Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Dialog Imajiner Sitepu

Anggota DPRD Jawa Barat, Thomas Sitepu, dengan membawa poster ke bina graha untuk menemui presiden. Konon ia ingin memperjuangkan nasib pengusaha-pengusaha genting Jawa Barat yang terancam.

26 Desember 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

THOMAS Sitepu kecewa. Anggota DPRD tingkat I Jawa Barat dari Fraksi Karya Pembangunan ini merasa laporannya tentang makin tersodoknya perusahaan genteng rakyat oleh genteng asbes, kurang ditanggapi (TEMPO, 19 Desember 1981). Ia gagal menemui Ketua DPR Daryatmo. Sekretaris F-KP Sarwono Kusumaatmadja yang pekan lalu ditemuinya selama satu jam dianggapnya tidak memberi jalan keluar. "Ia menyarankan agar saya menemui Wakil Presiden. Itu sama artinya dengan mengusir secara halus. Karena semua jalan sudah buntu, saya tak dapat mengendalikan emosi dengan baik," tuturnya. Maka bekas pimpinan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia Bandung ini memutuskan untuk melakukan aksi. Di kamarnya di Hotel Kartika Plaza Jakarta, Thomas Sitepu, 3 3 tahun, menyiapkan dua lembar poster berukuran 60 x 90 cm, isinya menghimbau Presiden. Hampir tengah hari Rabu pekan lalu, Thomas- berjalan kaki ke Bina Graha. Memasuki halaman, ia membeberkan kedua posternya. Tujuannya: ingin bertemu Presiden. Thomas pun segera diamankan oleh para petugas istana. Hari itu kebetulan Presiden Soeharto tidak ada di Bina Graha. Frustrasi "Saya datang bukan untuk berdemonstrasi sebab saya datang sendiri tanpa teriakan. Poster merupakan pilihan terbaik untuk menyampaikan maksud kedatangan saya agar Presiden memberikan perhatiannya," cerita Thomas pada TEMPO pekan lalu. Semula Thomas akan melakukaaksi mogok makan sampai niatnya menemui Presiden berhasil. Tapi setelah selama 20 jam diperiksa Paswalpres (Pasukan Pengawal Presiden dan Intelpam Kodam V Jaya, niatnya dibatalkan. "Kalau Paswalpres waktu itu mempersilakan saya menunggu, saya akan duduk sambil berpuasa sampai Presiden bersedia menerima saya," katanya. Bagi Thomas, aksi itu merupakan upaya terakhir buat menyampaikan masalah yang dihadapi ratusan pengusaha genteng Jawa Barat dan puluhan ribu buruh dan keluarganya. Menurut dia, para pengusaha genteng rakyat ini terancarn bangkrut lantaran adanya ketentuan agar atap gedung SD Inpres di JawaBarat memakai genteng asbes produksl PT James Hardie Indonesia, suatu perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) dari Australia. Menurut Thomas, sejak tahun anggaran 1980/1981 ia mempersoalkan ketentuan ini. "Dalam rapat-rapat komisi, laporan itu dinyatakan diterima. Tetapi ketika rapat fraksi ternyata laporan saya tak termasuk acara dengan alasan tidak relevan dengan acara rapat yang membahas soal anggaran," katanya. Awal Desember lalu Thomas mengirim laporan pada Gubernur Jawa Barat. Tapi, tak juga datang jawaban yang dinanti. "Prosedur organisasi sudah saya tempuh, tapi gagal. Selama ini saya selalu setia dan menaati sistem yang berlaku. Kali ini saya akhiri kesetiaan saya kepada prosedur demi nasib rakyat Jawa Barat," kata karyawan Kanwil P&K Jawa Barat ini dengan gagah. Thomas menyebut aksinya bersifat perseorangan. Toh Ketua F-KP DPRD Jawa Barat Sutisna Kartakusumah mengecamnya. "Thomas belum pernah secara resmi melaporkan masalah ini kepada fraksi. Secara organisatoris tindakan itu tak dapat dibenarkan. Baik fraksi maupun dewan belum membicarakan masalah ini secara tuntas Dari materinya maksudnya mungkin baik, tapi cara penyampaiannya kurang tepat," katanya. Fraksinya, kata Sutisna, belum memutuskan tindakan atau sanksi terhadap Thomas, karena sampai akhir pekan lalu ia belum melapor. Beberapa anggota DRPD Jawa Barat menilai aksi Thomas sebagai pelampiasan rasa frustrasi karena tak dicalonkan lagi dalam Pemilu 1982. Thomas menangkis tuduhan ini. "Apa pun yang terjadi saya siap menerimanya," ujarnya. Ketua DPD Golkar Jawa Barat Raul Effendie menilai tindakan Thomas melanggar aturan permainan. "Hari itu seharusnya Thomas ikut serta melakukan peninjauan ke daerah, tapi ia nyelonong ke istana," katanya. Rauf menilai tindakan Thomas tak lebih dari "mencari popularitas murahan". Sebab menurut dia persoalan ini sedang digarap sesuai dengan ketentuan Gubernur: untuk daerah-daerah produsen genteng, asbes gelombang tidak boleh dipakai. "Mungkin juga Thomas Sitepu menderita gangguan jiwa, perlu diperiksa psikolog," komentar Rauf yang menilai rencana Thomas untuk berpuasa sampai bisa ketemu Presiden'berlebihan." Nasib Thomas sudah bisa dibayangkan. Tapi pria kelahiran Kabanjahe, Sulnatera Utara, yang pintar bahasa Sunda itu tampaknya gembira. "Missi saya berhasil sebab dibantu pemberitaan koran. Saya yakin Presiden membaca berita-berita itu, yang berati secara tidak langsung terjadi dialog imajiner antara saya dengan Presiden," kata anak ketiga dari tiga belas bersaudara keluarga petani Landas Sitepu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus