Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Cemas Kurang Beras

Pemerintah memutuskan mengimpor 500 ribu ton beras dari Thailand dan Filipina untuk menekan lonjakan harga beras akibat stok minim. Di pasar, harga beras medium mencapai Rp 12 ribu per kilogram, padahal harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah hanya Rp 9.450. "Karena stok sekarang sedang kurang, serap dulu beras (dari luar), baru kemudian jual," kata Wakil Presiden Jusuf Kalla, Jumat dua pekan lalu.

21 Januari 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemerintah mengklaim beras impor tak akan mengusik petani lokal. Tujuan impor adalah untuk operasi pasar serta memperkuat stok di gudang-gudang milik Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog). Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia Sutarto Alimoeso tak mempersoalkan impor beras. "Itu untuk stabilisasi," ujarnya.

Impor beras karena minimnya stok pernah diulas dalam artikel majalah Tempo edisi 23 Juni 1973 berjudul "Menekan Beban Impor". Ketika itu, pemerintah mulai waswas terhadap kemampuan para gubernur di daerah lumbung padi untuk menutupi kebutuhan beras. MenteriKoordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri Widjojo Nitisastro, yang biasanyamondar-mandir ke luar negeri mengurus bantuan negara-negaradonor, jadi rajin menginspeksi ke berbagai daerah.

Menteri Perdagangan Radius Prawiro mendapat tugas khusus untuk terbang keBangkok, Thailand, dan Tokyo, Jepang, mencariberas. Pengalaman Bulog yang terlambat mengimpor beras tahun sebelumnya membikin pemerintah bergegasmengisi kekurangan stok nasional dengan impor. Malangnya, upaya itu muncul saat dunia diancam kekurangan bahanpangan. Berasdan gandum menjadi bahan diplomasi negara yang memilikinya. Pemerintah Thailand menyatakan tak akan mengekspor berasnya untuk sementara waktu.

Bulog hanya mampu memenuhi gudang-gudang sewaannya sebanyak 900 ribu ton beras lokal. Sedangkan sisanya, sekitar 600 ribu ton, perludiimpor. Namun ada pendapat bahwa kekuranganberassebanyakitu tidak usah buru-buru ditutup dengan impor. Melesetnya taksiran hasil panen sekarang bisa ditebus dengan panen pada Oktober. Tapi pendapat optimistis itu harus disertaicatatan: sebaiknya pemerintah menghapuskan larangankeluar-masuknyaberasantarprovinsi. Maksudnya, agarkekurangan produksi di satu provinsi dapat ditopang dari daerah lain.

Persoalannya, bagaimana membuat petani lebih bergairah meningkatkan produksi?Seorang tengkulak dari Karawang mempunyai rumusan sederhana. "Hapuskan saja ketentuan harga patokan karena dalam praktiknya tidak jalan." Pikiran seperti itubukan tidak ada logikanya. Harga yang ditawarkan Bulog kepadapetani via penggilingan atau badan usaha unit desa tak mampu bersaing dengan harga pasar.

Himpunan Kerukunan Tani Indonesia menyarankan agar harga patokanterendah padi danberastidak dijadikan harga pembeliantertinggi. Pembelian beras hendaknya disesuaikandengan perkembangan harga pasar yang berlaku sehingga tidakmerugikan petani. Caranya dengan regionalisasiharga atau penetapan harga per daerah. Cara lain, diam-diam mengikuti hargapasar sejauh belum melampaui harga patokan tertinggi.

Hargaberasdi Jepang adalah US$ 160 per long ton atau lebih tinggi daripada harga beras di dalam negeri. Seandainya pemerintah bersediamembeli padi atauberasdengan harga pasar sambil menungguselesainya panen, bebanimporberas tidak mustahil dapat dikurangi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus