Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Di tengah "islam ekstrem"

Yusuf qardhawi, bekas tokoh al-ikhwan al-muslimun berkunjung ke indonesia. banyak menulis, diantaranya 14 bukunya diterjemahkan ke bahasa indonesia. menyimak sejumlah tulisannya ternyata ia moderat.

17 September 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEKAN lalu Yusuf Qardhawi, bekas tokoh al-Ikhwan al-Muslimun, singgah lima hari di Indonesia. Sebelumnya, profesor berkepala botak dari Qatar ini berkeliling ke mancanegara. Di sini dia juga mengobarkan semangat. "Pemuda, bangkitlah. Masa depan milik kalian," seru Qardhawi di Bukittinggi dan Padang. Di Pesantren Assyafi'iyah, Jakarta, dia disambut umat dengan kepalan tangan. Mereka berteriak Allahu Akbar. Dari suara dan gaya Qardhawi, para penyambutnya bagai menemukan "semangat" tersebut. Namun, kata Qardhawi, umat di sini tak segera bangkit karena terbelakang dalam pendidikan agama. Lalu ia mengingatkan agar umat tak lena mendalami ajaran agama. Nama penghafal Quran sejak usia 10 tahun ini memang dikenal di sini. Pemikiran Qardhawi bahkan menyeruak di mimbar masjid. Dia banyak menulis, di antaranya 14 bukunya sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Asli Mesir, Qardhawi lahir pada 9 September, 62 tahun lalu. Ia lolos dari pembunuhan. Para penentangnya tak menyetujui pendapatnya tentang ekstremisme melanda Timur Tengah yang belakangan dianut hanya oleh anak muda, seperti ditulis Qardhawi, yang kemudian dikumpulkannya dalam Islam Eksrem. Sikap ekstrem itu pada awalnya memang dianut sekelompok kecil pemuda Ikhwan yang disiksa polisi Mesir di bawah rezim Anwar Sadat. Menurut Qardhawi, mereka "kurang ikhlas" berdakwah (tetapi oleh penguasa dianggap kegiatan politik). Jadi, mereka dangkal memahami agama. Semangat mereka untuk ber-amar ma'ruf nahy munkar lebih keras ketimbang upaya menafsirkan agama secara benar. Dan para ekstremis itu menjauhi ulama Ikhwan seperti menjauhi tikus. Padahal dari ulama itu mereka akan beroleh bimbingan ke ajaran yang benar. Akibatnya, perbedaan kecil yang tak prinsip diangkat jadi besar, ke tingkat "mengafirkan" penguasa, yang juga muslim. Pers mencap mereka sebagai Kelompok Pengafiran (Jama'ah Takfir). Sebagian lain Jamaah Kahfi alias Penghuni Gua dan Jamaah Hijrah. Kritik sosial Qardhawi itu bumerang bagi dirinya. Dia dituduh tidak setia pada komitmen perjuangan Ikhwan tetapi memihak penguasa. Dia lari ke Qatar dan menetap di sana seusai meraih doktor (1973) dari Universitas Al-Azhar. Disertasinya, Figh al-Zakah, diterjemahkan oleh Salman Harun (Sabtu lalu mendapat doktor di IAIN Jakarta dengan disertasinya Hakekat Tafsir Tarjuman al-Mustafid karya Syekh Abdurrauf Singkel). Buku Hukum Zakat Qardhawi itu, pada 1987 diterbitkan di Bogor, atas kerja sama dengan Koordinasi Dakwah Islamiyah (Kodi) Pemda DKI Jakarta. Menyimak sejumlah pamflet politiknya, ketahuan bahwa Qardhawi itu moderat. Di tengah galau gerakan pemuda Ikhwan di Mesir, si yatim ini masih berpendapat "Pergerakan Islam itu masalah yang mendesak." Ia menyebut 24 ciri gerakan Islam di masa depan, di antaranya: persatuan, non sektarian, tidak fanatik, bertumpu pada pendidikan dan "tak terlalu tajam". Sebagai guru besar dan Ketua Jurusan Studi Islam di Fakultas Pendidikan, Universitas Qatar, dia rajin berceramah mengenai bidangnya, di radio dan teve, serta di forum internasional. "Saya harap, Indonesia memberi andil bagi kualitas kebangkitan Islam sesuai dengan jumlah umatnya. Dan itu lewat pendalaman agama, lewat pendidikan," katanya. Tak dijelaskan bentuknya. Tapi di satu pamfletnya dia pernah memuji sistem pendidikan al-Ikhwan. Pengagum Hasan al-Banna (pencetus al-Ikhwan) ini mengungkap rahasia sukses gerakan di Mesir itu. "Mereka yakin pendidikan adalah jalan tunggal mengubah masyarakat dan membina kader. Itu lewat sekolah, ceramah, atau diskusi kelompok," kata Qardhawi. Dan cara belajar kelompok usrah, yang pernah disorot di sini, itu sebagian kegiatan pendidikan. Ciri pendidikan Ikhwan: orientasi ketuhanan, lengkap-universal, serasi-terpadu, terampil-membangun, bersaudara-demokratis, dan luas-bebas. Ia moderat dalam hukum yang memang keahliannya. Tapi Qardhawi tidak menyetujui pendapat Sayid Qutb (pemimpin Ikhwan yang terbunuh) yang mengatakan sebelum berijtihad, ahli hukum harus mengajari makna syahadat kepada masyarakat modern. Bagi Qutb, tugas mujtahid melenyapkan jahiliah masyarakat modern. "Pendapat Qutb terlalu ekstrem dan keras," kata Qardhawi. Sikap Qutb terhadap dunia modern yang disebutnya jahiliah itu menutup pintu ijtihad. Padahal, soal-soal bank, asuransi, dan sebagainya, menurut Qardhawi, gejala khas zaman modern - yang tak terdapat di masyarakat Arab kuno dan tidak berhubungan dengan akidah. Lalu Qardhawi menulis soal zakat dan pajak, harta, asuransi, bayi tabung, kemiskinan, koperasi, berpacu kuda, main catur, memanah, gulat (Rasulullah pernah melakukannya), dan sebagainya. Baginya, Islam malah tak melarang memelihara anjing (untuk berburu dan menjaga rumah). Sedangkan berjudi, walau dialasankan "untuk tujuan sosial dan kemanusiaan", haram dalam Islam. Lain dengan bioskop. Sebagai media pendidikan, kata Qardhawi, menonton film itu sunat hukumnya dan dapat pahala. "Asal tidak lupa salat dan duduk tak bersenggolan dengan pacar," ujarnya. A.T.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus