena kesibukan Presiden, polisi akan memeriksanya di Istana Negara pada Senin pekan ini. Ternyata, seusai salat Jumat pekan lalu, Gus Dur mengabarkan bahwa ia bersedia diperiksa pada Jumat malamnya. ''Ini sejarah demokrasi yang monumental, karena presiden mau diperiksa penyidik," kata Dadang. Ahli hukum pidana Loebby Loqman juga berpendapat bahwa pemeriksaan Presiden di Istana Negara sudah sesuai dengan ketentuan hukum. ''Dari segi keamanan, itu lebih praktis. Kalau diperiksa di Mabes Polri, polisi bisa repot mengamankan jalan berikut lingkungannya sejak sebelum sampai setelah kedatangan Presiden," kata Loebby. Tapi ada juga yang menganggap pemeriksaan itu hanya manuver politik Gus Dur menjelang sidang tahunan MPR pada Agustus 2000. Dengan pemeriksaan itu seakan-akan Presiden sudah menunjukkan kemauan politik untuk memberantas korupsi, terutama kasus Bulog. Jurus serupa pernah dilakukan Presiden B.J. Habibie untuk menyambut sidang MPR pada Oktober 1999. Untuk membuktikan keseriusannya menuntaskan kasus mantan presiden Soeharto, Habibie mengandalkan keputusan penghentian penyidikan kasus Soeharto. Ternyata, hal itu justru menjadi ganjalan berat, sehingga pidato pertanggungjawaban Habibie ditolak MPR. Itu sebabnya, dosen hukum tata negara di Universitas Indonesia yang juga pengacara, Muchyar Yara, tak mempersoalkan lokasi pemeriksaan presiden. ''Di Istana Negara ataupun di Mabes Polri sama saja. Pemeriksaan itu secara yuridis tak akan memberikan hasil apa pun selain hanya untuk menyenangkan hati rakyat," kata Muchyar. Sebab, di negara mana pun, kedudukan polisi pasti di bawah presiden. Menurut Wakil Sekretaris Jenderal Golkar itu, persoalan akan berbeda bila presiden diperiksa oleh penyidik independen yang dibentuk MPR. Cara itu pula yang dilakukan Senat Amerika Serikat ketika memeriksa Presiden Bill Clinton akibat keterangan bohong dalam kasus Monica Lewinsky. Agar pemeriksaan Presiden punya arti dan akibat hukum, mau tak mau amendemen UUD 1945 harus memuat mekanisme impeachment semacam itu. Happy S., Philipus Parera, dan Adi Prasetya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus