Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejak lahir hingga usia 16 tahun, Weldie Rainald Basa Bolen tinggal bersama orang tuanya di Sabah, Malaysia. Orang tuanya yang berasal dari Larantuka, Nusa Tenggara Timur bekerja sebagai pekerja migran di perkebunan kelapa sawit dan dirinya belajar di Community Learning Center (CLC) wilayah Sabah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karena bukan warga negara Malaysia dan tak berbekal dokumen kependudukan yang resmi, hak-hak seperti layaknya warga negara, tidak dapat diterima sepenuhnya, termasuk dalam pendidikan. Keluarga Weldie pun tak menyianyiakan kesempatan saat ada program Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM) Repatriasi dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Karena kita di Malaysia adalah pendatang, jadi belum mendapatkan hak-hak seperti yang kita dapatkan di sini. Di sini, mendapatkan pendidikan yang sangat-sangat layak bagi saya,” kata Weldie yang kini sudah dua bulan berada di Indonesia dan bersekolah di SMA Negeri 3 Malang, dikutip dari laman Kemendikbudristek.
“Siapa sih yang enggak mau balik ke negara sendiri dan melanjutkan pendidikan di sini?” kata Weldie di sela kunjungan ke Museum Pahlawan 10 November dalam rangka Pelatihan Wawasan Kebangsaan ADEM Repatriasi Jawa Timur di Kota Surabaya, Sabtu, 14 Oktober 2023.
Pelatihan Wawasan Kebangsaan sendiri diberikan kepada para siswa ADEM Repatriasi antara lain untuk menanamkan jiwa nasionalisme serta mendampingi mereka agar tidak mengalami gegar budaya.
Cerita serupa disampaikan oleh Ona Ernastin Erwin, siswi asal Flores, Nusa Tenggara Timur. Ia juga sejak lama ingin kembali ke Tanah Air.
Ona juga sebelumnya bersekolah di CLC wilayah Sabah. Ia kini sedang melanjutkan pendidikan di Indonesia dan mulai merintis cita-citanya untuk menjadi seorang tentara.
“Untuk membuktikan ke orang-orang bahwa perempuan itu tidak lemah dan membuktikan kepada keluarga kalau saya bisa seperti orang lain,” kata Ona yang kini bersekolah di SMA Immanuel Batu, Malang.
Tuwan Oktavio juga memutuskan kembali ke Indonesia lewat program yang sama. “Saya membayangkan rasanya bisa tinggal di Tanah Air tercinta, bagaimana bisa mengenal lingkungan alamnya di sana, teman-teman baru di sana,” kata dia.
Dengan nasihat dari orang tuanya, Tuwan akhirnya berangkat ke Indonesia dan melanjutkan sekolah di SMK Brantas Karangkates, Malang. “Jika bisa, belajar rajin-rajin untuk membanggakan mereka,” ujarnya.
Cerita berbeda datang dari Noni Fitriana. Ibu beserta ibu dan kakak laki-lakinya tinggal di Johor, Malaysia sejak ia berusia satu tahun. Ia pulang ke Indonesia untuk menempuh pendidikan dan bercita-cita dapat membawa orang tua dan kakaknya kembali ke kampung halaman.
“Harapan saya bisa langsung lanjut ke jenjang kuliah dan setelah sukses, membawa orang tua kembali ke Indonesia, ke Sumatra Barat,” kata Norin yang kini menempuh pendidikan di SMA Rambipuji, Jember.
Weldie, Ona, Tuwan, dan Norin adalah potret kecil dari 299 siswa penerima program ADEM Repatriasi yang tersebar di seluruh Indonesia pada tahun ini.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim mengingatkan kepada para siswa agar memanfaatkan program ini semaksimal mungkin, terlebih karena pembelajaran di sekolah sudah lebih menyenangkan berkat Kurikulum Merdeka. Ia pun mendorong agar selama menempuh pendidikan jenjang SMA, para siswa berupaya menorehkan prestasi dan mencari peluang untuk meraih beasiswa jenjang kuliah yang kini sudah makin banyak pilihannya, seperti Beasiswa Indonesia Maju, Beasiswa LPDP untuk jenjang S1 dan Kartu Indonesia Pintar.
“Untuk mendapatkan beasiswa, prestasi adik-adik di SMA menjadi salah satu poin pertimbangan, oleh karena itu gunakannya kesempatan yang berharga ini untuk belajar dengan optimal, berkarya sebanyak mungkin, dan meraih prestasi setinggi-tingginya,” ujar Nadiem.
Saat ini, anak-anak Indonesia peserta program ADEM Repatriasi 2023 semuanya berasal dari wilayah perbatasan Malaysia dan Indonesia, dengan sejumlah peserta terbaru dari Johor Bahru. Ke-299 siswa tersebut telah melanjutkan pendidikan menengah di 11 provinsi di Indonesia, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Banten, Lampung, Bali, NTB, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Selatan.
Pilihan Editor: Cegah Kecelakaan di Sekolah, Pj Gubernur DKI Minta Sarana Sekolah yang Rawan Diperbaiki