Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUA hari menjelang pemilihan Gubernur Jawa Barat, Jumat dua pekan lalu, kantor biro keuangan dan anggaran provinsi itu sibuk luar biasa. Di lantai satu dan dua Gedung Sekretariat Daerah, di sisi barat Gedung Sate, para karyawan terpaku di meja masing-masing. Ada yang memilah dokumen, memelototi komputer, atau memeriksa gunungan proposal.
Kesibukan itu tak berhenti ketika hari merambat malam. Lampu-lampu masih menyala bahkan hingga Sabtu dinihari. "Kami nyaris tak beranjak dari ruangan sejak sore," kata seorang pegawai. Tugas mereka memastikan proposal pengajuan dana bantuan pembangunan infrastruktur perdesaan yang layak disetujui.
Ada 3.318 proposal yang masuk. Satu map berisi pelbagai dokumen persyaratan: dari surat permintaan dana, kartu tanda penduduk kepala desa, kuitansi, nomor rekening, perincian rencana penggunaan uang, hingga pakta integritas kesanggupan mempertanggungjawabkan duit Rp 100 juta. Para pegawai itu mesti memeriksa dan memverifikasi keabsahannya.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2013, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan membuat program hibah untuk 5.304 desa di seluruh provinsi ini. Saat anggaran mulai dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada September 2012, Heryawan sudah mengumumkan program itu. "Untuk mempercepat pembangunan di desa," katanya.
Maka, ketika DPRD setuju, pengumuman itu segera disebar ke seluruh pelosok. Di Cirebon, Heryawan mengumumkan ulang saat bertemu dengan 200-an kepala desa. Rival-rivalnya dalam pemilihan gubernur melaporkan pertemuan itu ke Panitia Pengawas Pemilihan Umum sebagai kampanye terselubung. Tapi Panitia hanya menemukan satu kesalahan: saat berkunjung, Heryawan memakai seragam dan membawa tim kampanye.
Hingga Sabtu dinihari itu, atau sehari sebelum pencoblosan pada 24 Februari 2013, 15 pegawai biro keuangan provinsi ini hanya bisa memilah 38 proposal yang datanya valid. Sebab, bukan hanya proposal dana infrastruktur yang mesti dibuatkan surat perintah pencairan hari itu, tapi juga hibah pengelolaan pemerintahan desa sebesar Rp 15 juta. Untuk bantuan ini, hanya bisa disetujui 45 proposal di Kabupaten Tasikmalaya.
Surat perintah mencairkan bantuan lalu diajukan ke bendahara untuk diteruskan menjadi surat perintah pencairan dana ke Bank Jabar dan Banten. Pagi itu juga surat dikirim ke bank yang 38,6 persen sahamnya dimiliki Pemerintah Provinsi Jawa Barat ini. "Itu pun belum beres semua," kata Sri Mulyono, kepala biro keuangan, yang ikut begadang bersama anak buahnya, ÂJumat pekan lalu.
Pencairan dana bantuan untuk desa di detik terakhir menjelang pencoblosan itu langsung diprotes rival-rival Heryawan. Ketua PDI Perjuangan Jawa Barat Tubagus Hasanuddin menggelar konferensi pers menuduh calon gubernur bertahan ini memakai program bantuan untuk berkampanye. "Sebab, di Dewan, kami sudah meminta pencairannya ditunda sampai setelah pemilihan," kata Deden Darmansyah, anggota Badan Anggaran DPRD dari partai pendukung pasangan Rieke Diah Pitaloka-Teten Masduki itu.
Pada Jumat pekan lalu, tim pemenangan pasangan Rieke-Teten membawa berlembar-lembar bukti pencairan dana bantuan itu ke Panitia Pengawas Pemilu. "Ini politik uang," kata Abdy Yuhana, ketua tim itu. Dia juga membawa bukti pendamping berupa rekapitulasi sementara versi hitung cepat Komisi Pemilihan Umum, yang menunjukkan pasangan Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar menang telak di kabupaten yang mendapat dana bantuan.
Mulyono menyangkal mengebut persetujuan hingga dinihari untuk memaksakan dana cair sehari menjelang pencoblosan. Menurut dia, kerja lembur itu dilakukan karena mereka mesti merampungkan laporan kepada Gubernur ihwal pencairan bantuan tahap pertama. Sebelum 38 proposal disetujui, sudah ada 45 desa yang mendapat kucuran uang pada 15-22 Februari 2013. Desa-desa itu tersebar di empat kabupaten: Cianjur, Cirebon, Tasikmalaya, dan Ciamis.
Namun seorang narasumber di sana menyebutkan Heryawan memerintahkan dana bantuan infrastruktur dipercepat pencairannya setelah ia mengetahui baru 45 desa yang proposalnya disetujui. Mulyono menyangkal ada perintah itu. "Ini proposal," ujarnya. "Kalau datanya valid dan lengkap, kami tak punya alasan tak mencairkan uangnya."
Soal baru 45 proposal yang disetujui, ia beralasan pegawainya hanya bisa memeriksa 200 permohonan bantuan dalam sehari. Itu pun baru memilah, belum memverifikasi keabsahan datanya. Karena itu, untuk 3.000 lebih pengajuan, kata Mulyono, perlu waktu paling tidak 25 hari kerja.
Gubernur Ahmad Heryawan mempertanyakan laporan tim PDI Perjuangan yang mengkategorikan bantuan infrastruktur desa sebagai politik uang untuk menggaet suara pemilih. "Itu bukan money politics karena sudah diprogram Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam APBD 2013," ujarnya di Bogor, Jumat pekan lalu.
Menurut dia, program bantuan pembangunan infrastruktur merupakan diversifikasi program Desa Mandiri dan Desa Peradaban sejak 2010. Untuk program ini, setiap desa mendapat Rp 1 miliar. "Agar merata, jumlahnya dikurangi menjadi Rp 100 juta," katanya. Soal pencairan menjelang pemilihan gubernur, ia berkilah itu urusan administrasi karena semua desa mengajukan permintaannya sejak tahun lalu.
Begitu pula soal tudingan PDI Perjuangan bahwa pencairan uang dipaksakan sehari sebelum pemilihan. "Program ini bertahap karena tak bisa sekaligus dana dicairkan untuk 5.000 desa," ujarnya.
Kepada politikus Deden Darmansyah, Mulyono memberikan alasan berbeda soal begadang hingga Sabtu dinihari itu. Deden mendatangi Mulyono di kantornya Jumat pagi pekan lalu untuk meminta konfirmasi atas kabar pencairan bantuan sehari sebelum pemilihan. "Pak Mulyono bilang mereka lembur karena sedang menyiapkan laporan untuk audit Badan Pemeriksa Keuangan," katanya.
Kepada Tempo, beberapa kepala desa mengaku menerima duit Rp 100 juta itu pada Jumat, dua hari sebelum pemungutÂan suara. "Saya cek ke rekening, uangnya pas," kata Gatot Dedi, Kepala Desa Simpang di Tasikmalaya.
Dedi mengajukan proposal pada Oktober 2012. Ia berencana menggunakan uang itu untuk merenovasi balai desa dan membeton jalan. Saat mengirimkan proposal, Dedi memastikan kepada sekretaris pribadi Gubernur Heryawan soal waktu pencairan. "Dia bilang pasti cair pada 2013," katanya. Maka, saat bertemu dengan Heryawan, dua pekan sebelum pencoblosan, Dedi kembali bertanya.
Dedi ingin memastikan apakah bantuan itu mesti dibarter dengan mewajibkan warganya memilih Heryawan. "Dia menjawab tak usah, karena itu dana bantuan," ujarnya. Dedi perlu bertanya karena ia tak mau terbebani secara politis atas hibah itu. Toh, di desanya, Heryawan menjadi pemenang, diikuti pasangan Rieke-Teten.
Beberapa kepala desa yang tercantum dalam data yang dibawa Tim PDI Perjuangan mengaku belum menerima uangnya. Kepala Desa Cibogo di Kabupaten Bandung, Maman Suryaman, mengatakan belum menerima hibah itu. Padahal nama dan nomor rekeningnya sudah terdaftar sebagai penerima periode pertama.
Pada malam menjelang pemilihan, datang orang-orang tak dikenal. "Mereka meminta warga sini mencoblos nomor 4," kata Siswandi, penduduk, merujuk nomor urut Heryawan. Orang-orang ini menyinggung soal bantuan desa itu jika calon dari Partai Keadilan Sejahtera ini kembali terpilih.
Begitu juga Desa Sirnajaya di Bandung Barat, yang tercatat mendapat bantuan pada 25 Februari. "Belum saya cek," kata Asep Supriadi, kepala desa. Ia mengatakan baru dua pekan resmi menduduki kursi kuwu. Ia menduga bank tak bisa mentransfer uang karena rekening desa berubah nama pemilik.
Bank Jabar menolak memberitahukan waktu pencairan dana bantuan infrastruktur dan pengelolaan pemerintahan untuk 128 desa. Menurut juru bicara Bank Jabar, Boy Pandji, data transaksi nasabah dilindungi Undang-Undang Kerahasiaan Bank.
Ketua Panitia Pengawas Pemilu Provinsi Ihat Subihat mengatakan sulit mengkategorikan pembagian bantuan desa yang dicairkan sepekan sebelum pemilihan sebagai pelanggaran. "Karena ini program pemerintah provinsi," ujarnya.
Yang jelas, Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar unggul dalam pengumpulan suara. Pada Kamis pekan lalu, pasangan ini meraup 31,9 persen suara. Dari 32,5 juta pemilih, 22 juta menggunakan hak pilihnya. Heryawan menang telak di 15 dari 28 kabupaten dan kota di provinsi itu.
Bagja Hidayat, Istman Musaharun (Jakarta), Eni Saeni, Ahmad Fikri, Anwar Siswadi (Bandung), Candra Nugraha (Tasikmalaya), Sigit Zulmunir (Garut), Arihta Surbakti (Bogor)
Gentong Babi Sebelum Sigi
DI Jawa Barat ada dua jenis bantuan uang tunai untuk pembangunan perdesaan: bantuan untuk infrastruktur sebesar Rp 100 juta dan bantuan penyeÂlenggaraan pemerintahan Rp 15 juta. Bantuan ini merupakan program Gubernur dengan tujuan mempercepat pembangunan di desa. Diberikan setahun sekali, bantuan ini diajukan oleh Gubernur untuk disetujui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sejak pertengahan 2012.
APBD Provinsi Jawa Barat 2013 disahkan pada Desember tahun lalu untuk dicairkan mulai Januari, ketika suhu politik pemilihan gubernur mulai menghangat. Biro Keuangan dan Anggaran Provinsi menerima proposal dua dana bantuan ini sejak 14 Januari 2013. Dalam dunia pemerintahan, dana bantuan untuk desa ini disebut pork barrel atau gentong babi.
Prosedur Pengajuan Bantuan Dana Pembangunan Infrastruktur Desa
Desa ==> Biro Keuangan dan Anggaran ==> Persetujuan ==> Bendahara ==> Gubernur
Bendahara ==> Surat perintah pencairan dana ==> PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk ==> Transfer ke rekening pemerintahan desa ==> Desa
Desa
Syarat-syarat:
Syarat diajukan melalui Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa
Biro Keuangan dan Anggaran
Tahun anggaran: 2013
Jumlah desa: 5.304
Jumlah bantuan: Rp 100 juta per desa
Sepanjang Januari-Februari 2013, Pemerintah Provinsi Jawa Barat dua kali mencairkan dua jenis bantuan ke desa itu. Ada 3.318 proposal yang masuk. Hanya 45 yang disetujui dan dananya dicairkan sepanjang 15-22 Februari 2013. Total yang sudah dicairkan hingga 23 Februari 2013, sehari menjelang pemilihan Gubernur Jawa Barat, mencapai Rp 17,6 miliar untuk 176 desa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo