Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bahasa Sunda merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Sunda dalam aktivitas sehari-hari, selain bahasa nasional. Selain berfungsi sebagai media komunikasi, bahasa Sunda juga sebagai identitas bagi siapapun penuturnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut peneliti dari Nanzan University, Jepang, Mikihiro Moriyama, bahasa Sunda telah memberikan pengaruh signifikan bagi budaya Sunda. Bila etnis lain di Indonesia, seperti Bali terkenal dengan tradisinya, orang Sunda sangat identik dengan bahasanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kalau orang Sunda hilang bahasanya, mungkin jati diri sebagai orang Sunda juga bisa hilang,” kata Mikihiro dikutip Tempo dari unpad.ac.id, Rabu, 19 Januari 2022.
Selain di Jawa Barat, bahasa Sunda juga sudah tersebar di berbagai wilayah, seperti Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Lampung, Bengkulu, dan Sulawesi Utara. Persebarannya yang meluas ini disebabkan salah satunya karena jumlah penduduk suku Sunda adalah terbanyak kedua di Indonesia. Data dari Sensus Penduduk (SP) Badan Statistik Nasional menunjukkan, populasi penduduk Suku Sunda mencapai 36.701.670 jiwa.
Selain itu, berdasarkan perhitungan dialektometri bahasa Sunda juga memiliki dua ragam dialek. Melansir dari Peta Bahasa Kemendikbud, berikut penjelasan lengkap tentang dua dialek bahasa Sunda beserta peta persebarannya di Indonesia:
- Dialek [h]
Dialek [h] digunakan hampir di seluruh wilayah Provinsi Jawa Barat. Kecuali, di wilayah pesisir utara, antara lain Majalengka, Bogor, Tasikmalaya, Kuningan, Bekasi, Garut, Ciamis, Sukabumi, Subang, Purwakarta, Sumedang, Cianjur, Karawang, Bandung, Bandung Barat, dan Cirebon.
Dialek ini merupakan dialek standar. Sebab, di samping digunakan di pusat kekuasaan (ibukota provinsi), sebaran geografisnya luas, jumlah penuturnya lebih besar. Selain itu, juga digunakan dalam media massa cetak maupun elektronik. Dialek ini terdapat realisasi bunyi [h] di segala posisi, sebagaimana bahasa Sunda baku pada umumnya.
- Dialek Non-[h]
Lain halnya dengan dialek [h], dialek ini tidak merealisasikan bunyi [h] di segala posisi. Bunyi [h] dalam dialek [h] bervariasi dengan bunyi [Ø]. Variasi bunyi [h] dengan bunyi [Ø] di segala posisi ini disebabkan oleh letak geografis penuturnya yang merupakan enclave bahasa Sunda di daerah pemakai bahasa Jawa. Dialek non-[h] yang dituturkan oleh masyarakat di Desa Parean Girang, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu.
HARIS SETYAWAN