PDI, partai paling kecil itu, kembali tampil dengan pikiran-pikiran bagus. Di tengah ramainya penyusunan daftar calon anggota DPR untuk pemilu kelak, dan kasak-kusuk, serta sikut-sikutan yang mengitarinya, PDI malah menelurkan berbagai keputusan menarik. Misalnya, "Ketua DPD dan DPC tidak boleh menjadi anggota DPR setingkat di atasnya," kata Nicolous Daryanto, 48, Sekjen PDI. Jadi, Ketua DPD tak diperkenankan menjadi anggota DPR Pusat, dan Ketua DPC tak boleh menjadi anggota DPD Tingkat I. Tak hanya itu. Masih berkaitan dengan lembaga wakil rakyat, DPP PDI telah pula melahirkan ketentuan lain. "Masa tugas anggota DPR dari PDI dibatasi hanya dua kali saja," ujar Daryanto. Apa latar belakang berbagai keputusan itu? Menurut Daryanto, PDI memandang perlu membatasi masa tugas anggotanya di DPR, Senayan, Jakarta, hanya dua kali masa tugas saja. "Dari observasi kami, banyak anggota DPR dari PDI yang telah berumur di atas 60," katanya. "Bahkan, ada yang sudah duduk di parlemen sejak tahun 1955." Berapa lama seseorang boleh menjadi anggota DPR, memang, tidak diatur dalam UU. "Tapi kami memandang perlu membatasinya, lebih-lebih karena jumlah kursi yang kami dapat hanya sedikit," katanya. Pembatasan itu dengan maksud memberi kesempatan kepada generasi yang lebih muda. Sepuluh tahun menjadi anggota DPR dinilai masa yang cukup panjang. "Kalau mengabdi sudah cukup lama, dan kalau menikmati, ya, juga cukup lama," kata Daryanto. Pembatasan dua kali periode itu tak hanya memberi peluang peremajaan. "Ada efek lain yang lebih penting," kata Daryanto. Mereka yang telah dua kali masa tugas di DPR itu akan menjadi tenaga berpengalaman. "Dan mereka akan kembali ke partai, dan mengabdi untuk partai. Dengan demikian, partai akan menjadi kuat karena diasuh orang-orang berpengalaman," katanya. Pada prinsipnya, demikian Daryanto, keanggotaan di DPR bukanlah hak pribadi. "Karena yang dipilih dalam pemilihan umum adalah tanda gambar partai," katanya. Dengan ketentuan itu, mayoritas anggota DPR dari PDI yang sekarang tak akan dicalonkan lagi. Maka, "Regenerasi dapat dilakukan secara murni," tambah Daryanto. "Inilah regenerasi yang berdasarkan kualitas, yang benar-benar muda, dan berorientasi ke masa depan." Lalu, mengapa Ketua DPD dan DPC tak boleh menduduki kursi DPR setingkat di atasnya? "Ketentuan ini memang khusus untuk jabatan ketua saja. Jika dia lebih memilih menjadi anggota DPR setingkat di atas, risikonya, ia harus meninggalkan jabatan ketua DPD atau DPC. Jadi, pilih salah satu," ujarnya. Alasannya: Untuk membina kepemimpinan di daerah. Seorang Ketua Dewan Pimpinan Daerah, yang menjadi angota DPR di Pusat, misalnya, waktunya akan habis di Jakarta. "Bagaimana bisa memimpin partai?" kata Daryanto. Bahkan, khusus bagi Daryanto sendiri, ia telah lebih dulu memutuskan, tidak akan mencalonkan diri menjadi anggota DPR. "Seorang sekjen harus tinggal di kantor -- membenahi manajemen partai," katanya. "Mengurus partai itu tanggung jawabnya besar, dan itu tidak bisa disambi." Dengan alasan inilah pula, Daryanto, sejak 1 September ini, resmi mengundurkan diri dari jabatannya sebagai seorang direktur di PT Pacific Chemical Indonesia, sebuah perusahaan patungan Indonesia-Amerika. "Berpolitik itu adalah pengabdian, dan bukan untuk menghidupi asap dapur," tambahnya. Daryanto, pernah belajar manajemen dua tahun di Universitas Colorado, AS. Sebelum bertugas di Jakarta, ia pernah berkedudukan di Singapura, membawahkan perwakilan tujuh negara. Kini, di PT PCI itu, ia hanya sebagai anggota Dewan Direksi. Partai memang harus dikelola serius dan dengan integritas, agar bisa mandiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini