THOMAS Sitepu kecewa. Anggota DPRD tingkat I Jawa Barat dari
Fraksi Karya Pembangunan ini merasa laporannya tentang makin
tersodoknya perusahaan genteng rakyat oleh genteng asbes, kurang
ditanggapi (TEMPO, 19 Desember 1981).
Ia gagal menemui Ketua DPR Daryatmo. Sekretaris F-KP Sarwono
Kusumaatmadja yang pekan lalu ditemuinya selama satu jam
dianggapnya tidak memberi jalan keluar. "Ia menyarankan agar
saya menemui Wakil Presiden. Itu sama artinya dengan mengusir
secara halus. Karena semua jalan sudah buntu, saya tak dapat
mengendalikan emosi dengan baik," tuturnya.
Maka bekas pimpinan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia
Bandung ini memutuskan untuk melakukan aksi. Di kamarnya di
Hotel Kartika Plaza Jakarta, Thomas Sitepu, 3 3 tahun,
menyiapkan dua lembar poster berukuran 60 x 90 cm, isinya
menghimbau Presiden.
Hampir tengah hari Rabu pekan lalu, Thomas- berjalan kaki ke
Bina Graha. Memasuki halaman, ia membeberkan kedua posternya.
Tujuannya: ingin bertemu Presiden. Thomas pun segera diamankan
oleh para petugas istana. Hari itu kebetulan Presiden Soeharto
tidak ada di Bina Graha.
Frustrasi
"Saya datang bukan untuk berdemonstrasi sebab saya datang
sendiri tanpa teriakan. Poster merupakan pilihan terbaik untuk
menyampaikan maksud kedatangan saya agar Presiden memberikan
perhatiannya," cerita Thomas pada TEMPO pekan lalu.
Semula Thomas akan melakukaaksi mogok makan sampai niatnya
menemui Presiden berhasil. Tapi setelah selama 20 jam diperiksa
Paswalpres (Pasukan Pengawal Presiden dan Intelpam Kodam V
Jaya, niatnya dibatalkan. "Kalau Paswalpres waktu itu
mempersilakan saya menunggu, saya akan duduk sambil berpuasa
sampai Presiden bersedia menerima saya," katanya.
Bagi Thomas, aksi itu merupakan upaya terakhir buat menyampaikan
masalah yang dihadapi ratusan pengusaha genteng Jawa Barat dan
puluhan ribu buruh dan keluarganya. Menurut dia, para pengusaha
genteng rakyat ini terancarn bangkrut lantaran adanya ketentuan
agar atap gedung SD Inpres di JawaBarat memakai genteng asbes
produksl PT James Hardie Indonesia, suatu perusahaan Penanaman
Modal Asing (PMA) dari Australia.
Menurut Thomas, sejak tahun anggaran 1980/1981 ia mempersoalkan
ketentuan ini. "Dalam rapat-rapat komisi, laporan itu
dinyatakan diterima. Tetapi ketika rapat fraksi ternyata laporan
saya tak termasuk acara dengan alasan tidak relevan dengan acara
rapat yang membahas soal anggaran," katanya.
Awal Desember lalu Thomas mengirim laporan pada Gubernur Jawa
Barat. Tapi, tak juga datang jawaban yang dinanti. "Prosedur
organisasi sudah saya tempuh, tapi gagal. Selama ini saya selalu
setia dan menaati sistem yang berlaku. Kali ini saya akhiri
kesetiaan saya kepada prosedur demi nasib rakyat Jawa Barat,"
kata karyawan Kanwil P&K Jawa Barat ini dengan gagah.
Thomas menyebut aksinya bersifat perseorangan. Toh Ketua F-KP
DPRD Jawa Barat Sutisna Kartakusumah mengecamnya. "Thomas belum
pernah secara resmi melaporkan masalah ini kepada fraksi. Secara
organisatoris tindakan itu tak dapat dibenarkan. Baik fraksi
maupun dewan belum membicarakan masalah ini secara tuntas Dari
materinya maksudnya mungkin baik, tapi cara penyampaiannya
kurang tepat," katanya. Fraksinya, kata Sutisna, belum
memutuskan tindakan atau sanksi terhadap Thomas, karena sampai
akhir pekan lalu ia belum melapor.
Beberapa anggota DRPD Jawa Barat menilai aksi Thomas sebagai
pelampiasan rasa frustrasi karena tak dicalonkan lagi dalam
Pemilu 1982. Thomas menangkis tuduhan ini. "Apa pun yang terjadi
saya siap menerimanya," ujarnya.
Ketua DPD Golkar Jawa Barat Raul Effendie menilai tindakan
Thomas melanggar aturan permainan. "Hari itu seharusnya Thomas
ikut serta melakukan peninjauan ke daerah, tapi ia nyelonong ke
istana," katanya. Rauf menilai tindakan Thomas tak lebih dari
"mencari popularitas murahan". Sebab menurut dia persoalan ini
sedang digarap sesuai dengan ketentuan Gubernur: untuk
daerah-daerah produsen genteng, asbes gelombang tidak boleh
dipakai. "Mungkin juga Thomas Sitepu menderita gangguan jiwa,
perlu diperiksa psikolog," komentar Rauf yang menilai rencana
Thomas untuk berpuasa sampai bisa ketemu Presiden'berlebihan."
Nasib Thomas sudah bisa dibayangkan. Tapi pria kelahiran
Kabanjahe, Sulnatera Utara, yang pintar bahasa Sunda itu
tampaknya gembira. "Missi saya berhasil sebab dibantu
pemberitaan koran. Saya yakin Presiden membaca berita-berita
itu, yang berati secara tidak langsung terjadi dialog imajiner
antara saya dengan Presiden," kata anak ketiga dari tiga belas
bersaudara keluarga petani Landas Sitepu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini