Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Cerita Amal dan Iman Pastor Filipina

Banyak tradisi lama yang ditangguhkan untuk mengurangi kemungkinan infeksi di Filipina, termasuk kegiatan keagamaan. Di negara yang mayoritas penduduknya beragama Katolik ini, pertemuan keagamaan selama masa pandemi menjadi masalah yang diperdebatkan.

27 Maret 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pastor Dan Cancino dari Ordo Camillian memberkati bangsal isolasi COVID 19, di rumah sakit Institut Quezon di Kota Quezon, Filipina./Dok Father Dan Cancino

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PASTOR Dan Cancino merawat korban Covid-19 sejak pandemi bermula di Filipina. Negara dengan populasi 110 juta jiwa ini mendeteksi kasus pertama pada 30 Januari 2020. Hingga Jumat, 26 Maret lalu, tercatat 702.856 kasus infeksi dengan jumlah pasien meninggal mencapai 13.149. Cancino adalah pastor Katolik dari ordo religius Camillian, yang anggotanya bersumpah menghibur orang sakit meski berisiko bagi diri sendiri.

Mengenakan salib merah besar di dada yang melambangkan ordonya, Cancino secara teratur pulang-pergi ke dua rumah sakit besar di Metro Manila: Amang Rodriguez Memorial Medical Center di Kota Marikina dan Quezon Institute, rumah sakit khusus untuk tuberkulosis, di Kota Quezon. Di rumah sakit ini, dia melayani orang-orang yang memanggilnya untuk berdoa, bersama keluarga. "Kenyamanan dapat ditunjukkan dengan sentuhan tangan dan genggaman," kata sekretaris eksekutif bagian perawatan kesehatan Konferensi Waligereja Filipina ini.

Bagi umat Katolik, sentuhan adalah bagian penting dalam sakramen pengurapan orang sakit, yang biasanya diberikan kepada mereka yang sakit parah. Sentuhan melambangkan kenyamanan dan kesembuhan yang datang dari Tuhan. Tapi, ketika pandemi melanda, Cancino mendapati dirinya tidak dapat memberikan sentuhan itu, bahkan untuk salah satu teman terdekatnya.

Saat keadaan teman Cancino berubah menjadi lebih buruk, dia menerima panggilan telepon dari saudara perempuan kawannya itu yang memintanya memberikan berkat. Mereka melakukan panggilan video dengan bantuan perawat yang mengenakan alat pelindung diri seluruh tubuh di sisi temannya. Sekitar pukul 5 sore, sang kawan meninggal dunia.

Seperti halnya di Indonesia, banyak tradisi lama yang ditangguhkan untuk mengurangi kemungkinan infeksi di Filipina, termasuk kegiatan keagamaan. Di negara yang mayoritas penduduknya beragama Katolik ini, pertemuan keagamaan selama masa pandemi menjadi masalah yang diperdebatkan. Gereja Katolik Filipina konsisten mengikuti aturan pembatasan pertemuan keagamaan. Namun uskup terkemuka mengkritik pemerintah karena menganggapnya sangat membatasi pertemuan keagamaan, sementara kegiatan komersial diizinkan beroperasi dalam kapasitas yang lebih besar.

Tepat sebelum Pekan Suci Paskah tahun ini, misalnya, pemerintah Filipina memutuskan melarang semua pertemuan keagamaan di Metro Manila dan empat provinsi terdekat karena terjadi lonjakan angka infeksi virus. Administrator Apostolik Keuskupan Agung Manila Uskup Broderick Pabillo menentang keputusan itu dengan mengizinkan gereja beroperasi dalam kapasitas 10 persen sambil menekankan kepatuhan ketat terhadap protokol kesehatan.

Pastor Cancino percaya bahwa iman seseorang dapat mempengaruhi orang untuk melakukan apa yang diperlukan dalam melindungi diri mereka dan orang lain. "Keyakinan saya menyiratkan bahwa saya akan mengikuti langkah-langkah untuk mencegah Covid-19. Itu tanggung jawab saya kepada orang lain sebagai pribadi, sebagai murid Yesus, karena inilah yang diajarkan Tuhan," ucap Cancino.

Tokoh agama Filipina juga risau terhadap vaksinasi untuk jemaahnya. Austriaco, seorang pastor Dominikan, memikirkan paroki ordo di Kepulauan Babuyan yang terpencil, sekitar 30 kilometer di utara Pulau Luzon di Filipina utara. Setelah membaca sebuah studi tentang bagaimana ragi probiotik dapat menghasilkan antibodi, dia mengadopsi mekanisme ini dan mengembangkan vaksin berbasis ragi yang dapat diberikan secara oral.

Selain terhadang masalah logistik, Filipina menghadapi tantangan signifikan dalam tujuan ambisiusnya memvaksin 70 juta orang pada akhir 2021. Pada 1 Maret lalu, pemerintah Filipina memulai program vaksinasi nasional di tengah skeptisisme yang mendalam. Sebuah survei oleh OCTA Research Group selama 26 Januari-1 Februari 2021 menemukan hanya 19 persen orang Filipina yang bersedia divaksin.

Austriaco yakin lebih banyak orang akan mau menerima suntikan setelah melihat orang lain yang mereka percayai—termasuk pemimpin agama—melakukan hal yang sama. "Begitu mereka melihat rekan-rekan mereka divaksin, kepercayaan terhadap vaksin meningkat," ujarnya.

Cancino menambahkan, gereja berperan penting membangun ketahanan umat pada saat darurat ini. "Di masa yang tidak pasti ini, hanya ada satu yang pasti—Tuhan. Dan di sanalah kita dapat menemukan lebih banyak penghiburan dalam harapan. Bagi saya, salah satu faktor penting, atau salah satu yang berkontribusi penting, adalah iman. Bukan hanya di Katolik, tapi juga bahkan bagi saudara kita yang muslim atau Buddha," tutur Cancino.

Abdul Manan (Jakarta), Paterno R. Esmaquel II, Robbin M. Dagle (Manila)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus