Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Debat capres dan cawapres yang berlangsung pada Kamis malam, 17 Januari 2019 meninggalkan beberapa catatan tentang pemahaman isu disabilitas bagi para pasangan calon. Direktur Sasana Inklusi dan Advokasi Difabel atau SIGAB, Suharto mengatakan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden belum mengelaborasi isu disabilitas dalam visi dan misi mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Suharto menyayangkan ada satu isu krusial yang belum disentuh oleh pasangan Joko Widodo - Maruf Amin dan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno. Padahal ini adalah aspirasi yang sudah lama ditunggu. "Yaitu pembentukan Komisi Nasional Disabilitas dan pengesahan tujuh peraturan teknis mengenai penerapan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas," kata dia.
Pasangan capres - cawapres nomor urut 01, Jokowi (ketiga kiri) dan Ma'ruf Amin (kiri) bersalaman dengan pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto (kedua kanan) dan Sandiaga Uno (kanan) usai Debat Capres dan Cawapres 2019, di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis, 17 Januari 2019. Sementara Prabowo dan Sandi tampil kompak dengan jas dan dasi. ANTARA/Sigid Kurniawan
Komisi Nasional Disabilitas merupakan institusi yang mengisi kekosongan di pemerintahan dalam penempatan isu disabilitas sebagai bagian dari isu hak asasi manusia. Komisi Nasional Disabilitas menjadi tempat bertanya, monitoring, dan mengevaluasi pelaksanaan program yang terkait dengan isu disabilitas.
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Universitas Indonesia, Fajri Nursyamsi mengatakan Komisi Nasional Disabilitas seharusnya sudah terbentuk paling lambat April 2019. Dalam pengimplementasian Undang-undang Penyandang Disabilitas, Komisi Nasional Disabilitas juga harus menjadi alat presiden, bukan alat menteri. "Posisi Komisi Nasional Disabilitas harus setara dengan kementerian, tidak boleh di bawah kementerian," ujar Fajri.