TENSI politik di Riau belum turun benar. Peristiwa 2 September tahun silam tersulut kembali. Ini terutama akibat digusurnya semua anggota DPR, dan 19 dari 24 anggota DPRD Tingkat I dari Golkar, pada pencalonan mendatang. Tanggal 2 September, memang, kini menjadi hari bersejarah di provinsi itu. Pada hari itu setahun silam, DPRD Tingkat I bersidang, memilih gubernur. Sungguh tak disangka, Imam Munandar, calon utama yang direstui oleh Pusat, ternyata, tak terpilih. Ia hanya mendapat 17 suara, sementara Ismail Suko, yang cuma calon pendamping, justru mendapat 19 suara. Ismail Suko, seperti diketahui, lantas mengundurkan diri. Munandar akhirnya yang dilantik menjadi gubernur untuk masa jabatan kedua. Dan, 2 September lalu, tiba-tiba saja, dua orang pemuda, diam-diam, memasuki ruang kerja Ketua FKP DPRD Tingkat I Ria. Keduanya lantas menyalakan sebatang lilin -- sebagai tanda merayakan ulang tahun pertama Peristiwa 2 September itu. Kedua pemuda itu, dengan cara itu, menunjukkan penghargaan pada FKP, karena berani membelot -- tidak memilih Imam Munandar. Mayjen (pur) Munandar, 59, gemar tinju dan judo. Duda dengan 7 anak dan 6 cucu itu juga gemar menggoreng nasi sendiri. Selepas magrib, Jumat pekan lalu, di kediaman Gubernur, ia menerima Agus Basri dari TEMPO. "Riau ini memang daerah yang khusus dan sukar," katanya. Ada yang bilang, tersingkirnya 19 anggota DPRD Tingkat I karena Bapak dendam. Apa komentar Bapak? Begini. Golkar adalah organisasi besar. Ini saya bicara sebagai Ketua Dewan Pertimbangan DPD Golkar. Kita harus melaksanakan kriterium PDLT, prestasi, dedikasi, loyalitas, dan tidak tercela. Dalam hal apa 19 orang itu dianggap kurang? Saya tidak ingin membicarakan hal itu. Sebaiknya itu ditanyakan ke DPP Golkar. Apa yang telah digariskan, yang telah diputuskan pucuk pimpinan organisasi, itulah yang harus kita laksanakan sebaik-baiknya. Jadi, loyalitas organisasi berjalan. Tapi mengapa Ismail Suko, dari DPRD Tingkat I, diorbitkan menjadi calon anggota DPR? Salah satu cara menyingkirkannya dari Riau? Itu tak usah ditanyakanlah. Karena tekanan dari atas? Ah, tidak ada itu. Menurut penilaian saya, ia memenuhi syarat untuk mewakili daerah ke pusat. Makanya, kita usulkan. Tak macam-macam. Tak ada persoalan macam-macam. Apakah 19 orang itu juga akan disalurkan oleh Golkar? Ya, nanti ... nanti ada yang ngatur sendiri. Apa tanggapan Bapak tentang penyalaan lilin di ruang kerja Ketua FKP pada 2 September lalu? Saya tidak tahu soal lilin itu. Saya tidak dengar ada lilin. Bukankah itu semacam sindiran? Ha ha ha .... Kita ini butuh bekerja, dan membangun. Kita sebagai pejuang, harus berjuang untuk kepentingan rakyat membangun. Lilin itu dinyalakan, karena kedua pemuda itu menghargai keberanian 19 anggota DPRD yang berani tidak memilih Pak Munandar. Saya tidak menanggapi soal itu. Butuh saya bekerja ... bekerja ... bekerja. Bagaimana keadaan politik di Riau ini sebenarnya? Pada umumnya, yah, bisa mendukung pembangunan. Saya telah terus-menerus datang ke daerah-daerah, mengumpulkan parpol, ormas, untuk menggalang ketertiban dalam politik. Saya kira keadaan tertib, memenuhi syarat-syarat yang menjadi fase-fase untuk melaksanakan pemilihan umum. Ada yang bilang, sulit bagi Golkar di Riau mendapat 70 persen suara pada pemilu nanti. Semua adalah perjuangan. Itu saya yakin. Maka itu, saya keliling ke daerah-daerah siang malam. Untuk misi itu. Ha ha ha ....
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini