Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Pemain Gas Abal-abal

Kebijakan pengelolaan gas perlu dirombak. Keseimbangan antara infrastruktur, pasokan, dan pasar harus dibangun dan dipelihara.

3 Maret 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KRISIS gas di Sumatera Utara bukan masalah sepele. Setidaknya 55 industri di sana terancam lesu darah yang kian parah. Tanpa kebijakan pengelolaan gas dan pemihakan yang jelas dari pemerintah, ada indikasi kuat bakal terjadi deindustrialisasi di provinsi itu. Semakin banyak industri yang akan mati atau memindahkan bisnisnya ke tempat lain.

PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Sumatera Utara mulai Maret ini akan kembali mengurangi pasokan lantaran diperkecilnya aliran gas dari PT Pertiwi Nusantara Resources. Selain memperoleh gas dari PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi, selama ini PGN membeli gas dari PT Pertiwi untuk memenuhi kebutuhan pelanggannya di sana.

Kebutuhan gas buat industri di Medan dan sekitarnya sesungguhnya sekitar 20 juta kaki kubik per hari. Lantaran gas terbatas, mereka terpaksa pasrah menerima pasokan 11 juta kaki kubik saja. Sisanya dipenuhi dengan membakar minyak dan solar. Desember lalu, pasokan gas sudah berkurang—juga karena PT Pertiwi memperkecil volume pasokan—sehingga cuma tersisa 8-9 juta kaki kubik per hari. Sejak Maret ini, industri di Medan dan sekitarnya hanya akan menerima gas 7 juta kaki kubik per hari.

Di Sumatera Utara sebetulnya terdapat banyak sumur gas, antara lain di Pangkalan Susu dan Glagah Kambuna di lepas pantai Deli Serdang. Sumur-sumur itu dikuasai Pertamina Eksplorasi dan Produksi atau kontraktor asing. Sayangnya, di masa lalu, dan masih berlangsung sampai sekarang, gas dari sumur-sumur itu lebih banyak diekspor tanpa mempertimbangkan perkembangan kebutuhan industri di dalam negeri.

Apa yang terjadi di Sumatera Utara merupakan cermin kebijakan pengelolaan gas kita yang amat compang-camping. Tidak tampak ada upaya meningkatkan pemanfaatan gas untuk ketahanan energi nasional dengan membangun infrastruktur berupa pipa transmisi dan distribusi. Tak terlihat upaya membangun sinergi antara pasokan, infrastruktur, dan pasar.

Liberalisasi yang dilakukan pemerintah di sektor hilir gas terbukti salah kaprah. Kebijakan yang semula bertujuan menciptakan persaingan dengan memunculkan pemain baru untuk memberi pilihan terbaik kepada konsumen justru menjadi ajang perburuan rente semata.

Berlandaskan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, terbit Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 19 Tahun 2009 yang menciptakan kompetisi dalam pengelolaan gas untuk lifting minyak, pupuk, dan industri melalui lelang. Kemudian terbit lagi Peraturan Menteri Energi Nomor 3 Tahun 2010 yang mewajibkan pemisahan (unbundling) antara usaha pengangkutan dan usaha niaga. Bahkan pembangunan pipa transmisi dan distribusi gas pun ikut dilelang.

Padahal, di negara lain, pemerintahnya membiarkan pembangunan jaringan pipa transmisi dan distribusi gas dilakukan dengan skema monopoli alamiah. Badan usaha yang sudah ada di situ dan telah menanamkan modal besar dibiarkan terus membangun pipa demi tercapai ketersediaan infrastruktur gas. Malaysia melakukannya melalui Petronas dan Thailand lewat Petroleum Authority of Thailand.

Alih-alih menciptakan persaingan sehat dan ketersediaan infrastruktur yang memadai, kebijakan lelang ngawur itu memunculkan 45 pemain abal-abal. Salah satunya Pertiwi Nusantara ­Resources, yang tak memiliki jaringan pipa dan akhirnya tetap menjual gas ke PGN. Rantai bisnis gas semakin panjang dan harga di konsumen semakin tinggi. Jika kebijakan ini tak dirombak, nasib industri dalam negeri ibarat "sudah jatuh masih tertimpa tangga". Sudah tak ada penambahan infrastruktur gas, masih harus membayar mahal dengan volume pasokan yang tak pasti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus