Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Dari Halaman Satu Setengah

Menggalang dukungan, Anas mulai menyerang Keluarga Cikeas. Alumnus HMI balik badan.

3 Maret 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA kali mewawancarai Anas Urbaningrum, presenter TV One Dwi Anggia menemukan dua properti penting di lokasi interviu: sarung yang digunakan Anas dan lukisan Kiai Ali Maksum, pemimpin Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta, 1946-1989. "Properti itu selalu sudah disiapkan dan wajib ada," kata Dwi Anggia, yang mewawancarai Anas sebelum dan sesudah dia mundur dari kursi Ketua Umum Partai Demokrat.

Kiai Ali Maksum adalah kakek Athiyyah Laila, istri Anas. Ia dikenal sebagai guru sejumlah tokoh Nahdlatul Ulama, seperti Abdurrahman Wahid, Cholil Bisri, juga Mustofa Bisri. Menjadi Rais Am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama periode 1980-1984, Kiai Ali Maksum tutup usia pada 1989. Lukisan Maksum juga dipasang ketika Anas melayani wawancara RCTI dan Metro TV setelah ia mundur dari jabatan Ketua Umum Partai Demokrat. Orang-orang dekat mantan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam itu menyatakan sang kakek mertua sengaja dipajang untuk menunjukkan "siapa Anas dan dari mana dia berakar".

Menggilir wawancara dengan televisi pada Rabu dan Kamis pekan lalu, Anas juga melancarkan serangannya. Ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka kasus korupsi proyek Hambalang, Anas menganggapnya sebagai korban rekayasa politik. Dalam pernyataan mundur sebagai ketua umum, ia mengatakan kehadirannya di Partai Demokrat sejak awal tak diinginkan. "Ibarat bayi, saya ini anak yang tak diharapkan kelahirannya," ujarnya.

Masuk Demokrat pada Juni 2005 setelah mundur dari anggota Komisi Pemilihan Umum, karier Anas terbilang moncer. Duduk sebagai ketua bidang politik, pria kelahiran Blitar, Jawa Timur, 15 Juli 1969, itu terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada Pemilihan Umum 2009. Ia langsung ditunjuk menjadi ketua fraksi. Tugas pertamanya: membendung gerakan hak angket kasus Bank Century yang dipelopori Partai Golkar. Tugas ini berhasil.

Yudhoyono lalu memplot Anas berduet dengan Andi Mallarangeng memimpin Demokrat. Tapi pada kongres di Bandung, Mei 2010, Anas memilih bersaing dengan Andi, calon yang didukung Yudhoyono. Disokong restu Sunarti Sri Hadiyah, mertua Yudhoyono, Anas percaya diri. Ia pun memenangi pemilihan, mengalahkan Andi dan Marzuki Alie.

Di tengah kemenangan Anas itu, Yudho­yono menerima laporan tak sedap. Ada guyuran duit untuk memenangkan ketua umum baru. Malam itu juga, menurut seorang politikus partai, Yudhoyono memanggil Anas. Tapi sang ketua umum membantah. Belakangan, ketika skandal korupsi menyeret Muhammad Nazaruddin, bendahara umum yang digandeng Anas, tuduhan itu semakin kuat. Apalagi setelah dua sekondan itu kemudian berseteru.

Begitu status hukumnya diumumkan, Anas mengumpulkan keluarganya di lantai dua rumah mereka di kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur. Pertemuan itu ditutup setelah tetamu tak henti datang. Keputusan mundur diputuskan Anas setelah mendengar pendapat sejumlah kawannya, di antaranya Saan Mustopa.

Sabtu siang dua pekan lalu, setelah mengumumkan mundur, Anas melepas jaket birunya. Ia tak berpamitan kepada pengurus, juga tak mengirim surat resmi ke Majelis Tinggi. Kata Saan, Wakil Sekretaris Jenderal Demokrat, yang mendampinginya saat itu, "Pengumuman di publik sudah mewakili." Surat dianggapnya tak perlu lagi.

Langkah Anas diikuti para pendukungnya. Ketua Demokrat Cilacap, Tridianto, dan Muhammad Rahmat, Wakil Direktur Eksekutif Partai, memutuskan mundur. "Ini sikap politik pribadi. Guru politik saya keluar, kenapa saya di dalam?" ujar Rahmat.

Dikatakan dalam pidatonya, statusnya sebagai tersangka "bukan akhir segalanya". "Ini baru halaman pertama. Masih banyak halaman berikutnya yang akan kita buka bersama," ujarnya. Tokoh dari berbagai partai terus datang ke rumah Anas. Orang-orang dekatnya juga menggalang dukungan, dan berusaha mendatangkan berbagai tokoh ke rumah Anas. Mereka terutama yang kerap berseberangan dengan Yudhoyono.

Aktivitas di Duren Sawit itu memicu kegundahan Yudhoyono. Selasa pekan lalu, ia pun mengundang Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siroj ke Istana Bogor. Seseorang di lingkaran Yudhoyono menyebutkan Presiden menilai sejumlah anggota Korps Alumni HMI dan aktivis NU menggunakan kasus Anas untuk menyerangnya. "Pak SBY menyatakan khawatir karena jaringan HMI dan nahdliyin cukup luas," tuturnya.

Said Aqil menolak menjelaskan pertemuan itu secara detail. Menurut dia, Presiden hanya memintanya "mengamankan" keluarga besar NU agar tidak ikut terpancing situasi politik yang memanas. "Kalau soal ini, saya bertanggung jawab: warga nahdliyin tak akan terpengaruh," katanya. "Masalah hukum, saya dukung KPK bekerja profesional dan independen."

Kerisauan Yudhoyono, menurut Ketua Presidium KAHMI Mahfud Md., tak beralasan. Kedatangan tokoh KAHMI, termasuk dia, menurut Mahfud, hanya untuk menjaga silaturahmi dan menunjukkan empati. "Jika terbukti bersalah, ya, harus dikatakan bersalah. Bantu KPK kalau Anas memang salah."

Semula banyak aktivis KAHMI membela Anas. Menurut Mahfud, dukungan batal diberikan seusai rapat di rumah Akbar Tandjung, Ahad dua pekan lalu. Peserta rapat memutuskan kasus Anas bukan urusan KAHMI. Kata Mahfud, "Itu urusan pribadi Anas di Demokrat dan SBY di Demokrat." Rapat di rumah Akbar dihadiri sejumlah politikus, seperti Fuad Bawazier, Taufiq Hidayat, dan Bambang Soesatyo.

Menurut Akbar Tandjung, Mahfud membacakan fakta hukum kasus Anas. Setelah itu, peserta rapat langsung menarik punggung. "Wah, kalau begitu bahaya," ujar Akbar. Akhirnya diputuskan dukungan buat Anas diserahkan ke pribadi dan partai masing-masing. "Takutnya, sudah dibela habis-habisan, ternyata terbukti. Kan, berat," katanya.

Namun ketegangan antara Anas dan Cikeas sepertinya tidak bisa ditutupi lagi. Anas akhirnya memutuskan sekalian menantang Cikeas. Dalam tayangan wawancara berseri dengan sejumlah televisi nasional, Anas memaparkan serangan halus­nya. "Ini baru halaman satu, dua ­paragraf," ujarnya.

Anas antara lain menyebutkan hubungannya yang tak sehat dengan Ketua Dewan Pembina Yudhoyono. Ia juga membuka samar-samar kemungkinan Sekretaris Jenderal Edhie Baskoro menerima duit dari Nazaruddin. Ia mengatakan Sekretaris Dewan Kehormatan Amir Syamsuddin pernah menginterogasi Nazaruddin.

Pernyataan ini membuat Yudhoyono tersinggung. Sabtu malam dua pekan lalu, ia masih tak merisaukan kalimat Anas yang menyebut "ini baru halaman pertama". Tapi, begitu wawancara Anas mulai menyinggung keluarganya, Yudhoyono gundah. Menurut Anas, pengakuan Nazar itu diketahuinya setelah Nazar diperiksa Dewan Kehormatan pada 2011.

Dalam pertemuan di Cikeas, Rabu malam pekan lalu, Yudhoyono mengeluhkan manuver Anas. "Ini kok mulai tidak sehat menyebut keluarga," ujarnya, seperti ditirukan peserta pertemuan. Pada saat yang sama, "bocoran dokumen" aliran dana dari perusahaan Nazaruddin juga diedarkan. Dalam dua tanggal catatan, tertulis nama "Ibas".

Ibas membantah menerima aliran dana dari Nazaruddin. "Tudingan tersebut tidak benar dan tidak berdasar. Ini seperti lagu lama yang diulang-ulang. Saya yakin seribu persen bahwa saya tidak menerima dana dari kasus yang disebut-sebut selama ini," kata Ibas.

Mahfud tak yakin manuver Anas berujung serius. "Bagaimanapun, Anas adalah bagian dari hal yang akan dibukanya," tuturnya. Ia menyarankan Anas menghin­dari kegaduhan politik dengan memberi bukti hukum.

Widiarsi Agustina, Anton Septian,Aryani Kristanti, Rasdianah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus