Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BELASAN anggota Dewan Penasihat Partai Golkar naik ke panggung, mengapit Jusuf Kalla dan Wiranto. ”Silakan wartawan mengambil gambar,” kata pembawa acara Silaturahmi Dewan Penasihat Partai Golkar, di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu pekan lalu.
Inilah barisan sesepuh partai pendukung calon presiden dan calon wakil presiden Partai Golkar dan Partai Hanura. Ada Surya Paloh, Sultan Hamengku Buwono X, Marwah Daud Ibrahim, Siswono Yudohusodo, Abdul Ghafur, Suhardiman, antara lain. Panitia seolah menegaskan: Golkar bulat mengusung JKWiranto.
Tapi ada yang kurang. Aburizal Bakrie yang juga anggota dewan penasihat—tak tampak. Muncullah dugaan, Ical tak sreg akan pencalonan JK. ”Saya berprasangka baik,” kata Ketua Dewan Penasihat, Surya Paloh. ”Dia tak datang karena kesibukan.”
Kepada Tempo, Ical mengaku tak datang karena harus memimpin rapat menteri bidang kesejahteraan rakyat di kantornya, pada jam yang sama. ”Agenda rapatnya telah lama,” kata Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat itu. ”Mengumpulkan menteri kan tidak mudah?” Lagi pula, ”Pak Surya Paloh sudah tahu.”
Ada pula masukan dari sumber Tempo: bisa jadi Ical tak hadir karena tahu forum silaturahmi itu secara terselubung digunakan Surya melakukan konsolidasi. Maklum, Aburizal dan Surya Paloh merupakan dua kandidat kuat yang memperebutkan ”Golkar1”.
Seraya berikrar mendukung pasangan JKWiranto, forum itu juga digunakan Surya menggaet dukungan pengurus daerah. Kalla pun, dikabarkan, mendukung Surya. Rencananya, kata sumber Tempo, kalah atau menang di pemilihan presiden, Kalla akan ditempatkan sebagai Ketua Dewan Penasihat Partai.
Surya juga menggandeng Siswono Yudohusodo, yang disebutsebut bakal diposisikan sebagai wakil ketua umum. Maka tersebutlah ”Kubu SSK”, Surya, Siswono, Kalla. Surya tak mengelak ketika ditanya soal konsolidasi ini. ”Saya 40 tahun di Golkar,” katanya. ”Apa yang terbaik untuk partai pasti akan saya lakukan.”
Ical sendiri, diamdiam, menggandeng sejumlah tokoh Golkar, terutama yang kecewa atas keputusan tak berkoalisi dengan Partai Demokrat. Ia mengajak bergabung beberapa pengurus partai di tingkat pusat, provinsi, dan kota/kabupaten.
Selain Ical, tokoh intinya adalah Wakil Ketua Umum Golkar Agung Laksono dan mantan ketua umum Akbar Tandjung. Jadilah ”Trio Alpha” alias Aburizal, Agung, dan Akbar sebagai maskotnya. Aburizal bakal diplot sebagai ketua umum, Agung wakilnya, dan Akbar sebagai ketua dewan penasihat.
Di tengah masa kampanye pemilihan presiden, kedua kubu justru tampak makin bergairah. Dalam sepekan ini saja, misalnya, Trio Alpha sudah tiga kali melakukan konsolidasi tertutup untuk mengumpulkan pengurus daerah. Bergiliran di rumah Agung, lalu Akbar, dan terakhir di rumah Aburizal.
Ketua Golkar Yorrys Raweyai mengatakan pertemuan itu tetap bagian dari konsolidasi partai untuk memenangkan JKWiranto. Tapi, diakuinya ada sesi penyampaian visi dan misi para tokoh menyambut pemilihan ketua partai. ”Dalam kondisi sekarang, partai perlu energi, dan Ical mampu memainkan itu,” kata Yorrys. Ia mengklaim kelompoknya telah mengantongi mayoritas dari 470an pengurus daerah.
Persaingan dua kubu itu tak sematamata soal rebutan kursi Golkar1. Keduanya mewakili pandangan berbeda tentang bagaimana memenangkan Partai Golkar dalam Pemilihan Umum 2014. Kubu Ical ingin menjauhkan Golkar dari Koalisi Besar dan membawa kembali ke kubu Susilo Bambang Yudhoyono.
Kubu Surya Paloh ingin tetap konsisten dengan pilihan berkoalisi dengan PDI Perjuangan di Koalisi Besar. Jika kalah di pemilihan presiden, mereka tetap akan kompak di parlemen. ”Masingmasing kubu sepertinya tak mau kecolongan,” kata sumber Tempo di Golkar.
Menurut dia, jika JKWiranto kalah di putaran pertama, 8 Juli 2009, Kalla akan segera diminta mempercepat musyawarah nasional partai. Mungkin dimajukan pada JuliAgustus, dari rencana resminya NovemberDesember 2009.
Surya menegaskan, semua kader partai harus kompak mendukung JKWiranto. Kemenangan JKWiranto sama artinya dengan 50 persen kebangkitan Golkar pada 2014. Kalau kalah, Golkar harus siap mengambil risiko beroposisi. ”Kalau tidak siap berkorban, ya tak usah jadi pemimpin partai,” kata Surya.
Surya meyakinkan, Golkar harus percaya diri akan masa depannya. ”Jangan hanya berada di ketiak partai lain,” katanya. Dalam hal ini Ical berpandangan lain. ”Karakter Golkar itu partai kekaryaan, tidak biasa beroposisi,” katanya.
Sumber Tempo mengatakan, kisruh di Golkar sebenarnya tak lepas dari kepentingan Partai Demokrat. Meski jadi partai pemenang, Demokrat tak mengharapkan Golkar benarbenar menjadi oposisi. Bagaimanapun, kekuatan Golkar di parlemen tak bisa disepelekan. ”Golkar tetap penting,” kata Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Marzuki Alie.
Namun ia membantah kisruh Golkar karena SBY ikut bermain. ”Tidak benar, SBY tak mau campur tangan,” kata Marzuki. Bahkan, menurut dia, pihaknya menolak orang Golkar yang ingin bergabung di tim sukses.
Ketua tim pemenangan JKWiranto, Fahmi Idris, mengultimatum kader Golkar yang tak serius mendukung JKWiranto. Menurut juru bicara tim, Poempida Hidayatullah, banyak kader Golkar ”berkaki dua”. Formalnya taat pada partai, tapi kasakkusuk mendukung SBY. ”Mereka itu sebaiknya menyingkir saja,” kata Poempida.
Sebaliknya, Ketua Golkar Muladi menyatakan partainya tak bisa memaksa kader melakukan pilihan ekstrem seperti itu. ”Itu pendapat Fahmi Idris pribadi,” katanya. Ia mengakui secara pribadi mendukung SBY, tapi sebagai kader partai tak mungkin berkhianat. ”Sekarang kaki saya begini,” kata Muladi, sambil merentangkan kakinya.
Agus Supriyanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo