Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Tak Konsisten Syarat Perjalanan

Pemerintah tak lagi mewajibkan calon penumpang pesawat mengantongi hasil tes PCR, tapi bisa juga dengan hasil tes antigen. Aturan teranyar ini menganulir ketentuan sebelumnya.

2 November 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Calon penumpang antre untuk check-in dan pemeriksaan dokumen syarat penerbangan di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, 1 November 2021. TEMPO/Nita Dian

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemerintah tak lagi mewajibkan calon penumpang pesawat mengantongi hasil tes PCR, tapi bisa dengan hasil tes antigen.

  • Pemerintah mewajibkan semua perjalanan darat, baik penumpang maupun logistik, terbebas dari Covid-19, yang dibuktikan dengan tes antigen atau PCR.

  • Syarat perjalanan pada masa pandemi tiga kali berubah dalam satu bulan terakhir.

JAKARTA – Pemerintah sudah tiga kali mengubah syarat perjalanan pada masa pandemi Covid-19 dalam satu bulan terakhir, khususnya keharusan bagi calon penumpang mengantongi hasil pemeriksaan polymerase chain reaction atau PCR. Dalam aturan terbaru, pemerintah tak menjadikan tes PCR sebagai satu-satunya metode pemeriksaan virus corona bagi calon penumpang karena mereka bisa juga menggunakan tes antigen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan perubahan aturan syarat perjalanan tersebut dilakukan karena melihat angka penularan kasus Covid-19 nasional terus menurun. Percepatan cakupan vaksinasi Covid-19 juga dinilai cukup untuk mengantisipasi penularan virus dari para penumpang yang mudik ataupun melakukan perjalanan saat libur Natal dan tahun baru.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Penumpang pesawat cukup menggunakan tes antigen,” kata Muhadjir dalam konferensi pers, kemarin.

Muhadjir mengatakan ketentuan ini berlaku seragam di semua perjalanan udara, baik di Jawa dan Bali maupun di luar kedua pulau tersebut. Padahal pemerintah sebelumnya membedakan aturan bagi calon penumpang perjalanan udara di Pulau Jawa-Bali dengan di luar Jawa-Bali. Khusus di Pulau Jawa-Bali, calon penumpang pesawat wajib memperlihatkan hasil negatif tes PCR. Sedangkan calon penumpang di luar Jawa-Bali bisa menggunakan tes antigen.

Calon penumpang melakukan tes RT-PCR di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, 25 Oktober 2021. TEMPO/Tony Hartawan

Aturan baru ini berlaku mulai awal November ini. Setiap penumpang pesawat hanya perlu menunjukkan hasil tes antigen, yang biaya ujinya jauh lebih murah dibanding tarif pemeriksaan PCR. Tarif tes PCR di Jawa-Bali sebesar Rp 275 ribu per orang, sedangkan di luar Jawa-Bali sebesar Rp 300 ribu per orang. Adapun biaya tes antigen hanya Rp 99 ribu hingga Rp 109 ribu per orang.

Perubahan aturan perjalanan ini dilakukan bersamaan dengan laporan majalah Tempo edisi pekan ini, yang mengungkap adanya dugaan motif bisnis di balik pengaturan perjalanan udara lewat tes PCR. Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir dikaitkan dengan bisnis tes Covid-19 tersebut.

Dugaan keterlibatan keduanya terungkap dari GSI Lab milik PT Genomik Solidaritas Indonesia. Laboratorium ini berdiri pada masa awal pandemi dan sudah menggelar lebih dari 700 ribu tes Covid-19. Berdasarkan penelusuran Tempo, sejumlah saham PT Genomik dimiliki oleh PT Toba Sejahtera dan PT Toba Bumi Energi, yang terafiliasi dengan Luhut Binsar Pandjaitan. Pemilik lain PT Genomik adalah Yayasan Adaro Bangun Energi, yang terafiliasi dengan Garibaldi Thohir—kakak Erick Thohir. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid, juga ada dalam kepemilikan perusahaan itu.

Baru empat bulan berdiri, PT Genomik sudah membukukan keuntungan sebesar Rp 3,29 miliar. Laboratorium ini terdapat di lima lokasi, yang beroperasi di Jakarta, Depok, dan Tangerang. Ada pula laboratorium Intibios Lab, yang terafiliasi dengan mantan Menteri Perdagangan yang juga politikus NasDem, Enggartiasto Lukita.

Sejak laju penularan Covid-19 berada di bawah 2.000 kasus per hari pada akhir September lalu, pemerintah memperbaiki sejumlah aturan pembatasan kegiatan masyarakat, termasuk ketentuan perjalanan. Lewat Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2021 pada 18 Oktober 2021, pemerintah mengatur syarat perjalanan udara, yaitu calon penumpang pesawat domestik harus menunjukkan kartu vaksinasi minimal suntikan dosis pertama serta hasil tes PCR yang dilakukan setidaknya 48 jam sebelum terbang.

Aturan ini menuai penolakan dari berbagai elemen masyarakat karena tarif tes PCR masih mahal. Ketika itu, tarif tes PCR dipatok sebesar Rp 490 ribu per orang di wilayah Jawa dan Bali. Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa biaya tes dipatok lebih tinggi hingga Rp 900 ribu dengan layanan hasil tes cepat keluar.

Publik juga menolak karena keharusan tes PCR itu hanya berlaku bagi calon penumpang pesawat, sedangkan pada perjalanan darat, seperti kereta api dan bus, tes tersebut tidak diwajibkan. Calon penumpang perjalanan darat bisa menggunakan tes antigen. Padahal ahli epidemiologi dan sejumlah penelitian menunjukkan bahwa tingkat penularan Covid-19 di pesawat paling rendah dan tergolong aman dibanding transportasi lain.

Aturan Kementerian Dalam Negeri itu juga berbeda dengan keputusan Kementerian Perhubungan yang merujuk pada surat edaran Satuan Tugas Covid-19 mengenai syarat perjalanan. Sesuai dengan surat edaran Satgas Covid-19, pelaku perjalanan yang sudah divaksin dosis pertama wajib terbebas dari Covid-19, yang dibuktikan dengan tes PCR yang sampelnya diambil 2 x 24 jam sebelum keberangkatan. Aturan berbeda diterapkan ketika pelaku perjalanan sudah dua kali divaksin. Mereka cukup menunjukkan hasil tes antigen, yang sampelnya diambil maksimal 1 x 24 jam sebelum keberangkatan.

Polemik ini mendapat respons dari Istana. Presiden Joko Widodo lantas meminta batas atas tarif tes PCR diturunkan menjadi Rp 300 ribu per orang. Di samping itu, aturan perjalanan diubah. Pelaku perjalanan udara tetap diwajibkan melakukan tes PCR, tapi durasi pengambilan sampelnya lebih lama, yaitu 72 jam sebelum terbang.

Petugas melakukan tes usap antigen kepada penumpang di Bandara Husein Sastranegara, Bandung, Jawa Barat, 18 Desember 2020. TEMPO/Prima Mulia

Peneliti dari lembaga nirlaba LaporCovid-19, Irma Handayani, mengatakan pemerintah tidak menjadikan sains kesehatan masyarakat sebagai pertimbangan syarat perjalanan. “Dibuatnya aturan untuk perjalanan ini demi kepentingan ekonomi elite saja,” kata Irma, kemarin.

Dalam konferensi pers kemarin, Muhadjir mengatakan antisipasi gelombang ketiga Covid-19 yang terjadi karena liburan Natal dan tahun baru bakal dirumuskan kementerian dan lembaga terkait. Ia juga menyebutkan perihal target vaksinasi sebesar 60 persen hingga akhir tahun sehingga berani menghilangkan kewajiban tes PCR bagi penumpang.

Mulai kemarin, Kementerian Perhubungan juga menambah aturan perjalanan darat. Mereka yang naik bus, kereta api, atau pengemudi truk logistik yang durasi perjalanannya lebih dari 4 jam melintasi Pulau Jawa dan Bali wajib telah disuntik vaksin minimal sekali. Syarat lainnya, wajib mengantongi tes antigen minimal 24 jam sebelum perjalanan. “Ini untuk menghindari penularan Covid-19,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi.

INDRI MAULIDAR
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus