Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Coblos Gambar Kuatkan Oligarki, Djarot: Sistemnya Transparan

Djarot membantah bahwa pemilihan legislatif dengan sistem proporsional tertutup akan menguatkan oligarki partai politik.

13 Januari 2020 | 17.18 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Djarot Saiful Hidayat saat ditemui di JI-Expo Kemayoran pada Kamis, 9 Januari 2020. TEMPO/Dewi Nurita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta-Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Djarot Saiful Hidayat membantah bahwa pemilihan legislatif dengan sistem proporsional tertutup akan menguatkan oligarki partai politik.

Dia beralasan sistem pencalonan tetap akan dilakukan dengan transparan sehingga publik bisa memberi catatan. "Enggak ada lah. Makanya zaman sekarang ini sistemnya transparan. Di situ oligarki kita koreksi, nanti masyarakat menilai," kata Djarot ketika dihubungi, Senin, 13 Januari 2020.

Perubahan sistem pemilihan legislatif menjadi proporsional tertutup ini menjadi salah satu rekomendasi hasil Rapat Kerja Nasional I PDIP yang disampaikan kemarin, Ahad, 12 Januari 2020. Fraksi PDIP di Dewan Perwakilan Rakyat selanjutnya akan menindaklanjuti dengan revisi Undang-undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.

Menurut Djarot, masyarakat bisa mengkritisi jika calon-calon legislatif yang diajukan dinilai tidak baik. Dia menyarankan publik untuk menyampaikan laporan ke Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan partai politik. "Berikan kepada KPU, Bawaslu, terutama ke partai yang bersangkutan," ujar Djarot.

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno sebelumnya menilai bahwa sistem proporsional tertutup akan meneguhkan oligarki partai politik. Sebab, partai bebas menentukan siapa calon yang akan melenggang menjadi anggota DPR.

"Sistem proporsional tertutup itu ingin meneguhkan bahwa partai politik cukup berkuasa, itu yang disebut oligarki," kata Adi kepada Tempo, Senin, 13 Januari 2020.

Penentuan caleg yang lolos pun bukan lagi berdasarkan perolehan suara terbanyak seperti yang berlaku sekarang, tetapi merujuk pada nomor urut. Adi mengatakan, caleg yang diberi nomor urut atas atau yang diprioritaskan partai pun belum tentu sesuai dengan keinginan rakyat.

"Itu yang disebut membeli kucing dalam karung, sehingga rakyat menerima kenyataan bahwa caleg yang terpilih itu bukan pilihan mereka tapi pilihan partai," kata dosen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah ini.

BUDIARTI UTAMI PUTRI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus