Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEJAK membacakan putusan pada Senin pekan lalu, hakim Sarpin Rizaldi mendadak hilang seperti ditelan bumi. Dia tidak tampak lagi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tempat ia sehari-hari berkantor. Koleganya, I Made Sutrisna, mengaku sudah lama tak bisa berkomunikasi dengan Sarpin. Menurut dia, sejak menangani gugatan praperadilan Komisaris Jenderal Budi Gunawan atas penetapan tersangka yang diterbitkan Komisi Pemberantasan Korupsi, Sarpin menjadi tertutup. "Hari ini dia tidak ngantor. Enggak tahu kenapa," kata Made Sutrisna kepada Tempo di kantornya, Jumat pekan lalu.
Juru bicara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu menjelaskan, Sarpin hanya mengisi presensi pada Selasa pagi pekan lalu, sehari setelah putusan dia yang memenangkan gugatan Budi Gunawan. Ia pamit tak masuk kerja dengan alasan lelah. Pada Rabu, Sarpin kembali tak terlihat di kantor pengadilan yang terletak di Jalan Ampera Raya itu. Kemudian pada Jumat, selepas libur Imlek, ia kembali tak menunjukkan batang hidungnya.
Sarpin pun tak bisa ditemui di kampungnya di Nagari Kapalo Ilalang, Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. "Dia tak pulang kampung," ujar Alfikri Mukhlis, adik kandung Sarpin, kepada Tempo, Jumat pekan lalu.
Selain membuat geger, putusan Sarpin menuai kritik tajam dari pelbagai penjuru. Kejanggalan terlihat dari awal saat dia berkukuh tetap menyidangkan perkara yang menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana bukan obyek praperadilan itu. Paling akhir putusan berujung pada lepasnya Budi Gunawan dari status tersangka suap ketika menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan pangkat brigadir jenderal pada 2004-2006.
Sarpin menilai Budi Gunawan bukanlah penyelenggara negara lantaran masih eselon II. Yang paling janggal, ajudan Megawati Soekarnoputri ketika menjabat Presiden RI itu disebut dalam putusannya bukan penegak hukum. Surat perintah penyidikan yang diterbitkan Komisi Pemberantasan Korupsi pada 12 Januari 2015 pun dinyatakan tidak sah. "Maka penetapan tersangka atas diri pemohon harus dinyatakan tidak sah," kata Sarpin.
Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Ganjar Laksmana Bondan, menilai Sarpin melampaui kewenangannya. Dalam Pasal 77 KUHAP, penetapan tersangka bukan materi sidang praperadilan. Yang bisa disidangkan adalah sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan. Praperadilan juga mengenai ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Menurut Pasal 95 KUHAP, praperadilan pun diperbolehkan untuk ganti rugi bagi tersangka, terpidana, atau terdakwa yang ditangkap, ditahan, atau dituntut tanpa alasan sesuai dengan hukum. "Budi Gunawan kan tidak ditangkap atau ditahan," ujarnya.
Hukum acara pidana yang menjadi aturan main praperadilan, Ganjar melanjutkan, menyangkut tata cara. Maka apa yang tak diatur dalam KUHAP tak boleh dilaksanakan. "Hukum acara tak boleh ditafsirkan." Pelaksanaan praperadilan pun sederhana, yaitu hanya tujuh hari dan dipimpin hakim tunggal karena cuma soal administratif prosedural.
Ganjar mencontohkan, pembuktian dalam praperadilan penangkapan atau penahanan cukup surat penangkapan atau penahanan yang sah. Perihal pembuktian apakah Budi Gunawan penyelenggara negara atau penegak hukum sudah masuk ranah pembuktian unsur atau substansi perkara.
Dia membenarkan bahwa Budi Gunawan kala itu bukan penyelenggara negara, melainkan pegawai negeri dan penegak hukum yang kasus korupsinya bisa ditangani KPK, seperti diatur dalam Undang-Undang KPK Nomor 30 Tahun 2002. Mengacu pada Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Nomor 20 Tahun 2001, pengertian pegawai negeri antara lain orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah. "Undang-Undang Kepolisian juga menyebut polisi sebagai penegak hukum dan pegawai negeri," kata Ganjar.
KPK siap mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung. Pernyataan kasasi sudah disampaikan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat pagi pekan lalu. Tim hukum KPK tengah menggodok materi memori kasasi. "Belum selesai disusun," ucap anggota Biro Hukum KPK, Rasamala Aritonang. Materi itu bisa soal hakim yang melampaui kewenangannya sesuai dengan KUHAP, bukti baru, atau kesalahan dalam penerapan hukum.
Komisi Yudisial juga turun tangan. Tim panel sudah dibentuk dan sedang mengumpulkan dokumen serta rekaman sidang praperadilan untuk dijadikan alat bukti pelanggaran kode etik hakim. Tim berisi dua komisioner, yakni Taufiqurrahman Syahuri dan Eman Suparman. Hasil kerja diperkirakan kelar dalam 30 hari kerja. "Panel akan memanggil Sarpin secepatnya," kata Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki.
Adapun Sarpin berkukuh bahwa putusan yang dibuat sesuai dengan perundangan yang berlaku. "Tidak ada tekanan. Semua dipikirkan matang," ujarnya seusai persidangan Senin pekan lalu.
Kendati Sarpin menyangkal, Suparman memiliki keyakinan bahwa ia telah melanggar kode etik. Yang paling kasatmata adalah menyidangkan praperadilan untuk penetapan tersangka. "Sarpin seenaknya menjungkirbalikkan hukum," katanya. "Kalau terbukti, dia bisa dipecat."
Jobpie Sugiharto, Lendra Persada, Dewi Suci Rahayu (Jakarta), Andri El Faruqi (Padang)
Kejanggalan Itu ...
Hakim Sarpin Rizaldi:
Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 30 Tahun 2002 tidak memberikan penjelasan mengenai pengertian dari "aparat penegak hukum" dan tidak menjelaskan siapa saja yang termasuk aparat penegak hukum.
Secara harfiah, aparat penegak hukum dapat diartikan sebagai aparat negara yang diberi wewenang oleh undang-undang melakukan tugas penegakan hukum.
Maka jelas siapa yang termasuk atau disebut sebagai aparat penegak hukum, yaitu:
1. Penyelidik, penyidik
2. Jaksa, penuntut umum
3. Hakim
VERSUS
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Pasal 4:
Penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia.
Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002
Pasal 2:
Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Pasal 5 ayat 1:
Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri
Pasal 15 ayat 1 dan 2:
Menjelaskan apa saja wewenang anggota kepolisian Negara Republik Indonesia, termasuk di dalamnya tugas sebagai penyelidik dan penyidik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo