"BUUD tak boleh ogah-ogahan. Begitu melihat harga beras atau
padi petani turun, harus segera beli,dengan harga lantai. Toh
BUUD. diberi kredit untuk itu".
Menteri Sudharmono melontarkan teguran itu awal minggu lalu.
Soalnya, Presiden mendapat laporan hasil rapat pengadaan pangan
di Yogya tanggal 3 Mei bahwa harga padi sudah anjlok di bawah
harga lantai (floor price). "Tapi jatuhnya harga padi itu hanya
di beberapa daerah kantong saja", Sudharmono menambahkan. Yakni
di 4 kabupaten di Jawa Barat: Karawang, Indramayu, Subang dan
Sumedang - di mana harga gabah jatuh sampai Rp 62/kg. Buat
penduduk kota, khususnya bagi penghuni Ibukota, yang doyan nasi
sih senang-senang saja. Sebab dengan jatuhnya harga padi di
kantong-kantong produksi di Jawa Barat otomatis harga beras jadi
lebih murah. Tapi buat petani, yah berabe.
Itu sebabnya Bulog dan BRI telah buru-buru turun tangan, agar
harga untuk petani naik lagi. BRI menyalurkan kreditnya pada
pabrik beras dan huller-huller non-BUUD supaya segera membeli
dari petani. Pengusaha-pengusaha swasta ini diikat dengan
kontrak dengan Dolog, dan hanya yang betul-betul bonafid saja
dapat kredit. Begitu diterangkan oleh Kepala Bulog Bustanil
Arifin yang juga mengikuti rapat kordinasi pengadaan pangan di
Yogya, bersama Menteri Pertanian, Bappenas & staf Menteri
Keuangan.
Kosong Melompong
Tapi sebenarnya, apa sebab harga gabah di desa sampai jatuh di
bawah harga lantai Rp 68,50 yang ditentukan pemerintah? Menurut
Bustanil Arifin. sebabnya karena musim panen raya sedang
mencapai puncaknya. Sehingga BUUD dan KUD ( Koperasi Unit Desa)
yang jumlahnya 833 buah di Jawa Barat tak mampu mengabsorbirnya.
Keterangan itu sungguh berbeda dengan apa yang diberitakan oleh
koran Bandung Pikiran Rakyat 5 Mei yang lalu. "Banyak BUUD dan
KUD di Jawa Barat tidak turun tangan sama sekali dalam mengatasi
persoalan ini, sebab mereka masih terlibat dalam hutang kredit
pengadaan pangan kepada BRI", kata seorang anggota Badan Pembina
Bimas Jawa Barat kepada PR . Keterangan itu diperkuat oleh
laporan pandangan mata wartawan koran itu, yang menyaksikan
banyak gudang BUUD/KUD masih kosong melompong, karena banyak
manajer BUUD/KUD yang sama sekali belum membeli gabah dari
petani. Masih menunggak hutang pada Bank.
99% Menunggak!
Masalah tunggakan BUUD/KUD di Jawa Barat tampaknya sudah umum.
Akibatnya, kalau mereka toh masih mendapat kredit dari BRI, uang
itu dipakai untuk menutup hutang tahun-tahun yang silam.
Berapa banyak BUUD/KUD yang masih punya tunggakan hutang pada
BRI? "Praktis 99% masih menunggak", sahut manajer Pusat Koperasi
Unit Desa (Puskud) Jawa Barat, Elyas pada TEMPO. "Dan itu sejak
tahun 1973, ketika BUUD secara mendadak mulai dilibatkan dalam
operasi pengadaan pangan untuk stok nasional". Menurut sumber
BRI Jawa Barat, jumlah tunggakan yang terus menumpuk sejak 1973
itu s/d Mei 1975 sudah berjumlah Rp 1,39 milyar. Berarti
rata-rata satu BUUI)/KUD masih berhutang Rp 3 juta pada BRI.
Setelah operasi pengisian stok nasional dan pembelian umum tahun
lalu, sekarang tuntutan itu sudah naik jadi Rp 1,8 Milyar.
Begitu keterangan staf ahli Puskud Jawa Barat, ir Hanan
Hardjasasmita.
Tunggakan itu terjadi, karena setiap tahun BUUD/KUD tekor dalam
operasi pengadaan pangannya. Ketekoran yang terus-menerus
ditutup dengan pinjaman BRI. Tapi mengapa selalu mesti tekor!
"Dengan sistim sekarang,hanya malaikat yang bisa untung", kata
Elyas. KUD hanya dapat komisi sebanyak Rp 1 per kilo gabah yang
disetor ke Sub-Dolog. Ini dinilai terlalu sedikit. Sebab risiko
gabah yang susut sebelum sampai ke gudang Dolog saja sudah 2%,
atau Rp 1,36 per kilo. Sementara itu uang harus disisihkan untuk
membayar bunga, cicilan kredit gudang, dan lain-lain.
"Jadi kalau membeli berdasarkan harga lantai, sudah pasti rugi.
Kalau bisa membeli di bawah harga lantai, baru bisa
sedikit-demi-sedikit mencicil hutang yang sudah bertumpuk sejak
tahun 1973 itu. Tapi dilemanya, kalau membeli gabah dari petani
berdasarkan harga umum yang di bawah harga lantai itu BUUD tidak
lagi menjadi pelindung petani", tutur Elyas. Tapi itu adalah
persoalan lama, sejak 1973.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini