NASIONALISME dan patriotisme perlu masuk karantina. Itulah gagasan Mayjen Harsudiono Hartas, Pangdam IV Diponegoro. Sebuah gagasan yang beranjak dan keprihatinannya dengan munculnya pahlawan jenis Rambo -- yang sebenarnya hanya ada di gedung-gedung bioskop -- di benak para anak muda Indonesia. "Padahal, pahlawan-pahlawan kita sendiri tak kalah tangguhnya dengan pahlawan dari mana pun," ujarnya. Lalu, panglima yang dilantik pertengahan tahun lalu itu meminta kewaspadaan terhadap ancaman komunis. Misalnya ia menyebut kejadian tahun 1966 ABRI menemukan bekas-bekas pendaratan pesawat terbang misterius di Gunung Wilis, yang termasuk wilayah Blitar Selatan -- pusat kekuatan PKI waktu itu di Jawa Timur. Berikut ini wawancara khusus yang dilakukan oleh Yusro M.S., dari TEMPO, di rumah dinasnya, Puri Wedari, di Semarang, Sabtu sllam. Proses munculnya gagasan karantina nasionalisme dan patriotisme? Saya melihat adanya kelemahan dalam pendidikan tingkat dasar tentang penanaman rasa patriotisme dan nasionalisme. Pada saat belajar membaca, anak-anak hanya diminta belajar per suku kata, seperti ba, bi, bu. Padahal, mereka sebenarnya bisa diajar membaca secara bulat. Dengan mengambil nama Pangeran Diponegoro misalnya, sehingga mereka bisa berlatih menganalisa struktur katanya, sekaligus mengenal nama pahlawannya. Nah, akibat cara belajar selama ini, saya melihat adanya ketipisan nasionalisme dan patriotisme di kalangan anak-anak muda kita. Lalu, siapa obyek karantina Bapak? Mereka yang sudah telanjur ke luar negeri, dengan bekal nasionalisme dan patriotisme yang tipis. Mereka ini, karena sudah terpengaruh oleh ilmu yang mereka peroleh di negeri orang, sering kali tak bisa lagi melihat kondisi negaranya secara obyektif. Salah satu contohnya di bidang sistem politik. Mereka menganggap, demokrasi di negerinya sendiri tidak benar. Tentu saja, karena di dalam kepala mereka sudah tertanam model demokrasi liberal atau paham komunisme. Padahal, demokrasi di Indonesia yang berdasarkan Pancasila jelas berbeda dengan kedua model itu. Jadi, mereka sebenarnya sudah teracuni. Bagaimana pelaksanaannya? Saya hanya mencoba menawarkan gagasan saya kepada para tokoh pendidik, baik di lingkungan pemerintahan maupun pengajar. Karena itu, saya selalu keluar masuk kampus, pesantren, dan berdiskusi dengan para pejabat di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bila ada kesempatan. Jadi, saya tak bermaksud melangkahi pejabat yang lebih berwenang. Saya malah berharap, agar gagasan saya, kalau disetujui, dilaksanakan oleh departemen-departemen yang berwenang. Bapak juga menyatakan menentang penghormatan bendera yang berlebihan? Betul sekali. Banyak orang yang memberi hormat kcpada bendera tanpa melihat makna bendera itu sendiri. Itu mendewakan benda namanya. Bendera adalah simbol bangsa dan kedaulatan negara, sehingga kalau kita menghormat bendera, kita harus berdoa kepada Tuhan. Kita harus berterima kasih kepada Tuhan karena telah dikaruniai menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat. Jadi, bukan kepada bendera itu sendiri kita harus berdoa. Bagaimana dengan mereka yang tidak bersedia menghormat bendera? Itu namanya separatis dan pengkhianat bangsa. Kalau dia memakai dalih agama, berarti dia juga berkhianat pada agamanya sendiri. Karena bukan pada bendera kita berdoa, tetapi tetap pada Tuhan. Sebenarnya, tak ada alasan untuk tidak bersedia menghormat bendera kebangsaan. Sejauh mana peran negara asing terhadap tindakan-tindakan ekstrem di Indonesia? Secara fisik, ancaman itu memang belum tampak jelas benar. Tapi mereka terus melakukan ancaman-ancaman dengan cara subversi. Baru-baru ini kami berhasil menangkap dua orang eks PKI yang kembali dengan diam-diam. Yang satu berhasil masuk karena memegang paspor Belanda, sedangkan satunya lagi memakai paspor Indonesia aspal yang diperoleh di Hong Kong. Keduanya kader PKI yang pernah disekolahkan di akademi militer dan politik Nanking, di RRC. Hans Dimyati, yang memegang paspor Belanda, sudah dipulangkan ke negerinya. Kawannya masih tetap ditahan. Tapi keduanya sudah diberi pelajaran untuk menghayati kembali Pancasila.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini