Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Dari Pemali, Sidrap Dan Pinrang: Air!

Pejabat Bank Dunia meninjau Prosida (Proyek Irigasida), di Pemali, Sidrap dan Pinrang. Mereka menilai pelaksanaan proyeknya di Indonesia lancar dibanding dengan negara lainnya.(dh)

23 Juni 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANK Dunia dan IDA (International Development Association) awal bulan ini menyimpulkan pemeriksaan terhadap pelaksanaan bantuannya. Kelancaran pelaksanaan proyeknya di Indonesia mencapai rekor tertinggi (78%) dibanding keempat penerima bantuan lainnya di Asia Timur, Thailand, Pilipina, Malaysia dan Korea Selatan, yang hanya 75,5%. Yang paling disoroti adalah bagaimana hubungan proyek yang bersangkutan dengan prioritas pembangunan sektoral di negara penerima bantuan. Untuk Indonesia titik berat bantuan diberikan pada perbaikan saluran irigasi, jalan, produksi pupuk dan bantuan teknis. minggu lalu dua pejabat Bank Dunia meninjau Prosida (Proyek Irigasi IDA) di Pemali-Comal dekat Tegal. Seberapa jauh manfaat Prosida bagi masyarakat? Bupati Tegal, Hasyim Dirdjosubroto, gembira sekali daerahnya kecipratan paket saluran tersier. Persawahan akan basah. Dengan begitu bupati berharap orang Tegal tidak perlu lagi pergi ke Jakarta hanya untuk menarik becak. "Dengan air saya akan membuat program agar rakyat betah tinggal di desa," kata Bupati Hasyim. Pembuatan saluran tersier kini telah diambil-alih pemerintah. Karena pengalaman menunjukkan rakyat belum mampu tanpa dibantu. Membuat saluran air yang langsung berhubungan dengan sawah di Jawa sedikit sulit. Proyek Pemali Comal harus hati-hati benar tentukan lokasinya. Supaya tidak terlalu makan tanah petani yang pada umumnya sudah cekak. Sebelum rencana dibuat harus ditawarkan lebih dulu kepada petani. Toh, "keadaan pada saat pelaksanaan pekerjaan kadang-kadang lain daripada ketika diadakan survei," kata pimpinan Sub Proyek itu, ir. H. Siswojo Reksohadinoto. Meskipun demikian kelambatan berat, sampai air terlambat mengalir, tidak pernah terjadi. Dana cukup. Meskipun demikian pembuatan petak tersier tidak selalu mulus. Petani memang sadar akan manfaatnya. Tapi bila tanah mereka harus dikorbankan untuk proyek -- wah nanti dulu! Keberatan petani seperti itu biasanya terpaksa disusul dengan perubahan disain -- asal secara teknis memungkinkan. "Kami tidak bisa membuat secara kodian," kata Deputy Teknik Proyek, ir Tasambar Mochtar. Tikus Proyek di luar Jawa, misalnya Sub Proyek Sadang di Sulawesi Selatan, lebih sip. Di Kabupaten Sidrap jaringan irigasi Prosida untuk 14 ribu hektar sawah telah berkembang dan dimanfaatkan secara maksimal. Daerah itu punya sawah 45 ribu hektar. 14 ribu di antaranya bergantung kepada irigasi Prosida. Bupatinya, Opu Sidik, kelihatan gesit. Ia mengumpulkan semua pihak yang ada kaitannya dengan pertanian termasuk pawang hujan. Rupanya ia menggunakan "teknologi tepat guna" menggabungkan teknologi masa kini (irigasi) dengan kemahiran pawang hujan. Hasilnya boleh dilihat. Dengan 200 ribu jiwa Kabupaten Sidrap kini punya surplus padi 120 ribu ton (10% di antaranya untuk pengadaan nasional). Suasana yang "serba lancar" di Sidrap itu ternyata jauh berbeda dengan keadaan tetangganya, Kabupaten Pinrang. Sekretaris Daerah Kabupaten Pinrang, AK Topalemmay, membeberkan berbagai kekurangan daerahnya dalam pengairan. Debit air tidak seimbang dengan kebutuhan, letak pintu pembagi air tidak sesuai, pekerjaan pembuatan saluran tersier belum selesai dan banyak daerah yang sering kebanjiran sehingga sawah tidak bisa ditanami. Tentu saja keluhan dialamatkan kepada Prosida. Karena hampir seluruh areal sawahnya yang 47.500 hektar itu tergantung pengairannya kepada proyek. Dari 36 ribu hektar areal yang menjadi jangkauan Prosida di kabupaten itu baru 25 ribu saja yang saluran tersiernya sudah selesai. Wakil Kepala Sub Proyek ir. Tjoek Soemarsono, menjelaskan kelambatan sekitar 11 ribu hektar itu memang berada di luar kuasanya. Sebagian karena kesulitan teknis: pekerjaan sudah dilakukan tapi rusak lagi. Misalnya di daerah luapan sungai Sadang. Ada juga yang terpaksa dilakukan survei ulang untuk mendapat persetujuan memperoleh dana. Lepas dari kelambatan tersedianya air, jeleknya, memang nampak banyak petani yang membiarkan sawahnya menganggur dan hanya menggarap sesuai dengan kebutuhan untuk makan saja. Kekurangan tenaga kerja sudah dicoba ditutup dengan 190 traktor. Tapi itu belum cukup. Belum lagi hama tikus ikut-ikutan pula mengganggu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus